Tri Suryono, dkk
TINGKAT KESUBURAN DAN PENCEMARAN DANAU LIMBOTO, GORONTALO
Oleh: TRI SURYONO, SENNY SUNANISARI, ENDANG MULYANA dan ROSIDAH, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI
Received 4 November 2009, Accepted 20 April 2010
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(1): 49-61 ISSN 0125-9830
Sumber: http://www.limnologi.lipi.go.id/
ABSTRAK
Danau Limboto berperan sangat penting dalam pengendalian keseimbangan air di sekitar wilayah DAS Danau Limboto pada musim kemarau maupun musim penghujan. Fungsi danau saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan peruntukannya, karena telah terjadi proses percepatan pendangkalan dan penyuburan. Penelitian untuk mengetahui tingkat kesuburan dan pencemaran yang terjadi di perairan Danau Limboto dilakukan pada bulan September 2006 berdasarkan perhitungan Indeks Status Trofik (Trophic State Index /TSI) dan Indeks Kimia. Lokasi pengambilan sampel meliputi badan air danau dan di beberapa sungai utama yang bermuara ke Danau Limboto. Nilai TSI Carlson’s menunjukkan tingkat kesuburan perairan danau sudah tergolong eutrofik sampai hipereutrofik dengan kisaran antara 68,89 – 85,97, sedangkan nilai indeks kimia Kirchoff menunjukkan badan air danau tergolong tercemar ringan, kecuali di wilayah Dembe (perikanan karamba jaring apung) termasuk tercemar sedang dengan kisaran 53,49 – 68,87. Sungai utama yang merupakan in let danau cenderung tergolong tercemar berat dengan kisaran 26,39 – 27,87.
Kata kunci : Tingkat kesuburan, tingkat pencemaran, Danau Limboto, TSI Carlson’s dan Indek Kirchoff.
ABSTRACT
TROPIC STATUS AND POLLUTION LEVEL OF LAKE LIMBOTO, GORONTALO. The existence of Lake Limboto has a very important role in controlling the wáter balance the surounding area of lake Limboto especially between dry season and rainy season. The function of lake Limboto is not compatible with its utilization, because of sedimentation and eutrophication. This study was to determine the tropic status and pollution level occurred in lake Limboto, the study was conducted in September 2006, by analysis of trofik status index (TSI). Chemical Index. The sampling locations include lake water bodies and in several major rivers that flowing into the lake Limboto. Carlson’s TSI values indicate that the tropic level of the lake waters are classified as eutrofik until hypereutrofik in the range of 68.89 to 85.97, while the index Kirchoff value indicates lake water bodies classified as lightly contaminated areas except in Dembe (fishing net floating) including being moderatly contaminated with range from 53.49 to 68.87, while the main rivers that are in the lake tend to let heavy contaminated with a range of 26.39 to 27.87.
Keywords: Tropic Level, Level of Pollution, Lake Limboto, Carlson’s TSI and Index Kirchoff.
PENDAHULUAN
Danau Limboto terletak kurang lebih 3 km arah barat Kota Gorontalo, dan keberadaannya memiliki peran penting untuk menunjang aktivitas masyarakat sekitarnya. Danau ini memiliki inlet dari sekitar 23 sungai baik besar maupun kecil. Inlet utama adalah Sungai Biyonga, Meluopo dan Alo-Pohu, sedangkan outlet utama adalah Sungai Tapodu. Danau Limboto terletak di dataran rendah dengan elevasi 25 m di atas permukaan laut. Luas perairan Danau Limboto pada tahun 1993 tercatat 3.022 ha dengan kedalaman rata-rata 1,8 m, sedangkan di sekitar 50 tahun sebelumnya kedalaman air Danau Limboto masih di atas 30 meter dengan luas hampir 8.000 hektar (http://www.limboto. netfirms. com/ info. htmlNomaden).
Kondisi yang terjadi pada saat ini tidak terlepas dari aktivitas masyarakat sekitar yang berkaitan dengan kegiatan perladangan berpindah yang telah berlangsung lama. Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan yang ditandai adanya erosi, banjir pada musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau di wilayah Gorontalo. Dampak langsung yang terjadi pada perairan Danau Limboto saat ini sudah terlihat seperti pendangkalan dan eutrofikasi sebagai akibat meningkatnya nutrien dan zat pencemar ke badan perairan danau. Cepatnya proses penyuburan dan sedimentasi di Danau Limboto mengakibatkan fungsí utama dari danau berkurang, seperti sebagai peredam banjir pada musim hujan dan penyedia air pada musim kemarau, serta sebagai habitat beberapa jenis ikan.
Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia (Gambar 1).
Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan akan mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri merupakan proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang namun dalam waktu yang cukup lama. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, maka akan memberikan masukan berupa unsur hara ke badan air danau dan jika proses pulih diri (self purification) terlampaui maka akan mempercepat proses eutrofikasi.
Menurut USEPA dalam HENDERSON-SELLER & MARKLAND (1987) secara umum suatu badan air yang telah mengalami proses eutrifikasi dapat ditandai adanya penurunan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion, kenaikan konsentrasi nutrien N dan P, kenaikan suspended solid (terutama material organic), penurunan penetrasi cahaya (kecerahan menurun), terjadi blooming alga, dan sedimen tinggi serta keragaman jenis alga rendah namun kelimpahan dan produktifitasnya tinggi.
Pencemaran merupakan masuknya atau dimasukkannya komponen lain makhluk hidup, zat, maupun energi ke dalam lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya (UNDANG-UNDANG RI No 32 Th. 2009). Aktivitas masyarakat di daerah sekitar DAS Danau Limboto yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak pencemaran yang serius terhadap perairan danau tersebut. Beban pencemar yang dominan di Danau Limboto pada umumnya akibat tingginya konsentrasi bahan organik yang berasal dari limbah domestik maupun pertanian. Keberadaan bahan pencemar menyebabkan penurunan kualitas perairan Danau Limboto, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis peruntukannya (misalnya untuk pertanian, perikanan dan sebagainya) serta hilangnya keanekaragaman hayati khususnya spesies asli/endemik danau tersebut (KHOSLA et al. 1995; BRAHMANAT & FIRDAUS 1997).
Indeks Status Trofik (Trophic State Index/TSI) yang dikemukakan oleh CARLSON (1977) merupakan indeks yang dikembangkan untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan danau berdasarkan beberapa parameter yang berpengaruh sehingga memudahkan dalam mengetahui kondisi perairan danau. Sedangkan Indeks kimia KIRCHOFF (1991) telah banyak digunakan untuk mengklasifikasikan status pencemaran yang disebabkan oleh pencemaran bahan organik di sungai seperti yang pernah dilakukan pada Sungai Citarum Hulu (SURYONO & SUDARSO 2000). Indeks tersebut cukup sederhana dan mudah untuk diterapkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesuburan dan pencemaran perairan Danau Limboto, Propinsi Gorontalo berdasarkan hasil perhitungan indeks status trofik (TSI) CARLSON (1977) dan indeks kimia KIRCHOFF (1991).
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan pada bulan September 2006 dengan mengambil contoh air dan mengukur kualitas air secara in situ pada beberapa titik sampling (Gambar 2). Pengukuran kualitas air secara in situ (suhu, konduktivitas, turbiditas, oksigen terlarut, salinitas dan pH) dilakukan dengan menggunakan water quality checker (WQC) Horiba U-10. Kondisi lingkungan dari daerah pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisis yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat kesuburan berdasarkan perhitungan Trophic State Index (TSI) dari CARLSON (1977):
Berdasarkan nilai TSI yang diperoleh, tingkat kesuburan perairan dikelompokkan menjadi ultra oligotrofik (<30), oligotrofik (30-40), mesotrofik (40- 50), eutrofik (50-60), eutrofik berat (60-70), hipereutrofik (70-80) dan alga scum (>80) (CARLSON 1977).
Pengukuran parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan TSI CARLSON (1977) menggunakan:
- Konsentrasi TP diukur dengan metode ammonium molybdate (APHA 1995).
- Konsentrasi klorofil-a diukur dengan metode spektrofotometri (APHA 1995).
- Kedalaman sechi diukur dengan pengamatan langsung dengan papan sechi
Sedangkan untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan yang terjadi dilakukan perhitungan dengan perhitungan indeks kimia KIRCHOFF (1991), yaitu
Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan indeks kimia KIRCHOFF (1991) meliputi :
- Kondisi oksigen jenuh yang diukur dengan menggunakan alat ukur Water Quality Checker (WQC merk Horiba U-10) dan dikonversikan menggunakan grafik monograf guna menghitung prosentase oksigen terlarut berdasarkan variasi suhu, tekanan dan ketinggian (KIRCHOFF 1991).
- Konsentrasi BOD5 diukur dengan metode pengenceran dan titrasi (APHA 1995).
- Konsentrasi ammonia (NH4), diukur dengan metode thenate (APHA 1995).
- Konsentrasi Nitrat (NO3), diukur dengan metode Brucine (APHA 1995).
- Konsentrasi orto fosfat (o-PO4), diukur dengan metode ascorbic acid (APHA 1995).
- Kondisi pH dan konduktivitas diukur dengan menggunakan alat ukur Water Quality Checker (WQC merk Horiba U-10).
Menurut LAWA dalam KIRCHOFF (1991), nilai CI yang diperoleh digunakan untuk menetapkan tingkat pencemaran dalam kriteria : belum tercemar (84-100), tercemar ringan (57-83), tercemar sedang (28-56) dan tercemar berat (0-27).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis terhadap sampel air Danau Limboto yang nantinya digunakan dalam perhitungan tingkat kesuburan perairan dari indeks TSI CARLSON dan tingkat pencemaran perairan berdasarkan indeks pencemaran Kirchoff adalah seperti pada Tabel 2.
Hasil analisis seperti yang tersaji dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi maupun nilai hasil pengukuran baik di badan air danau maupun sungai menunjukkan kemiripan seperti suhu perairan danau berkisar antara 28 – 29 oC merupakan kondisi yang umum dijumpai diperairan tropis sedangkan suhu perairan sungai yang terukur 36 oC, dimana kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan berkisar antara 20 – 30 oC (HASLAM 1995). Selain itu kisaran suhu pada perairan ini juga dipengaruhi oleh waktu pengambilan serta kedalaman kolom air sungai yang sangat dangkal yaitu antara 7 – 8 cm.
Konsentrasi oksigen terlarut antara 5,1 – 6,63 mg/L, kecuali pada Stasiun 1 konsentrasinya 3,42 mg/L, kondisi ini kemungkinan diakibatkan pengaruh dari aktivitas masyarakat seperti adanya kegiatan keramba jaring apung, rumah makan apung dan pemukiman penduduk. Berbeda konsentrasi yang diperoleh dari pengukuran di badan air sungai utama yang masuk ke danau, dimana konsentrasi di Sungai Biyonga dan Alo berturut-turut sebesar 0,94 mg/L dan 0,77 mg/L kondisi ini diduga akibat dari masuknya bahan pencemar yang berasal dari limbah domestik dan industri kecil di sekitar ke dua sungai, sedangkan pada saat pengambilan sampel debitnya relatif kecil yaitu berturut-turut 0,028 dan 0,092 m3/dt sehingga kondisinya nyaris tergenang. Konsentrasi oksigen terlarut di Sungai Poho mencapai 9,9 mg/L atau nyaris dalam kondisi jenuh dimana konsentrasi oksigen di perairan dan yang ada di atmosfer berada dalam kesetimbangan, sehingga tidak ada pertukaran oksigen secara difusi (MACKERETH et al. 1989). Menurut Mc NEELY et al. (1979) konsentrasi oksigen terlarut perairan tawar adalah 8 mg/L dan di perairan laut sebesar 7 mg/L pada suhu 25 0C, pada umumnya konsentrasi oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut yang masih baik tersebut dikarenakan kondisi lokasi sampling masih bagus, tidak banyak pemukiman dan air sungai masih mengalir. Konsentrasi oksigen terlarut di badan air danau masih dalam batas yang mendukung kehidupan akuatik (perikanan), menurut ketentuan UNESCO/WHO/UNEP (1992) bahwa konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 4 mg/L dapat menimbulkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik, jika kadar oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/L dapat menyebabkan kematian ikan.
Hasil pengukuran parameter pH dan konduktivitas memiliki kemiripan pada perairan danau maupun sungai dengan kisaran 6,08 – 8,27 dengan rata-rata 7,73 (pH), kondisi ini masih dalam kisaran normal pada perairan alami dimana sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH berkisar antara 7 – 8,5 (NOVOTNY & OLEM 1992). Sedangkan nilai konduktivitas berkisar 0,21 – 0,48 mS/cm dengan rata-rata 0,29 mS/cm. Air suling (aquades) memiliki nilai konduktivitas sekitar 1 μS/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20 – 1500 μS/cm (BOYD 1988).
Konsentrasi TP di Stasiun 5 (Pupelo) tinggi yaitu 0,62 mg/L, kondisi ini berkaitan dengan adanya masukan nutrien dari sungai utama Biyonga, dimana konsentrasi TP yang diukur di perairan sungai mencapai 1,45 mg/L. Sedangkan konsentrasi klorofil-a diperoleh dari lokasi Stasiun 5 (Pupelo) dan Stasiun 6 (Alopaho) yaitu berturut-turut sebesar 42,18 mg/L dan 40,38 mg/L. Tingginya konsentrasi di dua lokasi ini karena lokasi ini merupakan daerah muara Sungai Biyonga (Stasiun 5) dan muara Sungai Alopaho (Stasiun 6) sehingga kedua lokasi ini banyak menerima masukan beban nutrien dari luar badan air danau. Konsentrasi o-PO4 dan N-NH4 pada badan air sungai lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi o-PO4 dan N-NH4 di badan air danau, hal ini diperkirakan karena sungai-sungai yang nantinya masuk ke danau menampung beban limbah langsung dari aktivitas masyarakat disekitarnya.
Hasil analisis parameter untuk mengetahui status trofik suatu perairan dengan menggunakan rumus perhitungan TSI (CARLSON 1977) diperoleh kisaran nilai untuk setiap parameter seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan kisaran sebaran tingkat kesuburan perairan Danau Limboto pada setiap stasiun sampling seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Secara umum, berdasarkan nilai TSI yang diperoleh kondisi perairan Danau Limboto pada bulan September 2006 termasuk ke dalam kelompok eutrofik sampai pada kelompok perairan hipereutrofik yang mempunyai masalah scum alga dengan kisaran nilai TSI sebesar 68,89 – 85,97 (Gambar 3).
Seperti ditunjukkan pada Gambar 3 tampak perairan Danau Limboto cenderung bersifat hipereutrofik (4 lokasi), dimana menurut CARLSON (1977), kelompok ini ditandai dengan adanya lapisan alga dan makrofit (tumbuhan air) yang padat, hal ini berkaitan dengan konsentrasi fosfor (P) di perairan Danau Limboto yang cenderung berlebih dibandingkan dengan konsentrasi nitrogen (N) (CHRISMADHA & LUKMAN 2008). Menurut LEWIS (2000) perairan di wilayah tropik, terbatasnya komponen N lebih umum terjadi dibanding P, besarnya pasokan P diakibatkan pelapukan tanah dan batuan sementara unsur N cenderung hilang secara internal karena suhu yang relatif tinggi. Namun, kondisi di lapangan secara visual agak berbeda, walaupun populasi makrofita melimpah tapi tidak ditemukan lapisan alga.
Warna air agak kehijauan, tidak hijau pekat, kemungkinan hal ini dipengaruhi juga oleh waktu tinggal air danau yang tidak begitu lama berbeda dengan waktu tinggal air di danau-danau besar yang ada di Pulau Sumatera seperti Danau Singkarak dan Danau Batur di Pulau Bali yang sudah tergolong eutropik dengan kisaran nilai TSI berturut-turut 48,667 – 53,106 dan 43,29 – 58,38 yang dicirikan dengan air yang berwarna hijau tua (SURYONO et al. 2008), selain itu kedalaman Danau Limboto yang berkisar antara 0,6 – 2,25 m dengan rata-rata 1,23 m memungkinkan perairan teraduk sampai ke dasar sehingga mempengaruhi partikel terlarut dari sedimen. Dari Tabel 3 tampak bahwa nilai TSI-P cenderung sama dengan TSI-SD, namun keduanya cenderung lebih besar dari nilai TSI-chl-a. Menurut CARLSON (1977), kondisi perairan tersebut akan dicirikan dengan nonalgal particulates or color dominate light attenuation. Jadi, walaupun tergolong ke dalam perairan hipereutrofik, Danau Limboto tidak mengalami blooming alga.
Konsentrasi TP, klorofil-a dan kedalaman secchi perairan Danau Limboto hasil analisis berturut-turut rata-rata sebesar 0,23 mg/L (230 mg/m3); 26,58 mg/L (26580 mg/m3) dan 24,5 cm (0,245 m) (Tabel 1), jika dirujuk dari kriteria klasifikasi status tropik (Tabel 4) maka perairan Danau Limboto tergolong eutrofik hingga hipereutrofik.
Tingkat pencemaran organik yang terjadi pada perairan Danau Limboto berdasarkan indeks kimia KIRCHOFF (1991) cenderung tergolong ke dalam perairan yang tercemar ringan, kecuali di wilayah Dembe tergolong ke dalam perairan yang tercemar sedang dengan kisaran nilai indeks KIRCHOFF sebesar 53,49 – 68,87 dengan nilai terrendah dijumpai di Dembe dan tertinggi di bagian tengah danau (Gambar 4). Hal ini diduga karena di wilayah Dembe banyak terdapat karamba untuk budidaya perikanan, sehingga sisa pakan ikan yang tidak termakan akan meningkatkan beban organik dan nutrien (N dan P) yang terlarut dalam perairan.
Kondisi air sungai yang mengalir ke Danau Limboto yaitu di Sungai Biyonga dan Sungai Alo dari hasil perhitungan indeks KIRCHOFF sudah tergolong sedang cenderung berat dengan nilai indek diperoleh berturut-turut (26,39) dan (27,87). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan pencemar dari aktivitas masyarakat yang tinggal di perkampungan di sepanjang kedua sungai tersebut yang menjadikan sungai sebagai pembuangan limbah baik domestik maupun industri kecil, akibatnya terjadi peningkatan beban organik di perairan-perairan sungai tersebut. Tingginya tingkat pencemaran juga diindikasikan oleh konsentrasi oksigen terlarut yang sangat rendah mendekati nol.
KESIMPULAN
Secara umum peraran Danau Limboto tergolong perairan eutrofik sampai hypereutropik. Perairan Danau Limboto tergolong tercemar ringan kecuali stasiun wilayah Dembe sudah tergolong sedang. Beberapa sungai yang masuk ke Danau Limboto tergolong tercemar berat. Kondisi ini yang akan meningkatkan tingkat pencemaran Danau Limboto di kemudian hari.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian Limnologi- LIPI dan seluruh jajaran staffnya yang telah memberi kesempatan maupun dukungan sarana dan prasarananya dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
APHA 1995. Standard methods for the examination of water and wastewater. 19th Edition. American Public Health Association/ American Water Work Association/Water Environment Federation Washington. Dc. USA: 1100 pp.
BOYD, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. Fourth Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama. USA: 359 pp.
BRAHMANAT, S. S. and A. FIRDAUS 1997. Eutrophication in three reservoirs at Citarum River, its relation to beneficial uses. Proceedings Workshop On Ecosystem Approach To Lake And Reservoir Management: 199 – 211.
CARLSON, R. E. 1977. A trophic State Index for Lakes. Limnology and Oceanography 22 (2): 361-369.
CHRISMADHA, T. dan LUKMAN. 2008. Struktur komunitas dan biomassa fitoplankton Danau Limboto, Sulawesi. Limnotek XV (2): 87 – 98.
HASLAM, S. M. 1995. River pollution and ecological perspective. John Wiley and Sons, Chichester, UK: 253 pp.
HENDERSON-SELLER, B. and H. R. MARKLAND 1987. Decaying Lakes. John Wiley and Sons Ltd. Chichester: 254 pp. http://www.limboto.netfirms.com/info.htmlNomaden:KabupatenLimboto.13/10/200 6, 9:28:24.
HUISMANS, J. W. 1992. The pollution of lakes and reservoirs, UNEP Environment Library 12: 35 pp.
KHOSLA M.R., G.H. ALAN and L.A. PAUL 1995. Assessing water quality interdisciplinary problems and approaches. Interdisciplinary science reviews 20 (3):229-240.
KIRCHOFF, W. 1991. Water quality assessment based on physical, chemical and biological parameters for the Citarum River Basin. Paper presented in the Workshop on Water Quality Assesment and Standard Water Quality Management, Bandung: 12 pp.
LEWIS, W. M. Jr. 2000. Basis for the protection and management of tropical lakes, lake and reservoir. Research Management 5: 35 – 48.
MACKERETH, F.J.H., J. HERON and J.F. TALLING 1989. Water analysis . Freshwater Biological Association, Cumbria, UK: 120 pp.
McNEELY, R. N., NELMANIS, V. P. and L. DWYER 1979. Water quality source book. A guide to water quality parameter. Inland Waters Directorate. Water Quality Branch. Ottawa. Canada: 89 pp.
NOVOTNY, V. and H. OLEM 1994. Water quality, prevention, identification, and management of diffuse pollution. Van Nostrans Reinhold, New York: 1054 pp.
RYDING, S.O. and W. RAST 1989. The control of eutrophication of lakes and reservoirs. Man and Biosphere Series. Vol. I, The Parthenon Publishing Group: 314 pp.
SURYONO, T. dan Y. SUDARSO 2000. Klasifikasi status pencemaran air Sungai Citarum hulu. Limnotek VII (1): 37 – 49.
SURYONO, T., S. NOMOSATRYO dan E. MULYANA 2008. Tingkat kesuburan Danau-Danau di Sumatera Barat dan Bali. Limnotek XV (2): 99 – 111.
UNDANG-UNDANG RI No. 32 tahun 2009. Tanggal 3 Oktober 2009. Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140: 71 hal.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water quality assesments. Edited by Chapman, D. Chapman and Hall Ltd., London: 585 pp.
WETZEL, R. G. 2001. Limnology. Lake and River Ecosystem. 3th. Academic Press, New York, London: 1006 p.
Leave a comment