Sumapapua Menlh
Danau Limboto “Landmark” Ekosistem Gorontalo Yang Semakin Merana
Sumber: http://webcache.googleusercontent.com/sumapapua.net/
Ekosistem wilayah DAS Limboto-Bone-Bolango merupakan kesatuan dari tiga DAS yang secara ekologi saling mempengaruhi. Namun demikian, fokus tulisan ini adalah DAS Limboto dan keberadaan Danau Limboto yang berpengaruh terhadap daerah hilir DAS Bone dan DAS Bolango.
A. Menyusuri DAS Limboto-Bolango-Bone
Ekosistem wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto-Bolango-Bone terdiri dari ekosistem DAS Limboto, DAS Bone, dan DAS Bolango yang berada dalam wilayah administrasi Provinsi Gorontalo. Luas wilayah DAS Limboto-Bolango-Bone adalah 276.039,187 ha dan secara geografis wilayah DAS ini dapat dilihat pada peta berikut (gambar 1).
Wilayah DAS Limboto-Bone-Bolango terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung dengan luas masing-masing sebesar 46.349,173 ha (17) % dan 229.690,01 ha (83,16 %).
Di dalam DAS Limboto-Bone-Bolango terdapat Danau Limboto seluas 3000 ha. Secara administrative Danau Limboto berada di dua wilayah yaitu + 30 % di Kota Gorontalo dan + 70 % di Kabupaten Gorontalo, yang meliputi 5 kecamatan. Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan kota Gorontalo, karena berbagai fungsi yang diembannya antara lain:
1. Sumberdaya Perikanan.
Kegiatan perikanan yang ada di dalam Danau Limboto berupa pemanfaatan langsung, keramba apung (51.531 m2) dan bibilo (cara penangkapan ikan menggunakan eceng gondok sebagai tempat hidup ikan seluas 131 ha).
2. Pengendali Banjir dan Kekeringan
Danau Limboto merupakan muara dari lima sungai besar yang berhulu di Kabupaten Gorontalo. Lima sungai tersebut adalah: Sungai Alopohu, Sungai Meluopo, Sungai Bionga, Sungai Marisa dan Sungai Rintenga, didalamnya terdapat pula + 23 anak sungai yang mengalir. Danau Limboto mempunyai peran penting karena berfungsi sebagai kolam pengendali banjir di musim hujan dan sebagai penampung yang menyediakan air di musim kemarau.
Danau Limboto juga merupakan hulu dari Sungai Tapodu yang muaranya menyatu dengan Sungai Bolango kemudian Sungai Bone yang akhirnya bermuara di Teluk Tomini.
Area berwarna biru pada peta (gambar 3.) merupakan gambaran daerah genangan banjir di wilayah DAS, daerah genangan banjir tersebut tersebar di dalam kawasan DAS Limboto-Bolango-Bone.
Di dalam wilayah DAS Limboto, daerah genangan banjir terluas berada di sekitar Danau Limboto bagian Barat dan ke arah Utara yang merupakan wilayah kota Limboto. Di samping itu, daerah genangan banjir terdapat pula di sekitar sempadan Sungai Alo, Sungai Pohu, dan Sungai Reksonegoro. Untuk wilayah DAS Bolango, daerah genangan banjir berada di sekitar sempadan Sungai Bolango, sedangkan untuk DAS Bone, daerah genangan banjir berada di sekitar sempadan Sungai Bone, Sungai Tamalate, dan Sungai Tapodu. Daerah genangan di sepanjang sungai akan meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut. Sebaliknya komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai.
Terjadinya erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan tutupan lahan di wilayah DAS Limboto Bolango Bone pada gilirannya akan menyebabkan sedimentasi yang berpengaruh terhadap fungsi Danau Limboto, demikian pula pada daerah genangan di sekitar sempadan sungai dan danau telah dimanfaatkan untuk pemukiman dan pertanian akan menghilangkan fungsi area tersebut sebagai kolam retensi banjir sehingga berdampak bagi wilayah Kota Gorontalo dan sekitarnya di bagian hilir DAS Limboto-Bolango-Bone, salah satu dampak seperti pada di atas (gambar 4.)
3. Sumber Air
Selain sebagai sumber air bersih bagi penduduk, air Danau Limboto juga digunakan untuk kegiatan irigasi, perikanan, dan pertanian.
4. Sebagai Obyek Wisata
Pemandangan yang indah menjadikan Danau Limboto juga bermanfaat sebagai obyek wisata bagi penduduk lokal maupun pendatang dari luar. Rekreasi memancing merupakan salah satu pilihan yang menarik orang untuk berkunjung ke Danau Limboto. Selain itu keberadaan Benteng Otanaha yang bernilai sejarah juga menjadi daya tarik tersendiri. Jika pengelolaan danau Limboto sebagai obyek wisata dilakukan secara optimal, akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam kawasan DAS Limboto-Bone-Bolango juga terdapat kawasan konservasi yaitu Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Cangale. Menurut Kepres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, disebutkan bahwa taman nasional dan cagar alam dikategorikan sebagai kawasan lindung yang di dalamnya dilarang melakukan kegiatan budidaya kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung.
Dalam DAS Limboto terdapat dua wilayah adminsitrasi pemerintah yaitu Kabupaten Gorontalo dan sebagian kecil kota Gorontalo. Secara administrasi DAS Limboto berada pada 9 (sembilan) kecamatan yaitu delapan kecamatan di Kabupaten Gorontalo dan 1 Kecamatan di Kota Gorontalo yang secara keseluruhan meliputi 70 desa. DAS ini merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bone-Bolango, dengan batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan DAS Poso Atinggola,
- Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Batudaa-Bone Pantai,
- Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Paguyaman, dan
- Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Bolango.
Jumlah penduduk DAS Limboto berdasarkan data statistik tahun 2002 adalah 159.838 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebasar 1.0 %. Tingkat kepadatan geografis penduduk adalah 175,87 jiwa/km2 , sedangkan tingkat kepadatan agraris penduduk mencapai 2,21 jiwa/ha. Mata pencarian penduduk sebagai besar adalah petani (75 %), dengan sistem penguasaan lahan masih bersifat tradisional dan marginal. Dalam hal luas lahan, tingkat legal kepemilikan lahan rendah demikian juga dengan akses terhadap sumberdaya alam. Sebagian besar penduduk (75 %) memiliki luas lahan kurang dari 0.25 hektar.
B. Meneropong Kondisi Terkini
Kuaalitas Air
Perhitungan status mutu air dilakukan pada Sungai Bionga, Sungai Bolango, dan Sungai Bone dengan menggunakan data hasil pemeriksaan kualitas air bagian hilir tahun 2008 yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo dan PT. Duta Teknik Utama. Karena penetapan kelas air untuk ketiga sungai tersebut belum dilakukan maka perhitungan status mutu air dilakukan untuk setiap kelas air (Kelas air I s/d IV) agar diperoleh perbandingan status mutu air untuk setiap kelas.
Sungai Bone telah mengalami cemar sedang untuk kategori kelasi I, sehingga tidak cocok lagi digunakan untuk peruntukan air minum, tetapi masih memenuhi baku mutu untuk kategori kelas II, III, dan IV. Lain halnya dengan Sungai Bolango yang sudah mengalami cemar sedang untuk semua kelas akibat adanya berbagai aktifitas di sempadan sungai yang didominasi oleh kegiatan perkebunan, persawahan, pertanian, dan domestik. Sementara itu, untuk Sungai Bone pada setiap kelas masih memenuhi baku mutu kelas air, Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 7.
Hidrologi
Banjir dan kekeringan merupakan indikator terganggunya sistem hidrologi DAS Limboto- Bolango-Bone. Hal ini terjadi karena tutupan lahan berupa hutan dalam DAS tersebut telah berkurang, terutama pada kawasan lindung, seperti terlihat pada peta berikut (gambar 7).
Dari keseluruhan luas kawasan lindung yang ada di DAS Limboto-Bolango-Bone seluas 229.690,01, hanya 66,38 % penutupan lahannya masih sesuai dengan fungsi kawasan lindung dengan tutupan lahan berupa hutan alam dan hutan lahan kering. Sementara sisanya sebesar 33,62% digunakan untuk pemanfaatan lain yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung.
Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto Bolango Bone menjarah kawasan hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah pertanian lahan kering untuk tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan sebagainya. Kegiatan peladangan berpindah, pembakaran lahan, penebangan liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak. Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada DAS Limboto Bolango Bone ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran.
Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mm/tahun (BP DAS Bone Bolango, 2004).
Penggunaan kawasan lindung untuk kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung seperti diperlihatkan dalam tabel 2.
Hilangnya sebagian tutupan lahan berupa hutan mengakibatkan berkurangnya resapan air dan meningkatnya aliran permukaan yang mengalir ke sungai. Terjadinya banjir di DAS Limboto Bolango Bone bagian hilir akan semakin diperparah jika sungai-sungai yang mengalir ke Danau Limboto terganggu komponen alamiahnya akibat pelurusan, pembuatan tanggul, dan sudetan karena komponen abiotik (material penyusun dasar sungai, meander sungai, delta sungai) dan komponen biotik (vegetasi di sepanjang bantaran sungai, vegetasi di tebing kanan kiri sungai, dan vegetasi dasar sungai) tidak lagi mempunyai kemampuan menahan aliran air relatif lebih lama di bagian hulu sehingga terjadi peningkatan debit aliran sungai (flow discharge) di hilir yang memicu terjadinya banjir (Maryono, 2005). Pemanfaatan sungai dengan tidak merubah kondisi alamiah sungai akan mempertahankan fungsinya sebagai pengendali banjir.
Selain banjir, berkurangnya tutupan lahan berupa hutan juga akan menimbulkan kekeringan dimusim kemarau, karena aliran permukaan yang terbuang meningkat dan air yang tersimpan sangat sedikit sehingga terjadi kekurangan air dimusim kemarau.
Banjir dan kekeringan yang susul menyusul dan saling memperparah ini mesti ditanggulangi secara komprehensif dengan meningkatkan retensi air dibagian hulu, tengah, dan hilir serta menahan air di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, dan badan sungai di bagian hulu, tengah, dan hilir. Peningkatan retensi air dilakukan dengan mempertahankan keberadaan kawasan lindung dengan tidak melakukan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung sehingga fungsinya dapat terpelihara.
Danau Limboto sebagai salah satu pengatur tata air dalam sistem DAS Limboto Bolango Bone saat ini menghadapi berbagai permasalahan yaitu penyusutan luas dan pendangkalan. Perubahan luas dan kedalaman Danau Limboto dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada tabel 3 di atas terlihat bahwa luas dan kedalaman Danau Limboto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari tahun 1932 luas 7.000 ha dengan kedalaman 30 m berkurang pada tahun 2007 menjadi luas 2.571 ha dengan kedalaman 2 – 3 m. Sedimentasi tersebut bersumber dari dua sungai yaitu Sungai Bionga dan Sungai Alo-Pohu masing-masing dengan laju sebesar 0,1282 kg/detik dan 0,0342 kg/detik. Sedimentasi yang terus berlangsung akan menyebabkan penurunan daya tampung danau, sehingga memicu terjadi banjir. Banjir hampir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir yaitu di Kecamatan Limboto, Batudaa dan Telaga.
Di samping potensi banjir, pendangkalan danau juga menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini sudah diokupasi dan di’kapling’ oleh masyarakat yang seakan-akan dijadikan hak milik dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkambungan (1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Tanah-tanah tersebut. Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (kehati) di dalam perairan DAS di antaranya adalah berbagai jenis ikan yang hidup di Danau Limboto. Populasi ikan spesifik seperti ikan huluu, payangga, gabus, udang saat ini mengalami penurunan sementara beberapa jenis ikan lainnya sudah punah seperti mangaheto (sejenis bobara warna merah), botua (sejenis mujair berwarna putih tanpa sisik), bulaloa (sejenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan boidelo (sejenis tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Menurunnya jumlah dan jenis ikan tertentu merupakan indikasi terganggunya Danau Limboto sebagai rumah para ikan tersebut. Gangguan tersebut bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau. Aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah domestik dan aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau menyebabkan penurunan kualitas air danau, sedimentasi danau dan eutrofikasi. Selain itu masyarakat juga banyak melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan racun (potas), bom ikan dan alat penangkap skala besar merajalela sehingga mengakibatkan penurunan keragaman genetik ikan dan biota air lainnya serta menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air danau salah satunya ditunjukkan oleh permukaan danau yang tertutupi oleh eceng gondok seluas 30 % dari luas danau (gambar 8.)
Hasil pemeriksaan kualitas air danau pada tahun 2006 yang dibandingkan dengan status mutu air kelas II dalam PP No. 82 tahun 2001 , kadar oksigen terlarut di pinggir dan tengah danau rendah (2,96 mg/l), sementara TDS di pinggir dan tengah danau masing-masing 3.260mg/l dan 3.030 mg/l lebih tinggi dari nilai baku mutu (KA-Amdal Pengendalian Banjir Wilayah Sungai Limboto Bolango Bone, 2008). Sementara hasil pemeriksaan Sub Dinas Pengairan PU Sulut tahun 2000 bakteri coliform 5 kali dari batas maksimum yang diperbolehkan (LBB Master Plan Interim Report, SubDinas Pengairan PU Sulut 2000). Logam-logam berat seperti Cd, Hg, Pb, dan Cr6+, serta Se, AS, Zn, FE, dan MN juga terdeteksi di perairan Danau Limboto.
Sempadan Danau dan Sungai
Luas sempadan Danau Limboto adalah 292,11 Ha yang seluruh penutupan lahannya tidak lagi berupa hutan. Tutupan lahan saat ini didominasi oleh semak belukar (58,51%) dan perkebunan (34,95%), sisanya berupa sawah (6,54%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.
Gambaran kondisi tutupan lahan pada sempadan Danau Limboto terlihat pada peta google earth berikut (gambar 9.)
Sementara kawasan sempadan sungai DAS Limboto Bolango Bone, seluas 6.400,01 Ha hanya sekitar 2.001,29 Ha atau 31,27 % yang pemanfaatannya masih sesuai dengan fungsi kawasan lindung dengan kelas penutupan lahan berupa hutan lahan kering dan hutan campuran. Sekitar 68,7 % pemanfaatannya sudah tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung dengan kelas penutupan lahan seperti disajikan dalam tabel 5.
Gambaran kondisi tutupan lahan pada sempadan sungai di DAS Limboto-Bolango-Bone terlihat pada peta google earth berikut (gambar 10.)
Pemanfaatan sempadan sungai dan danau untuk kegiatan lain seperti disajikan dalam tabel 4 dan 5 menyebabkan hilangnya vegetasi asli dan rusaknya ekosistem riparian sehingga menyebabkan sungai-sungai tersebut tidak memiliki filter untuk menahan sediment dan menahan berbagai bahan pencemar air sungai lainnya yang akhirnya menyebabkan sedimentasi dan penurunan kualitas air.
Kawasan Konservasi
Dalam wilayah DAS Limboto Bone Bolango terdapat 2 kawasan konservasi yang secara keseluruhan luasnya 121.659,36 Ha meliputi yaitu Cagar Alam Tangale seluas 1.136,65 Ha, dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone seluas 120.522,71 Ha.
Secara keseluruhan Cagar Alam Tangale tidak berfungsi lagi sebagai kawasan lindung karena pemanfaatannya sudah dialihkan untuk kegiatan lain yaitu untuk perkebunan dan selebihnya berupa semak belukar. Sementara untuk Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sekitar 95,64 % penutupan lahannya masih berupa hutan alam dan hutan lahan kering dan sekitar 4,36 % sudah beralih fungsi untuk kegiatan lain seperti ditunjukkan dalam Tabel 6
C. Upaya Pengelolaan
Upaya-upaya penanggulangan masalah penyusutan areal danau dan pendangkalan telah lama dilakukan tetapi belum menampakkan hasil yang nyata. Berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini oleh berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi kesehatan Danau Limboto serta memulihkan ekosistem DAS Limboto antara lain adalah:
- Pada tahun 1996, CIDA melalui Proyek Pembinaan Pengairan Sulawesi Utara (P3SU) telah menyusun Rencana Induk Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Limboto-Bolanga-Bone (Limboto-Bolanga-Bone Basin Water Management Master Plan). Tujuan dari remcama induk ini adalah menyediakan instrument koordinasi dan perencanaan untuk aplikasi pengelolan sumberdaya air secara terpadu, serta mengarahkan para pengambil keputusan untuk mengelola wilayah sungai secara optimal dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi dan sosial.
- Pada tahun 2002, JICA juga menyusun tujuh buah dokumen Study on Flood Control and Water Management in Limboto-Bolanga-Bone Basin. Tujuan dari studi ini adalah untuk merumuskan rencana induk pengendalian banjir dan pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan di WS Limboto-Bolango-Bone, dan untuk melakukan studi kelayakan proyek-proyek prioritas.
- Pada tahun 2003 JICA-DEPHUT, BP DAS Bone Bolangga, dan Lembaga Pengkajian Pengembangan Pembangunan Gorontala (LP2G) telah menyusun dan mengembangkan konsep Pengelolaan DAS Limboto secara Terpadu dan Sinergis. Melalui proses diskusi dengan berbagai pihak terkait (Stakeholder), lembaga-lembaga ini telah berhasil melakukan pemetaan hasil diskusi para pihak dan diskusi kampung pengelolaan DAS Limboto. Pemetaan tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Bagian Hulu, Bagian Tengah, dan Bagian Hilir. Setiap bagian memetakan factor-faktor penyebab kerusakan, langkah penanggulangan, aktor yang diharapkan terlibat, serta program prioritas. Disamping itu juga, dihasilkan Matrik Rencana Program Strategies dan Bentuk Kegiatan untuk Masing-Maisng tingkatan Kawasan DAS Limboto Propinsi Gorontalo.
- Pada tahun 2004 Tim Pokja DAS Limboto melakukan survey existing kondisi Danau Limboto.
- Pada tahun 2004 BP DAS Bone Bolanga telah menyusun Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Limboto. Rencana Teknis Lapangan ini merupakan rencana dasar kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah: reboisasi, penghijauan, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, konservasi tanah, pengendalian perladangan berpindah dan kegiatan penyuluhan RTLKT. Jika semua kegiatan-kegiatan yang diusulkan dalam RTL ini dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan semua pihak di DAS Limboto dengan baik, maka tingkat erosi dan sedimentasi dapat ditunkan sampai pada ambang batas yang diperkenankan, koefiien regiom sungai (KRS) dapat diturunkan, sehingga gap debit maksimum tidak berbeda jauh dengan debit minimum, kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
- Balibangpedalda Gorontalo menyelanggarakan semiloka Penanganan Danau Limboto dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup pada tanggal 16 Juni 2005 di Gorontalo. Semiloka tersebut merekomendasikan beberapa hal penting, yaitu: (1) Pembentukan Tim atau Badan Pengelola Danau Limboto melalui PERDA; (2) Penyusunan Neraca SDA spasial dan tataruang Danau Limboto; (3) Pemetaan Kondisi Fisik dan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar Danau Limboto; (4) Penghijauan pada daerah tangkapan untuk mebgurangi erosi dan sedimentasi; (5) Penetapan batas terluar danau untuk mempertahankan luasan yang ada; (6) Pendataan kepemilikan dan status lahan yang dikuasai masyarakat; (7) Sinergitas program penanganan Danau Limboto melalui koordinasi antara instansi; (8) Penyusunan PERDA Pengelolaan Ekosistem Danau; (9) Pembentukan kawasan lestari; (10) Pencegahan illegal logging; (11) Sosialisasi pemanfaatan danau dengan asas lestari; (12) Pemberdayaan masyarakat pesisir Danau Limboto; (13) Penyelamatan Danau Limboto sebagai prioritas program 2006; (14) Peningkatan kerjasama penanganan Danau Limboto. Kegiatan yang sedang dilakukan oleh Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo meliputi (1) Zonasi DAS Limboto untuk penetapan Kawasan Hulu, Hilir dan Kawasan Penyangga menggunakan foto udara dan citra satelit dan (2) Analisis kualitas air Danau Limboto berkerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup. Agar diperoleh hasil maksimal dalam penanganan Danau Limboto maka diperlukan program yang komprehensif untuk menyelamatkan Danau Limboto.
- Pada tahun 2005 Balitbangpedalda Propinsi Gorontalo, dengan bantuan dana dari Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan kegiatan penanaman tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di lahan-lahan kritis dan di areal pesisir danau Limboto. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kongret/tindakan nyata pemulihan kesehatan ekosistem danau Limboto. Ada dua manfaat yang didapat melalui kegiatan ini. Di satu pihak kegiatan dapat memulihkan kualitas lingkungan di DAS Limboto, di lain pihak kegiatan ini juga bisa memberikan konstribusi terhadap pengembangan energi hijau dan terbarukan (renewable energy) berupa energi biodiesel dalam rangka mengatasi krisis BBM dan menanggulangi kemiskinan.
- Pembuatan Perda No 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Danau Limboto.
- Kegiatan Pengendalian Banjir Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone 2008 yang dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi II
Leave a comment