Christopel Paino

Sepakbola di Danau Limboto

Posted by Christopel Paino, 12 Oktober 2010

Sumber: http://www.lenteratimur.com/

Sejumlah larangan berkegiatan di Danau Limboto dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo.

Sejumlah larangan berkegiatan di Danau Limboto dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo.

Nama Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo terdengar di lapangan itu. Satu dua orang berlari kencang menggiring bola – tak sekencang dua pemain dari Barcelona dan Real Madrid itu. Tak ada yang protes, dua nama beken pesepakbola top dipakai saat bermain di lapangan yang tanahnya terlihat lentur dan berbatas semak belukar. Lapangan itu adalah Danau Limboto.

Pria bertelanjang dada itu bersorak. Ia baru saja mencetak gol ke gawang lawan. Ia disambut teman-teman lain. Di sebelah lapangan, ada yang memberi semangat, ada pula yang kecewa. Mereka adalah penonton, suporter. Sambil memegang uang lima ribuan, para suporter itu tampak panas.

“Tambah bataru. Dua gol lima ribu,” kata salah seorang penonton. Mereka sedang taruhan. Dalam bahasa Gorontalo, “bataru” artinya taruhan.

Di Minggu sore, mereka terlihat serius memainkan bola. Dengan taruhan Rp. 5 ribu, ketegangan nampak di raut wajah mereka.

Di lapangan yang luasnya kurang lebih 40 x 20 meter itu, mereka bermain layaknya pemain kelas dunia. Ada nama-nama pemain yang bermain di klub sepak bola Eropa di kaos yang mereka kenakan. Diantaranya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Mereka sadar, lapangan itu adalah Danau Limboto. Letaknya berada tepat di bibir museum pendaratan presiden pertama Indonesia, Soekarno. Di sampingnya, bahkan masih ada sepeda air yang bisa menampung dua orang. Terukir dalam bentuk bebek. Sepeda air itu disewakan bagi pengunjung untuk keliling-keliling di seputaran kawasan danau. Sepeda air itu sedang istirahat. Tempat itu kering. Kerontang malah.

Tempat itu, pada 1950, adalah pelabuhan yang didarati Sukarno ketika pertama kali menginjakan kaki di Gorontalo. Sukarno menggunakan pesawat amfibi kala itu. Enam tahun kemudian, tepatnya 1956, untuk kedua kalinya Soekarno kembali mendarat di pelabuhan itu. Dengan amfibi lagi. Ia didampingi Rohana Monoarfa, istri dari Syamsu Biya, kepala daerah ketiga Sulawesi Utara.

Oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo, melalui Dinas Perhubungan dan Pariwisata, tempat itu telah dijadikan sebagai obyek wisata Visit Gorontalo Year 2009.

Namun mereka, anak-anak, tak mau tahu. Tetap bermain bola. Mereka adalah warga sekitar kawasan pesisir Danau Limboto. Memanfaatkan danau yang sudah kering itu untuk dijadikan lapangan bola. Siapa yang bisa melarang?

Di ujung tempat itu, sebuah pengumuman dalam ukuran besar berisi Peraturan Daerah Tentang Danau Limboto. Di paling bawah pengumuman itu, tertulis sebuah nama instansi pemerintahan di Provinsi Gorontalo: Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi. Mereka mengumumkan larangan-larangan untuk menempati lahan, membuang sampah, menggunakan racun, zat kimia, dan bom ikan di Danau Limboto. Sebuah kalimat penegasan terlihat jelas: Selamatkan Danau Limboto Kita!!!

“Daripada kosong, lahan kering itu dijadikan lapangan bola oleh warga,” kata Hiko Adam, dengan bahasa Gorontalo. Hiko Adam adalah penjaga museum Sukarno di Danau Limboto, Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo.

Lelaki berusia 53 tahun ini ditugaskan menjaga museum Sukarno. Ia juga dipercaya mengelola kawasan pinggiran Danau Limboto dalam rangka Visit Gorontalo Year 2009 lalu.

”Rencananya, pemerintah akan mengeruk danau ini,” ucap Hiko lirih. Namun ia tak tahu kapan pengerukan danau itu akan dilakukan.

Demam bola di Danau Limboto.

Danau Limboto, menurut catatan Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo, terus mengalami penyusutan. Sejak 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto adalah 30 meter dengan luas 7 ribu hektar. 1961, rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10 meter dan luas menjadi 4.250 hektar. Pada 1990 – 2008, kedalaman Danau Limboto rata-rata tinggal 2,5 meter dengan luas 3.000 hektar. Sedangkan kini, kedalamannya tinggal 1,9 meter dengan luas tersisa 1850 hektar.

Pendangkalan danau terutama diakibatkan adanya erosi dan sedimentasi akibat usaha-usaha pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan kegiatan pembukaan hutan di daerah hulu sungai, terutama pada Daerah Aliran Sungai Limboto juga kegiatan budidaya perikanan yang kurang ramah lingkungan.

”Apalagi di kawasan Danau Limboto, di tengahnya, banyak nelayan budidaya ikan yang seperti membuat sebuah kawasan perkampungan sendiri,” kata Haris Malik, Ketua Jaringan Advokasi.

Selain itu, luasan Danau Limboto itu terlihat seperti membentuk pulau-pulau kecil akibat sebaran eceng gondok yang menutupi kawasan danau.

Data dari Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Provinsi Gorontalo menjelaskan, eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 persen dari luasan danau. Eceng gondok terdapat dibagian tengah, barat, utara, dan tenggara pada saat pengamatan Mei – Juni 2007. Konsentrasi terbesar berada di bagian tengah.

Penyebaran eceng gondok dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini berkaitan dengan hembusan angin yang berbeda pada tiap musim. Eceng gondok akan bergerak dari Barat – Utara ke Timur dan Selatan. Pergeseran tersebut sejalan dengan perubahan musim, khususnya arah mata angin dimana eceng gondok akan terdeposisi di bagian selatan danau.

Di Danau Limboto, ada sekitar 23 anak sungai yang mengalir ke dalamnya. Dari seluruh sungai tersebut hanya satu sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu sungai Biyonga, dengan daerah aliran yang cukup kecil: seluas 68 km2. Sub Daerah Aliran Sungai ini mengalirkan air dari rangkaian pegunungan yang lebih tinggi di sebelah Utara dan memiliki mata air permanen. Anak Sungai yang terbesar adalah sungai Alo – Molalahu (348 km2) dan sungai Pohu (156 km2). Anak- anak sungai tersebut mengalirkan air hujan dengan cepat, sehingga sangat sedikit air yang ditahan sebagai aliran dasar tanah.

Danau Limboto memiliki banyak fungsi dan manfaat. Diantaranya adalah sebagai penyedia air bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, serta penghasil sumberdaya alam hayati, dan penghasil energy. Selain itu, ia juga berfungsi sebagai sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, sumber perikanan, sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sarana penelitian dan pendidikan.

Akan tetapi, Danau Limboto kini, seperti ramalan sejumlah kalangan, akan hilang dalam beberapa puluh tahun kedepan. Yang paling merasakan dampak dan kerugiannya jelas adalah anak dan cucu kita.

Namun siapa yang peduli? Bola itu tetap digiring ke arah lawan. Meliuk-liuk sebentar, dan menendangnya ke dalam gawang. GOL. Taruhan permainan bola itu dimenangkan di atas Danau Limboto. Sebuah taruhan untuk anak cucu ke depan.

Leave a comment