Tri Suryono, dkk

TINGKAT KESUBURAN DAN PENCEMARAN DANAU LIMBOTO, GORONTALO

Oleh:  TRI SURYONO, SENNY SUNANISARI, ENDANG MULYANA dan ROSIDAH, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

Received 4 November 2009, Accepted 20 April 2010

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(1): 49-61 ISSN 0125-9830

Sumber: http://www.limnologi.lipi.go.id/

ABSTRAK

Danau Limboto berperan sangat penting dalam pengendalian keseimbangan  air di sekitar wilayah DAS Danau Limboto pada musim kemarau maupun musim  penghujan. Fungsi danau saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan peruntukannya,  karena telah terjadi proses percepatan pendangkalan dan penyuburan. Penelitian  untuk mengetahui tingkat kesuburan dan pencemaran yang terjadi di perairan Danau  Limboto dilakukan pada bulan September 2006 berdasarkan perhitungan Indeks  Status Trofik (Trophic State Index /TSI) dan Indeks Kimia. Lokasi pengambilan  sampel meliputi badan air danau dan di beberapa sungai utama yang bermuara ke  Danau Limboto. Nilai TSI Carlson’s menunjukkan tingkat kesuburan perairan  danau sudah tergolong eutrofik sampai hipereutrofik dengan kisaran antara 68,89 –  85,97, sedangkan nilai indeks kimia Kirchoff menunjukkan badan air danau  tergolong tercemar ringan, kecuali di wilayah Dembe (perikanan karamba jaring  apung) termasuk tercemar sedang dengan kisaran 53,49 – 68,87. Sungai utama yang  merupakan in let danau cenderung tergolong tercemar berat dengan kisaran 26,39 – 27,87.

Kata kunci : Tingkat kesuburan, tingkat pencemaran, Danau Limboto, TSI  Carlson’s dan Indek Kirchoff.

ABSTRACT

TROPIC STATUS AND POLLUTION LEVEL OF LAKE LIMBOTO,  GORONTALO. The existence of Lake Limboto has a very important role in  controlling the wáter balance the surounding area of lake Limboto especially  between dry season and rainy season. The function of lake Limboto is not  compatible with its utilization, because of sedimentation and eutrophication. This  study was to determine the tropic status and pollution level occurred in lake  Limboto, the study was conducted in September 2006, by analysis of trofik status  index (TSI). Chemical Index. The sampling locations include lake water bodies and  in several major rivers that flowing into the lake Limboto. Carlson’s TSI values  indicate that the tropic level of the lake waters are classified as eutrofik until  hypereutrofik in the range of 68.89 to 85.97, while the index Kirchoff value indicates  lake water bodies classified as lightly contaminated areas except in Dembe (fishing  net floating) including being moderatly contaminated with range from 53.49 to  68.87, while the main rivers that are in the lake tend to let heavy contaminated with a range of 26.39 to 27.87.

Keywords: Tropic Level, Level of Pollution, Lake Limboto, Carlson’s TSI and Index Kirchoff.

PENDAHULUAN

Danau Limboto terletak kurang lebih 3 km arah barat Kota Gorontalo, dan  keberadaannya memiliki peran penting untuk menunjang aktivitas masyarakat  sekitarnya. Danau ini memiliki inlet dari sekitar 23 sungai baik besar maupun kecil.  Inlet utama adalah Sungai Biyonga, Meluopo dan Alo-Pohu, sedangkan outlet utama  adalah Sungai Tapodu. Danau Limboto terletak di dataran rendah dengan elevasi 25  m di atas permukaan laut. Luas perairan Danau Limboto pada tahun 1993 tercatat  3.022 ha dengan kedalaman rata-rata 1,8 m, sedangkan di sekitar 50 tahun  sebelumnya kedalaman air Danau Limboto masih di atas 30 meter dengan luas hampir 8.000 hektar (http://www.limboto. netfirms. com/ info. htmlNomaden).

Kondisi yang terjadi pada saat ini tidak terlepas dari aktivitas masyarakat  sekitar yang berkaitan dengan kegiatan perladangan berpindah yang telah  berlangsung lama. Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan yang ditandai adanya  erosi, banjir pada musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau di wilayah  Gorontalo. Dampak langsung yang terjadi pada perairan Danau Limboto saat ini  sudah terlihat seperti pendangkalan dan eutrofikasi sebagai akibat meningkatnya  nutrien dan zat pencemar ke badan perairan danau. Cepatnya proses penyuburan dan sedimentasi di Danau Limboto mengakibatkan fungsí utama dari danau berkurang,  seperti sebagai peredam banjir pada musim hujan dan penyedia air pada musim kemarau, serta sebagai habitat beberapa jenis ikan.

Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang  berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia (Gambar 1).

Gambar 1. Problem lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perairan danau dan waduk secara umum (HUISMANS 1992). Figure 1. Environmental problems are very influential on the waters of lakes and reservoirs in general (HUISMANS 1992).

 

Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan akan  mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri merupakan proses  alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang namun dalam waktu yang  cukup lama. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, maka akan  memberikan masukan berupa unsur hara ke badan air danau dan jika proses pulih diri (self purification) terlampaui maka akan mempercepat proses eutrofikasi.

Menurut USEPA dalam HENDERSON-SELLER & MARKLAND (1987)  secara umum suatu badan air yang telah mengalami proses eutrifikasi dapat ditandai  adanya penurunan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion, kenaikan  konsentrasi nutrien N dan P, kenaikan suspended solid (terutama material organic),  penurunan penetrasi cahaya (kecerahan menurun), terjadi blooming alga, dan  sedimen tinggi serta keragaman jenis alga rendah namun kelimpahan dan produktifitasnya tinggi.

Pencemaran merupakan masuknya atau dimasukkannya komponen lain  makhluk hidup, zat, maupun energi ke dalam lingkungan yang diakibatkan oleh  kegiatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak sesuai lagi dengan  peruntukkannya (UNDANG-UNDANG RI No 32 Th. 2009). Aktivitas masyarakat di daerah sekitar DAS Danau Limboto yang tidak terkontrol dapat menimbulkan  dampak pencemaran yang serius terhadap perairan danau tersebut. Beban pencemar  yang dominan di Danau Limboto pada umumnya akibat tingginya konsentrasi bahan  organik yang berasal dari limbah domestik maupun pertanian. Keberadaan bahan  pencemar menyebabkan penurunan kualitas perairan Danau Limboto, sehingga tidak  sesuai lagi dengan jenis peruntukannya (misalnya untuk pertanian, perikanan dan  sebagainya) serta hilangnya keanekaragaman hayati khususnya spesies asli/endemik danau tersebut (KHOSLA et al. 1995; BRAHMANAT & FIRDAUS 1997).

Indeks Status Trofik (Trophic State Index/TSI) yang dikemukakan oleh  CARLSON (1977) merupakan indeks yang dikembangkan untuk mengetahui  tingkat kesuburan perairan danau berdasarkan beberapa parameter yang berpengaruh  sehingga memudahkan dalam mengetahui kondisi perairan danau. Sedangkan Indeks  kimia KIRCHOFF (1991) telah banyak digunakan untuk mengklasifikasikan status  pencemaran yang disebabkan oleh pencemaran bahan organik di sungai seperti yang  pernah dilakukan pada Sungai Citarum Hulu (SURYONO & SUDARSO 2000). Indeks tersebut cukup sederhana dan mudah untuk diterapkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesuburan dan  pencemaran perairan Danau Limboto, Propinsi Gorontalo berdasarkan hasil  perhitungan indeks status trofik (TSI) CARLSON (1977) dan indeks kimia KIRCHOFF (1991).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan September 2006 dengan mengambil contoh  air dan mengukur kualitas air secara in situ pada beberapa titik sampling (Gambar  2). Pengukuran kualitas air secara in situ (suhu, konduktivitas, turbiditas, oksigen  terlarut, salinitas dan pH) dilakukan dengan menggunakan water quality checker  (WQC) Horiba U-10. Kondisi lingkungan dari daerah pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel air di Danau Limboto, (Sumber: Lab. GIS Puslit Limnologi-LIPI). Figure 2. Water sampling locations in Danau Limboto, (Source: Lab. GIS Research Center Limnology-LIPI).

Hasil analisis yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat kesuburan berdasarkan perhitungan Trophic State Index (TSI) dari CARLSON (1977):

Berdasarkan nilai TSI yang diperoleh, tingkat kesuburan perairan dikelompokkan menjadi ultra oligotrofik (<30), oligotrofik (30-40), mesotrofik (40-  50), eutrofik (50-60), eutrofik berat (60-70), hipereutrofik (70-80) dan alga scum (>80) (CARLSON 1977).

Pengukuran parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan TSI CARLSON (1977) menggunakan:

  1. Konsentrasi TP diukur dengan metode ammonium molybdate (APHA 1995).
  2. Konsentrasi klorofil-a diukur dengan metode spektrofotometri (APHA 1995).
  3. Kedalaman sechi diukur dengan pengamatan langsung dengan papan sechi

Sedangkan untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan yang terjadi  dilakukan perhitungan dengan perhitungan indeks kimia KIRCHOFF (1991), yaitu

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan indeks kimia KIRCHOFF (1991) meliputi :

  1. Kondisi oksigen jenuh yang diukur dengan menggunakan alat ukur Water  Quality Checker (WQC merk Horiba U-10) dan dikonversikan menggunakan  grafik monograf guna menghitung prosentase oksigen terlarut berdasarkan variasi suhu, tekanan dan ketinggian (KIRCHOFF 1991).
  2. Konsentrasi BOD5 diukur dengan metode pengenceran dan titrasi (APHA 1995).
  3. Konsentrasi ammonia (NH4), diukur dengan metode thenate (APHA 1995).
  4. Konsentrasi Nitrat (NO3), diukur dengan metode Brucine (APHA 1995).
  5. Konsentrasi orto fosfat (o-PO4), diukur dengan metode ascorbic acid (APHA 1995).
  6. Kondisi pH dan konduktivitas diukur dengan menggunakan alat ukur Water Quality Checker (WQC merk Horiba U-10).

Menurut LAWA dalam KIRCHOFF (1991), nilai CI yang diperoleh  digunakan untuk menetapkan tingkat pencemaran dalam kriteria : belum tercemar (84-100), tercemar ringan (57-83), tercemar sedang (28-56) dan tercemar berat (0-27).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis terhadap sampel air Danau Limboto yang nantinya digunakan  dalam perhitungan tingkat kesuburan perairan dari indeks TSI CARLSON dan  tingkat pencemaran perairan berdasarkan indeks pencemaran Kirchoff adalah seperti pada Tabel 2.

Hasil analisis seperti yang tersaji dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa  kisaran konsentrasi maupun nilai hasil pengukuran baik di badan air danau maupun  sungai menunjukkan kemiripan seperti suhu perairan danau berkisar antara 28 – 29  oC merupakan kondisi yang umum dijumpai diperairan tropis sedangkan suhu  perairan sungai yang terukur 36 oC, dimana kisaran suhu optimum bagi  pertumbuhan fitoplankton di perairan berkisar antara 20 – 30 oC (HASLAM 1995).  Selain itu kisaran suhu pada perairan ini juga dipengaruhi oleh waktu pengambilan serta kedalaman kolom air sungai yang sangat dangkal yaitu antara 7 – 8 cm.

Konsentrasi oksigen terlarut antara 5,1 – 6,63 mg/L, kecuali pada Stasiun 1 konsentrasinya 3,42 mg/L, kondisi ini kemungkinan diakibatkan pengaruh dari  aktivitas masyarakat seperti adanya kegiatan keramba jaring apung, rumah makan  apung dan pemukiman penduduk. Berbeda konsentrasi yang diperoleh dari  pengukuran di badan air sungai utama yang masuk ke danau, dimana konsentrasi di  Sungai Biyonga dan Alo berturut-turut sebesar 0,94 mg/L dan 0,77 mg/L kondisi ini  diduga akibat dari masuknya bahan pencemar yang berasal dari limbah domestik  dan industri kecil di sekitar ke dua sungai, sedangkan pada saat pengambilan sampel   debitnya relatif kecil yaitu berturut-turut 0,028 dan 0,092 m3/dt sehingga kondisinya  nyaris tergenang. Konsentrasi oksigen terlarut di Sungai Poho mencapai 9,9 mg/L   atau nyaris dalam kondisi jenuh dimana konsentrasi oksigen di perairan dan yang  ada di atmosfer berada dalam kesetimbangan, sehingga tidak ada pertukaran oksigen  secara difusi (MACKERETH et al. 1989). Menurut Mc NEELY et al. (1979)  konsentrasi oksigen terlarut perairan tawar adalah 8 mg/L dan di perairan laut  sebesar 7 mg/L pada suhu 25 0C, pada umumnya konsentrasi oksigen terlarut di  perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut yang  masih baik tersebut dikarenakan kondisi lokasi sampling masih bagus, tidak banyak  pemukiman dan air sungai masih mengalir. Konsentrasi oksigen terlarut di badan air  danau masih dalam batas yang mendukung kehidupan akuatik (perikanan), menurut  ketentuan UNESCO/WHO/UNEP (1992) bahwa konsentrasi oksigen terlarut kurang  dari 4 mg/L dapat menimbulkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir  semua organisme akuatik, jika kadar oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/L dapat menyebabkan kematian ikan.

Hasil pengukuran parameter pH dan konduktivitas memiliki kemiripan pada  perairan danau maupun sungai dengan kisaran 6,08 – 8,27 dengan rata-rata 7,73  (pH), kondisi ini masih dalam kisaran normal pada perairan alami dimana sebagian  besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH berkisar antara  7 – 8,5 (NOVOTNY & OLEM 1992). Sedangkan nilai konduktivitas berkisar 0,21  – 0,48 mS/cm dengan rata-rata 0,29 mS/cm. Air suling (aquades) memiliki nilai  konduktivitas sekitar 1 μS/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20 – 1500 μS/cm (BOYD 1988).

Konsentrasi TP di Stasiun 5 (Pupelo) tinggi yaitu 0,62 mg/L, kondisi ini  berkaitan dengan adanya masukan nutrien dari sungai utama Biyonga, dimana  konsentrasi TP yang diukur di perairan sungai mencapai 1,45 mg/L. Sedangkan  konsentrasi klorofil-a diperoleh dari lokasi Stasiun 5 (Pupelo) dan Stasiun 6  (Alopaho) yaitu berturut-turut sebesar 42,18 mg/L dan 40,38 mg/L. Tingginya  konsentrasi di dua lokasi ini karena lokasi ini merupakan daerah muara Sungai  Biyonga (Stasiun 5) dan muara Sungai Alopaho (Stasiun 6) sehingga kedua lokasi  ini banyak menerima masukan beban nutrien dari luar badan air danau. Konsentrasi  o-PO4 dan N-NH4 pada badan air sungai lebih tinggi dibandingkan dengan  konsentrasi o-PO4 dan N-NH4 di badan air danau, hal ini diperkirakan karena  sungai-sungai yang nantinya masuk ke danau menampung beban limbah langsung dari aktivitas masyarakat disekitarnya.

Hasil analisis parameter untuk mengetahui status trofik suatu perairan  dengan menggunakan rumus perhitungan TSI (CARLSON 1977) diperoleh kisaran  nilai untuk setiap parameter seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan kisaran sebaran  tingkat kesuburan perairan Danau Limboto pada setiap stasiun sampling seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Secara umum, berdasarkan nilai TSI yang diperoleh kondisi perairan Danau Limboto pada bulan September 2006 termasuk ke dalam kelompok eutrofik sampai  pada kelompok perairan hipereutrofik yang mempunyai masalah scum alga dengan kisaran nilai TSI sebesar 68,89 – 85,97 (Gambar 3).

Gambar 3. Status trofik perairan Danau Limboto, September 2006. Figure 3. Status of the waters trofik Danau Limboto, September 2006.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 3 tampak perairan Danau Limboto  cenderung bersifat hipereutrofik (4 lokasi), dimana menurut CARLSON (1977),  kelompok ini ditandai dengan adanya lapisan alga dan makrofit (tumbuhan air) yang  padat, hal ini berkaitan dengan konsentrasi fosfor (P) di perairan Danau Limboto yang cenderung berlebih dibandingkan dengan konsentrasi nitrogen (N)  (CHRISMADHA & LUKMAN 2008). Menurut LEWIS (2000) perairan di wilayah  tropik, terbatasnya komponen N lebih umum terjadi dibanding P, besarnya pasokan  P diakibatkan pelapukan tanah dan batuan sementara unsur N cenderung hilang  secara internal karena suhu yang relatif tinggi. Namun, kondisi di lapangan  secara visual agak berbeda, walaupun populasi makrofita melimpah tapi tidak ditemukan lapisan alga.

Warna air agak kehijauan, tidak hijau pekat, kemungkinan hal ini  dipengaruhi juga oleh waktu tinggal air danau yang tidak begitu lama berbeda  dengan waktu tinggal air di danau-danau besar yang ada di Pulau Sumatera seperti  Danau Singkarak dan Danau Batur di Pulau Bali yang sudah tergolong eutropik  dengan kisaran nilai TSI berturut-turut 48,667 – 53,106 dan 43,29 – 58,38 yang  dicirikan dengan air yang berwarna hijau tua (SURYONO et al. 2008), selain itu  kedalaman Danau Limboto yang berkisar antara 0,6 – 2,25 m dengan rata-rata 1,23  m memungkinkan perairan teraduk sampai ke dasar sehingga mempengaruhi  partikel terlarut dari sedimen. Dari Tabel 3 tampak bahwa nilai TSI-P cenderung  sama dengan TSI-SD, namun keduanya cenderung lebih besar dari nilai TSI-chl-a.  Menurut CARLSON (1977), kondisi perairan tersebut akan dicirikan dengan nonalgal  particulates or color dominate light attenuation. Jadi, walaupun tergolong ke dalam perairan hipereutrofik, Danau Limboto tidak mengalami blooming alga.

Konsentrasi TP, klorofil-a dan kedalaman secchi perairan Danau Limboto  hasil analisis berturut-turut rata-rata sebesar 0,23 mg/L (230 mg/m3); 26,58 mg/L  (26580 mg/m3) dan 24,5 cm (0,245 m) (Tabel 1), jika dirujuk dari kriteria klasifikasi  status tropik (Tabel 4) maka perairan Danau Limboto tergolong eutrofik hingga hipereutrofik.

Tingkat pencemaran organik yang terjadi pada perairan Danau Limboto  berdasarkan indeks kimia KIRCHOFF (1991) cenderung tergolong ke dalam  perairan yang tercemar ringan, kecuali di wilayah Dembe tergolong ke dalam  perairan yang tercemar sedang dengan kisaran nilai indeks KIRCHOFF sebesar  53,49 – 68,87 dengan nilai terrendah dijumpai di Dembe dan tertinggi di bagian  tengah danau (Gambar 4). Hal ini diduga karena di wilayah Dembe banyak terdapat  karamba untuk budidaya perikanan, sehingga sisa pakan ikan yang tidak termakan  akan meningkatkan beban organik dan nutrien (N dan P) yang terlarut dalam perairan.

Gambar 4. Tingkat pencemaran perairan Danau Limboto berdasarkan Indeks Kimia Kirchoff, September 2006. Figure 4. Water pollution Tingkat Danau Limboto based on Kirchoff Chemical Index, September 2006.

Kondisi air sungai yang mengalir ke Danau Limboto yaitu di Sungai Biyonga dan Sungai Alo dari hasil perhitungan indeks KIRCHOFF sudah tergolong  sedang cenderung berat dengan nilai indek diperoleh berturut-turut (26,39) dan  (27,87). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan pencemar dari aktivitas  masyarakat yang tinggal di perkampungan di sepanjang kedua sungai tersebut yang  menjadikan sungai sebagai pembuangan limbah baik domestik maupun industri  kecil, akibatnya terjadi peningkatan beban organik di perairan-perairan sungai  tersebut. Tingginya tingkat pencemaran juga diindikasikan oleh konsentrasi oksigen terlarut yang sangat rendah mendekati nol.

KESIMPULAN

Secara umum peraran Danau Limboto tergolong perairan eutrofik sampai  hypereutropik. Perairan Danau Limboto tergolong tercemar ringan kecuali stasiun  wilayah Dembe sudah tergolong sedang. Beberapa sungai yang masuk ke Danau  Limboto tergolong tercemar berat. Kondisi ini yang akan meningkatkan tingkat pencemaran Danau Limboto di kemudian hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Limnologi-  LIPI dan seluruh jajaran staffnya yang telah memberi kesempatan maupun dukungan sarana dan prasarananya dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

APHA 1995. Standard methods for the examination of water and wastewater. 19th  Edition. American Public Health Association/ American Water Work Association/Water Environment Federation Washington. Dc. USA: 1100 pp.

BOYD, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. Fourth Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama. USA: 359 pp.

BRAHMANAT, S. S. and A. FIRDAUS 1997. Eutrophication in three reservoirs  at Citarum River, its relation to beneficial uses. Proceedings Workshop On Ecosystem Approach To Lake And Reservoir Management: 199 – 211.

CARLSON, R. E. 1977. A trophic State Index for Lakes. Limnology and Oceanography 22 (2): 361-369.

CHRISMADHA, T. dan LUKMAN. 2008. Struktur komunitas dan biomassa fitoplankton Danau Limboto, Sulawesi. Limnotek XV (2): 87 – 98.

HASLAM, S. M. 1995. River pollution and ecological perspective. John Wiley and Sons, Chichester, UK: 253 pp.

HENDERSON-SELLER, B. and H. R. MARKLAND 1987. Decaying Lakes. John  Wiley and Sons Ltd. Chichester: 254 pp.  http://www.limboto.netfirms.com/info.htmlNomaden:KabupatenLimboto.13/10/200 6, 9:28:24.

HUISMANS, J. W. 1992. The pollution of lakes and reservoirs, UNEP Environment Library 12: 35 pp.

KHOSLA M.R., G.H. ALAN and L.A. PAUL 1995. Assessing water quality  interdisciplinary problems and approaches. Interdisciplinary science reviews 20 (3):229-240.

KIRCHOFF, W. 1991. Water quality assessment based on physical, chemical and  biological parameters for the Citarum River Basin. Paper presented in the  Workshop on Water Quality Assesment and Standard Water Quality Management, Bandung: 12 pp.

LEWIS, W. M. Jr. 2000. Basis for the protection and management of tropical lakes, lake and reservoir. Research Management 5: 35 – 48.

MACKERETH, F.J.H., J. HERON and J.F. TALLING 1989. Water analysis . Freshwater Biological Association, Cumbria, UK: 120 pp.

McNEELY, R. N., NELMANIS, V. P. and L. DWYER 1979. Water quality  source book. A guide to water quality parameter. Inland Waters Directorate. Water Quality Branch. Ottawa. Canada: 89 pp.

NOVOTNY, V. and H. OLEM 1994. Water quality, prevention, identification, and  management of diffuse pollution. Van Nostrans Reinhold, New York: 1054 pp.

RYDING, S.O. and W. RAST 1989. The control of eutrophication of lakes and  reservoirs. Man and Biosphere Series. Vol. I, The Parthenon Publishing Group: 314 pp.

SURYONO, T. dan Y. SUDARSO 2000. Klasifikasi status pencemaran air Sungai Citarum hulu. Limnotek VII (1): 37 – 49.

SURYONO, T., S. NOMOSATRYO dan E. MULYANA 2008. Tingkat kesuburan Danau-Danau di Sumatera Barat dan Bali. Limnotek XV (2): 99 – 111.

UNDANG-UNDANG RI No. 32 tahun 2009. Tanggal 3 Oktober 2009. Tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140: 71 hal.

UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water quality assesments. Edited by Chapman, D. Chapman and Hall Ltd., London: 585 pp.

WETZEL, R. G. 2001. Limnology. Lake and River Ecosystem. 3th. Academic Press, New York, London: 1006 p.

Leave a comment