Sumapapua Menlh

Danau Limboto “Landmark” Ekosistem Gorontalo Yang Semakin Merana

Sumber: http://webcache.googleusercontent.com/sumapapua.net/

Ekosistem wilayah DAS Limboto-Bone-Bolango merupakan kesatuan dari tiga DAS yang  secara ekologi saling mempengaruhi. Namun demikian, fokus tulisan ini adalah DAS  Limboto dan keberadaan Danau Limboto yang berpengaruh terhadap daerah hilir DAS Bone dan DAS Bolango.

A. Menyusuri DAS Limboto-Bolango-Bone

Ekosistem wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto-Bolango-Bone terdiri dari  ekosistem DAS Limboto, DAS Bone, dan DAS Bolango yang berada dalam wilayah  administrasi Provinsi Gorontalo. Luas wilayah DAS Limboto-Bolango-Bone adalah  276.039,187 ha dan secara geografis wilayah DAS ini dapat dilihat pada peta berikut (gambar 1).

Gambar 1. Wilayah DAS Limboto-Bolango-Bone (Digital MIH, 2008)

Wilayah DAS Limboto-Bone-Bolango terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan  lindung dengan luas masing-masing sebesar 46.349,173 ha (17) % dan 229.690,01 ha (83,16 %).

Di dalam DAS Limboto-Bone-Bolango terdapat Danau Limboto seluas 3000 ha. Secara  administrative Danau Limboto berada di dua wilayah yaitu + 30 % di Kota Gorontalo dan  + 70 % di Kabupaten Gorontalo, yang meliputi 5 kecamatan. Danau Limboto  merupakan bagian penting dari ekosistem perairan kota Gorontalo, karena berbagai fungsi yang diembannya antara lain:

1. Sumberdaya Perikanan.

Kegiatan perikanan yang ada di dalam Danau  Limboto berupa pemanfaatan langsung, keramba apung (51.531 m2) dan bibilo  (cara penangkapan ikan menggunakan eceng gondok sebagai tempat hidup ikan seluas 131 ha).

Gambar 2. Kegiatan produksi perikanan Danau Limboto (Rustamrin, 2008)

2. Pengendali Banjir dan Kekeringan

Danau Limboto merupakan muara dari lima sungai besar yang berhulu di Kabupaten  Gorontalo. Lima sungai tersebut adalah: Sungai Alopohu, Sungai Meluopo, Sungai  Bionga, Sungai Marisa dan Sungai Rintenga, didalamnya terdapat pula + 23 anak  sungai yang mengalir. Danau Limboto mempunyai peran penting karena berfungsi  sebagai kolam pengendali banjir di musim hujan dan sebagai penampung yang menyediakan air di musim kemarau.

Danau Limboto juga merupakan hulu dari Sungai Tapodu yang muaranya menyatu  dengan Sungai Bolango kemudian Sungai Bone yang akhirnya bermuara di Teluk Tomini.

Area berwarna biru pada peta (gambar 3.) merupakan gambaran daerah genangan  banjir di wilayah DAS, daerah genangan banjir tersebut tersebar di dalam kawasan DAS Limboto-Bolango-Bone.

Gambar 3. Genangan Banjir Kawasan DAS Limboto-Bolango-Bone (Rustamrin, 2008.)

Di dalam wilayah DAS Limboto, daerah genangan banjir terluas berada di sekitar  Danau Limboto bagian Barat dan ke arah Utara yang merupakan wilayah kota Limboto. Di samping itu, daerah genangan banjir terdapat pula di sekitar sempadan  Sungai Alo, Sungai Pohu, dan Sungai Reksonegoro. Untuk wilayah DAS Bolango,  daerah genangan banjir berada di sekitar sempadan Sungai Bolango, sedangkan untuk DAS Bone, daerah genangan banjir berada di sekitar sempadan Sungai Bone,  Sungai Tamalate, dan Sungai Tapodu. Daerah genangan di sepanjang sungai akan  meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut. Sebaliknya komponen ekologi  sepanjang alur sungai dapat menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai.

Gambar 4. Kerusakan jembatan dan sisa material kayu pada kejadian banjir tahun 2006 di Gorontalo (PPLH Regional Sumapapua, 2006)

Terjadinya erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan tutupan lahan di wilayah  DAS Limboto Bolango Bone pada gilirannya akan menyebabkan sedimentasi yang  berpengaruh terhadap fungsi Danau Limboto, demikian pula pada daerah genangan  di sekitar sempadan sungai dan danau telah dimanfaatkan untuk pemukiman dan  pertanian akan menghilangkan fungsi area tersebut sebagai kolam retensi banjir  sehingga berdampak bagi wilayah Kota Gorontalo dan sekitarnya di bagian hilir DAS Limboto-Bolango-Bone, salah satu dampak seperti pada di atas (gambar 4.)

3. Sumber Air

Selain sebagai sumber air bersih bagi penduduk, air Danau Limboto juga digunakan untuk kegiatan irigasi, perikanan, dan pertanian.

Gambar 5. Pemanfaatan Danau Limboto untuk berbagai kegiatan (PPLH Regional Sumapapua, 2006)

4. Sebagai Obyek Wisata

Pemandangan yang indah menjadikan Danau Limboto juga bermanfaat sebagai  obyek wisata bagi penduduk lokal maupun pendatang dari luar. Rekreasi  memancing merupakan salah satu pilihan yang menarik orang untuk berkunjung ke  Danau Limboto. Selain itu keberadaan Benteng Otanaha yang bernilai sejarah juga  menjadi daya tarik tersendiri. Jika pengelolaan danau Limboto sebagai obyek wisata dilakukan secara optimal, akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

Gambar 6. Museum Pendaratan Ir. Soekarno, salah satu obyek wisata di Danau Limboto (PPLH Regional Sumapapua, 2006)

Dalam kawasan DAS Limboto-Bone-Bolango juga terdapat kawasan konservasi yaitu  Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Cangale. Menurut Kepres  Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan PP Nomor 26 tahun  2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, disebutkan bahwa taman nasional  dan cagar alam dikategorikan sebagai kawasan lindung yang di dalamnya dilarang melakukan kegiatan budidaya kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung.

Dalam DAS Limboto terdapat dua wilayah adminsitrasi pemerintah yaitu Kabupaten  Gorontalo dan sebagian kecil kota Gorontalo. Secara administrasi DAS Limboto berada  pada 9 (sembilan) kecamatan yaitu delapan kecamatan di Kabupaten Gorontalo dan 1  Kecamatan di Kota Gorontalo yang secara keseluruhan meliputi 70 desa. DAS ini merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bone-Bolango, dengan batas sebagai berikut:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan DAS Poso Atinggola,
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Batudaa-Bone Pantai,
  • Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Paguyaman, dan
  • Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Bolango.

Jumlah penduduk DAS Limboto berdasarkan data statistik tahun 2002 adalah 159.838  jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebasar 1.0 %. Tingkat kepadatan geografis  penduduk adalah 175,87 jiwa/km2 , sedangkan tingkat kepadatan agraris penduduk  mencapai 2,21 jiwa/ha. Mata pencarian penduduk sebagai besar adalah petani (75 %),  dengan sistem penguasaan lahan masih bersifat tradisional dan marginal. Dalam hal  luas lahan, tingkat legal kepemilikan lahan rendah demikian juga dengan akses terhadap  sumberdaya alam. Sebagian besar penduduk (75 %) memiliki luas lahan kurang dari 0.25 hektar.

B. Meneropong Kondisi Terkini

Kuaalitas Air

Perhitungan status mutu air dilakukan pada Sungai Bionga, Sungai Bolango, dan Sungai  Bone dengan menggunakan data hasil pemeriksaan kualitas air bagian hilir tahun 2008  yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi Informasi Provinsi  Gorontalo dan PT. Duta Teknik Utama. Karena penetapan kelas air untuk ketiga sungai  tersebut belum dilakukan maka perhitungan status mutu air dilakukan untuk setiap kelas air (Kelas air I s/d IV) agar diperoleh perbandingan status mutu air untuk setiap kelas.

Sungai Bone telah mengalami cemar sedang untuk kategori kelasi I, sehingga tidak  cocok lagi digunakan untuk peruntukan air minum, tetapi masih memenuhi baku mutu  untuk kategori kelas II, III, dan IV. Lain halnya dengan Sungai Bolango yang sudah  mengalami cemar sedang untuk semua kelas akibat adanya berbagai aktifitas di  sempadan sungai yang didominasi oleh kegiatan perkebunan, persawahan, pertanian,  dan domestik. Sementara itu, untuk Sungai Bone pada setiap kelas masih memenuhi baku mutu kelas air, Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 7.

Gambar 7. Status Mutu Air beberapa Sungai Utama di DAS Limboto,

Hidrologi

Banjir dan kekeringan merupakan indikator terganggunya sistem hidrologi DAS Limboto- Bolango-Bone. Hal ini terjadi karena tutupan lahan berupa hutan dalam DAS tersebut telah berkurang, terutama pada kawasan lindung, seperti terlihat pada peta berikut (gambar 7).

Gambar 7. Tutupan lahan kawasan lindung (analisis digital MIH, 2008)

Dari keseluruhan luas kawasan lindung yang ada di DAS Limboto-Bolango-Bone seluas  229.690,01, hanya 66,38 % penutupan lahannya masih sesuai dengan fungsi kawasan  lindung dengan tutupan lahan berupa hutan alam dan hutan lahan kering. Sementara  sisanya sebesar 33,62% digunakan untuk pemanfaatan lain yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung.

Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto Bolango Bone menjarah kawasan hutan lindung.  Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah pertanian lahan kering untuk  tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan sebagainya. Kegiatan peladangan berpindah,  pembakaran lahan, penebangan liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai  pihak. Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada DAS  Limboto Bolango Bone ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas  (HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran.

Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada  menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto  mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mm/tahun (BP DAS Bone Bolango, 2004).

Penggunaan kawasan lindung untuk kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung seperti diperlihatkan dalam tabel 2.

Hilangnya sebagian tutupan lahan berupa hutan mengakibatkan berkurangnya resapan air  dan meningkatnya aliran permukaan yang mengalir ke sungai. Terjadinya banjir di DAS  Limboto Bolango Bone bagian hilir akan semakin diperparah jika sungai-sungai yang  mengalir ke Danau Limboto terganggu komponen alamiahnya akibat pelurusan,  pembuatan tanggul, dan sudetan karena komponen abiotik (material penyusun dasar  sungai, meander sungai, delta sungai) dan komponen biotik (vegetasi di sepanjang  bantaran sungai, vegetasi di tebing kanan kiri sungai, dan vegetasi dasar sungai) tidak lagi  mempunyai kemampuan menahan aliran air relatif lebih lama di bagian hulu sehingga terjadi  peningkatan debit aliran sungai (flow discharge) di hilir yang memicu terjadinya banjir  (Maryono, 2005). Pemanfaatan sungai dengan tidak merubah kondisi alamiah sungai akan mempertahankan fungsinya sebagai pengendali banjir.

Selain banjir, berkurangnya tutupan lahan berupa hutan juga akan menimbulkan kekeringan  dimusim kemarau, karena aliran permukaan yang terbuang meningkat dan air yang tersimpan sangat sedikit sehingga terjadi kekurangan air dimusim kemarau.

Banjir dan kekeringan yang susul menyusul dan saling memperparah ini mesti ditanggulangi  secara komprehensif dengan meningkatkan retensi air dibagian hulu, tengah, dan hilir serta  menahan air di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, dan badan sungai di bagian  hulu, tengah, dan hilir. Peningkatan retensi air dilakukan dengan mempertahankan  keberadaan kawasan lindung dengan tidak melakukan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung sehingga fungsinya dapat terpelihara.

Danau Limboto sebagai salah satu pengatur tata air dalam sistem DAS Limboto Bolango  Bone saat ini menghadapi berbagai permasalahan yaitu penyusutan luas dan pendangkalan. Perubahan luas dan kedalaman Danau Limboto dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada tabel 3 di atas terlihat bahwa luas dan kedalaman Danau Limboto mengalami  penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari tahun 1932 luas 7.000 ha dengan kedalaman 30  m berkurang pada tahun 2007 menjadi luas 2.571 ha dengan kedalaman 2 – 3 m.  Sedimentasi tersebut bersumber dari dua sungai yaitu Sungai Bionga dan Sungai Alo-Pohu  masing-masing dengan laju sebesar 0,1282 kg/detik dan 0,0342 kg/detik. Sedimentasi yang  terus berlangsung akan menyebabkan penurunan daya tampung danau, sehingga memicu  terjadi banjir. Banjir hampir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir yaitu di Kecamatan Limboto, Batudaa dan Telaga.

Di samping potensi banjir, pendangkalan danau juga menyebabkan munculnya tanah-tanah  timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini sudah diokupasi dan di’kapling’  oleh masyarakat yang seakan-akan dijadikan hak milik dan dimanfaatkan untuk berbagai  peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkambungan (1272 hektar),  dan peruntukan lainnya (42 hektar). Tanah-tanah tersebut. Hal ini menimbulkan kerawanan  sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati (kehati) di dalam perairan DAS di antaranya adalah berbagai jenis  ikan yang hidup di Danau Limboto. Populasi ikan spesifik seperti ikan huluu, payangga,  gabus, udang saat ini mengalami penurunan sementara beberapa jenis ikan lainnya sudah  punah seperti mangaheto (sejenis bobara warna merah), botua (sejenis mujair berwarna  putih tanpa sisik), bulaloa (sejenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan  boidelo (sejenis tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Menurunnya jumlah dan jenis ikan  tertentu merupakan indikasi terganggunya Danau Limboto sebagai rumah para ikan  tersebut. Gangguan tersebut bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di  dalam kawasan danau. Aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik dan  aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau menyebabkan penurunan kualitas air  danau, sedimentasi danau dan eutrofikasi. Selain itu masyarakat juga banyak melakukan  penangkapan ikan dengan menggunakan racun (potas), bom ikan dan alat penangkap skala  besar merajalela sehingga mengakibatkan penurunan keragaman genetik ikan dan biota air  lainnya serta menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air danau salah satunya  ditunjukkan oleh permukaan danau yang tertutupi oleh eceng gondok seluas 30 % dari luas danau (gambar 8.)

Gambar 8. Kawasan Sempadan Danau dan Eceng Gondok di perairan Danau Limboto (PPLH Regional Sumapapua, 2006).

Hasil pemeriksaan kualitas air danau pada tahun 2006 yang dibandingkan dengan status  mutu air kelas II dalam PP No. 82 tahun 2001 , kadar oksigen terlarut di pinggir dan tengah  danau rendah (2,96 mg/l), sementara TDS di pinggir dan tengah danau masing-masing  3.260mg/l dan 3.030 mg/l lebih tinggi dari nilai baku mutu (KA-Amdal Pengendalian Banjir  Wilayah Sungai Limboto Bolango Bone, 2008). Sementara hasil pemeriksaan Sub Dinas  Pengairan PU Sulut tahun 2000 bakteri coliform 5 kali dari batas maksimum yang  diperbolehkan (LBB Master Plan Interim Report, SubDinas Pengairan PU Sulut 2000).  Logam-logam berat seperti Cd, Hg, Pb, dan Cr6+, serta Se, AS, Zn, FE, dan MN juga terdeteksi di perairan Danau Limboto.

Sempadan Danau dan Sungai

Luas sempadan Danau Limboto adalah 292,11 Ha yang seluruh penutupan lahannya tidak  lagi berupa hutan. Tutupan lahan saat ini didominasi oleh semak belukar (58,51%) dan  perkebunan (34,95%), sisanya berupa sawah (6,54%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.

Gambaran kondisi tutupan lahan pada sempadan Danau Limboto terlihat pada peta google earth berikut (gambar 9.)

Gambar 9. Tutupan Lahan di sempadan Danau Limboto-buffer 100 m (diolah dari Google Earth, 2008)

Sementara kawasan sempadan sungai DAS Limboto Bolango Bone, seluas 6.400,01 Ha  hanya sekitar 2.001,29 Ha atau 31,27 % yang pemanfaatannya masih sesuai dengan fungsi  kawasan lindung dengan kelas penutupan lahan berupa hutan lahan kering dan hutan  campuran. Sekitar 68,7 % pemanfaatannya sudah tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung dengan kelas penutupan lahan seperti disajikan dalam tabel 5.

Gambaran kondisi tutupan lahan pada sempadan sungai di DAS Limboto-Bolango-Bone terlihat pada peta google earth berikut (gambar 10.)

Gambar 10. Tutupan Lahan di sempadan sungai Bolango bagian hulu (buffer 100 m) (diolah dari Google Earth, 2008)

Pemanfaatan sempadan sungai dan danau untuk kegiatan lain seperti disajikan dalam tabel  4 dan 5 menyebabkan hilangnya vegetasi asli dan rusaknya ekosistem riparian sehingga  menyebabkan sungai-sungai tersebut tidak memiliki filter untuk menahan sediment dan  menahan berbagai bahan pencemar air sungai lainnya yang akhirnya menyebabkan sedimentasi dan penurunan kualitas air.

Kawasan Konservasi

Dalam wilayah DAS Limboto Bone Bolango terdapat 2 kawasan konservasi yang secara  keseluruhan luasnya 121.659,36 Ha meliputi yaitu Cagar Alam Tangale seluas 1.136,65 Ha, dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone seluas 120.522,71 Ha.

Secara keseluruhan Cagar Alam Tangale tidak berfungsi lagi sebagai kawasan lindung  karena pemanfaatannya sudah dialihkan untuk kegiatan lain yaitu untuk perkebunan dan  selebihnya berupa semak belukar. Sementara untuk Taman Nasional Bogani Nani  Wartabone sekitar 95,64 % penutupan lahannya masih berupa hutan alam dan hutan lahan kering dan sekitar 4,36 % sudah beralih fungsi untuk kegiatan lain seperti ditunjukkan dalam Tabel 6

C. Upaya Pengelolaan

Upaya-upaya penanggulangan masalah penyusutan areal danau dan pendangkalan telah  lama dilakukan tetapi belum menampakkan hasil yang nyata. Berbagai upaya yang telah  dilakukan selama ini oleh berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi kesehatan Danau Limboto serta memulihkan ekosistem DAS Limboto antara lain adalah:

  • Pada tahun 1996, CIDA melalui Proyek Pembinaan Pengairan Sulawesi Utara  (P3SU) telah menyusun Rencana Induk Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai  Limboto-Bolanga-Bone (Limboto-Bolanga-Bone Basin Water Management Master Plan).  Tujuan dari remcama induk ini adalah menyediakan instrument koordinasi dan  perencanaan untuk aplikasi pengelolan sumberdaya air secara terpadu, serta  mengarahkan para pengambil keputusan untuk mengelola wilayah sungai secara optimal dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.
  • Pada tahun 2002, JICA juga menyusun tujuh buah dokumen Study on Flood Control  and Water Management in Limboto-Bolanga-Bone Basin. Tujuan dari studi ini adalah  untuk merumuskan rencana induk pengendalian banjir dan pengelolaan sumberdaya air  secara berkelanjutan di WS Limboto-Bolango-Bone, dan untuk melakukan studi kelayakan proyek-proyek prioritas.
  • Pada tahun 2003 JICA-DEPHUT, BP DAS Bone Bolangga, dan Lembaga Pengkajian  Pengembangan Pembangunan Gorontala (LP2G) telah menyusun dan mengembangkan  konsep Pengelolaan DAS Limboto secara Terpadu dan Sinergis. Melalui proses diskusi  dengan berbagai pihak terkait (Stakeholder), lembaga-lembaga ini telah berhasil  melakukan pemetaan hasil diskusi para pihak dan diskusi kampung pengelolaan DAS  Limboto. Pemetaan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Bagian Hulu, Bagian  Tengah, dan Bagian Hilir. Setiap bagian memetakan factor-faktor penyebab kerusakan,  langkah penanggulangan, aktor yang diharapkan terlibat, serta program prioritas.  Disamping itu juga, dihasilkan Matrik Rencana Program Strategies dan Bentuk Kegiatan  untuk Masing-Maisng tingkatan Kawasan DAS Limboto Propinsi Gorontalo.
  • Pada tahun 2004 Tim Pokja DAS Limboto melakukan survey existing kondisi Danau Limboto.
  • Pada tahun 2004 BP DAS Bone Bolanga telah menyusun Rencana Teknis Lapangan  Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Limboto. Rencana Teknis Lapangan ini  merupakan rencana dasar kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah: reboisasi,  penghijauan, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, konservasi tanah, pengendalian  perladangan berpindah dan kegiatan penyuluhan RTLKT. Jika semua kegiatan-kegiatan  yang diusulkan dalam RTL ini dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan semua  pihak di DAS Limboto dengan baik, maka tingkat erosi dan sedimentasi dapat ditunkan  sampai pada ambang batas yang diperkenankan, koefiien regiom sungai (KRS) dapat  diturunkan, sehingga gap debit maksimum tidak berbeda jauh dengan debit minimum, kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
  • Balibangpedalda Gorontalo menyelanggarakan semiloka Penanganan Danau  Limboto dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup pada tanggal 16 Juni 2005  di Gorontalo. Semiloka tersebut merekomendasikan beberapa hal penting, yaitu: (1)  Pembentukan Tim atau Badan Pengelola Danau Limboto melalui PERDA; (2)  Penyusunan Neraca SDA spasial dan tataruang Danau Limboto; (3) Pemetaan Kondisi  Fisik dan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar Danau Limboto; (4) Penghijauan pada  daerah tangkapan untuk mebgurangi erosi dan sedimentasi; (5) Penetapan batas terluar  danau untuk mempertahankan luasan yang ada; (6) Pendataan kepemilikan dan status  lahan yang dikuasai masyarakat; (7) Sinergitas program penanganan Danau Limboto  melalui koordinasi antara instansi; (8) Penyusunan PERDA Pengelolaan Ekosistem  Danau; (9) Pembentukan kawasan lestari; (10) Pencegahan illegal logging; (11)  Sosialisasi pemanfaatan danau dengan asas lestari; (12) Pemberdayaan masyarakat  pesisir Danau Limboto; (13) Penyelamatan Danau Limboto sebagai prioritas program  2006; (14) Peningkatan kerjasama penanganan Danau Limboto. Kegiatan yang sedang  dilakukan oleh Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo meliputi (1) Zonasi DAS Limboto  untuk penetapan Kawasan Hulu, Hilir dan Kawasan Penyangga menggunakan foto  udara dan citra satelit dan (2) Analisis kualitas air Danau Limboto berkerjasama dengan  Kementrian Lingkungan Hidup. Agar diperoleh hasil maksimal dalam penanganan  Danau Limboto maka diperlukan program yang komprehensif untuk menyelamatkan Danau Limboto.
  • Pada tahun 2005 Balitbangpedalda Propinsi Gorontalo, dengan bantuan dana dari  Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan kegiatan penanaman tanaman jarak  pagar (Jatropha curcas) di lahan-lahan kritis dan di areal pesisir danau Limboto.  Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kongret/tindakan nyata pemulihan  kesehatan ekosistem danau Limboto. Ada dua manfaat yang didapat melalui kegiatan  ini. Di satu pihak kegiatan dapat memulihkan kualitas lingkungan di DAS Limboto, di lain  pihak kegiatan ini juga bisa memberikan konstribusi terhadap pengembangan energi  hijau dan terbarukan (renewable energy) berupa energi biodiesel dalam rangka mengatasi krisis BBM dan menanggulangi kemiskinan.
  • Pembuatan Perda No 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Danau Limboto.
  • Kegiatan Pengendalian Banjir Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone 2008 yang  dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi II

Leave a comment