1 Pendahuluan

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

MARGANOF

SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR, BOGOR, 2007

I  PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih  dari 5.000 km2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995),  namun status kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini sudah sangat  memprihatinkan. Pada saat ini fungsi dan manfaat danau dirasakan sudah semakin  berkurang. Fenomena ini disebabkan oleh terjadinya pencemaran dan kerusakan  lingkungan perairan danau serta koordinasi antar sektoral dalam pengelolaannya yang sangat lemah atau hampir tidak ada sama sekali (Sumarwoto et al., 2004).

Pencemaran yang terjadi di perairan danau, merupakan masalah penting  yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan  beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau.  Sumber-sumber bahan pencemar tersebut antara lain berasal dari kegiatan  produktif dan non-produktif di upland (lahan atas), dari permukiman dan dari  kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu sendiri, dan sebagainya.  Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari beberapa  macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan bahan-bahan lainnya.

Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya  penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis  peruntukannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan  sebagainya. Selain itu, pencemaran juga dapat menyebabkan hilangnya  keanekaragaman hayati, khususnya spesies endemik (asli) danau tersebut (Khosla  et al., 1995; Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari pencemaran perairan  danau tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis  berupa penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat membahayakan  kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang memanfaatkan perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al., 2001).

Danau Maninjau merupakan salah satu danau terpenting di Sumatera  Barat, tepatnya di Kabupaten Agam. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar  danau, danau merupakan sumber kehidupan dan penghidupan. Masyarakat  memanfaatkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan domestik seperti sumber  air baku air minum, mandi, dan mencuci (MCK). Pemanfaatan penting lainnya  adalah untuk perikanan (perikanan budidaya dan perikanan tangkap), sumber air  untuk irigasi, sebagai obyek wisata serta sebagai sumber pembangkit listrik tenaga  air (PLTA) yang mengaliri sebagian besar kebutuhan listrik untuk wilayah Sumatera Barat.

Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Maninjau adalah adanya jenis  ikan endemik, yakni ikan bada (Rasbora argyrotaenia) yang mempunyai nilai  ekonomis yang tinggi. Bahkan ikan bada yang sudah dikeringkan (”ikan bada  masiak”) harganya mencapai Rp 120.000,- per kg (Diliarosta, 2002). Keberadaan   ikan-ikan tersebut sudah semakin terancam akibat semakin meningkatnya beban  pencemaran yang masuk ke badan air danau, sehingga menyebabkan kualitas perairan danau semakin menurun (Syandri, 2002a).

Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan danau juga  disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar danau.  Umumnya masyarakat sekitar danau membuang limbah domestik, baik limbah  cair maupun limbah padatnya langsung ke perairan danau (Fahkruddin et al.,  2001; Haryani, 2001). Hal ini akan memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan danau.

Berbagai aktivitas penduduk yang ada di sempadan danau, seperti  permukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan  pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan di badan perairan danau,  berupa pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) juga  merupakan sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau. Bapedalda  Sumbar (2001) melaporkan bahwa penyebab utama penurunan kualitas perairan  Danau Maninjau adalah akibat dari kegiatan perikanan KJA yang sudah  melampaui daya dukung perairan danau. Fakta lain juga mengungkapkan bahwa  kualitas perairan Danau Maninjau cenderung terus menurun dari waktu ke waktu,  akibat semakin tingginya tingkat pencemaran karena buangan limbah domestik dan pertanian (LPP UMJ, 2006).

Saat ini, kepedulian terhadap ekosistem perairan Danau Maninjau semakin kurang diperhatikan oleh hampir seluruh pengguna ekosistem perairan danau tersebut. Prinsip-prinsip ekologis bahwa perairan danau memiliki carrying capacity (daya dukung) dan daya asimilasi terhadap limbah yang terbatas tidak  dipahami oleh sebagian besar masyarakat pengguna danau. Seperti contoh pemanfaatan danau untuk kegiatan budidaya perikanan dengan teknik KJA selalu  mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sampai akhir tahun 2006, terdapat 8.955  unit KJA yang beroperasi di perairan Danau Maninjau. Jumlah ini sudah sangat  melebihi daya dukung perairan danau untuk kegiatan KJA (Syandri, 2006). Hal ini akan memberikan tekanan terhadap perairan danau semakin meningkat.

Di satu sisi, pengembangan usaha budidaya ikan dalam KJA akan  memberikan dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja baru dan  peningkatan pendapatan masyarakat setempat, namun di sisi lain usaha ini juga  akan membawa dampak negatif terhadap ekosistem perairan danau. Dalam hal ini,  kegiatan budidaya ikan dengan KJA secara langsung akan mempengaruhi  (menurunkan) kualitas perairan danau (Bappeda Agam, 2002). Pengaruh tersebut  diakibatkan oleh limbah pakan dan zat pemberantas hama perikanan. Bila  konsentrasinya melebihi ambang batas, dapat mencemari dan meracuni biota di  perairan danau tersebut. Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak 950 ton yang  terjadi pada tahun 1997 dan 2000 yang menelan kerugian milyaran rupiah,  mengindikasikan telah terjadi penurunan kualitas perairan di Danau Maninjau (Syandri, 2002b).

Masuknya limbah pakan (nutrien) ke perairan danau dalam jumlah yang  berlebih dapat menyebabkan perairan menjadi lewat subur, sehingga akan  menstimulir blooming (ledakan) populasi fitoplankton dan mikroba air yang  bersifat patogen. Limbah zat hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun  partikel, berasal dari pakan yang tidak dimakan dan eksresi ikan, yang umumnya  dikarakterisasi oleh peningkatan total padatan tersuspensi (TSS), BOD5, COD,  dan kandungan C, N dan P. Secara potensial penyebaran dampak buangan limbah  yang kaya zat hara dan bahan organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi,  siltasi, hipoksia, hipernutrifikasi, dan perubahan produktivitas serta struktur komunitas bentik (Barg, 1992).

Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pencemaran yang  terjadi di perairan Danau Maninjau semakin mengkhawatirkan karena dapat mengancam kelestarian fungsi danau. Hal ini merupakan masalah yang perlu  segera ditangani secara serius agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian hari.

Ekosistem danau merupakan suatu sistem, terdiri dari komponen biotik  dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Fenomena tentang  penurunan kualitas perairan (pencemaran) yang terjadi di perairan Danau  Maninjau, menunjukkan permasalahan yang kompleks dan sulit dipahami jika  hanya menggunakan satu disiplin keilmuan. Konsep sistem yang berlandaskan  pada unit keragaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen melalui  pemahaman secara holistik (menyeluruh) dan utuh, merupakan suatu alternatif  pendekatan baru dalam memahami dunia nyata (Forester, 1971). Pendekatan  sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya  identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu  operasi sistem yang efektif (Eriyatno, 2007). Oleh karena itu, kajian tentang  pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau dapat dilakukan dengan  pendekatan sistem dalam membangun model pengendalian pencemarannya dalam  upaya mewujudkan perairan danau yang bersih dan lestari, sehingga pemanfaatan fungsi danau dapat berkesinambungan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengendalian  pencemaran perairan di Danau Maninjau; untuk mencapai tujuan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan kegiatan-kegiatan:

  1. Menganalisis kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau Maninjau
  2. Membangun model yang menggambarkan sistem pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau
  3. Merumuskan alternatif atau rancangan kebijakan pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau.

1.3. Kerangka Pemikiran

Permasalahan utama yang dihadapi oleh perairan lentik (tergenang),  terutama danau dan waduk adalah masalah penurunan kualitas dan kuantitas perairan. Permasalahan penurunan kualitas perairan umumya disebabkan oleh  adanya bahan pencemar baik organik maupun anorganik yang masuk ke badan  perairan tersebut. Sementara itu, permasalahan kekurangan air disebabkan oleh terbatasnya presipitasi air dan penggunaan air yang berlebihan.

Danau Maninjau merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat  besar bagi masyarakat baik dari aspek ekonomi, sosial maupun dari aspek ekologi.  Oleh karena itu, salah satu program penting pemerintahan Kabupaten Agam yang  tertuang dalam Renstra dan Propeda Kabupaten Agam tahun 2005–2010 tentang  pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan adalah menjadikan kawasan  perairan danau sebagai kawasan yang bersih, sehat dan indah yang bebas dari pencemaran (Bappeda Agam, 2005).

Danau Maninjau mempunyai banyak potensi yang menunjang secara  finansial, sehingga menyebabkan pertumbuhan penduduk dan pelayanan jasa di sekitar danau menjadi semakin meningkat. Perkembangan penduduk di sekitar  perairan danau dengan berbagai aktivitasnya, merupakan sumber utama bahan  pencemar (limbah) yang masuk ke perairan danau, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan danau.

Pada kawasan perairan danau terdapat beberapa faktor lingkungan yang  saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu lingkungan permukiman,  lingkungan pariwisata, lingkungan pertanian dan peternakan, serta lingkungan  sosial ekonomi masyarakat baik berupa pasar, rumah sakit dan sarana sosial  lainnya. Semua hasil buangan dari kegiatan di lingkungan tersebut akan bermuara  ke perairan danau. Kenyataan yang ada dan langsung dapat dirasakan adalah  turunnya fungsi lingkungan perairan danau sebagai sumber kehidupan masyarakat  sehari-hari. Meskipun berbagai upaya penanggulangan pencemaran telah  dilakukan oleh pemerintah, seperti program pengendalian pencemaran perairan   secara biologi ”ingkongbudo”, program kalibersih (prokasih) dan program lainnya, namun pencemaran perairan tetap terjadi.

Upaya dalam menanggulangi makin menurunnya kualitas perairan danau  akibat berbagai kegiatan masyarakat yang berada di sekitar perairan danau dan di  badan air danau, perlu dilakukan suatu kajian model pengendalian yang  menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat di sekitar perairan danau sebagai penghasil limbah. Menurut Jorgensen dan Vollenweider (1989), penggunaan  pemodelan dalam pengelolaan danau atau waduk merupakan suatu hal yang  bermanfaat. Hal ini disebabkan model dapat mensintesis pengetahuan dari sistem dan permasalahan yang ada.

Pendekatan studi untuk mewujudkan pengendalian pencemaran perairan  danau yang holistik, memerlukan kajian yang mendalam mengenai permasalahan  yang terdapat di perairan danau. Permasalahan tersebut berkaitan dengan potensi  dan ancaman dalam pemanfaatan danau oleh masyarakat sekitar perairan danau.  Potensi dan ancaman tersebut diidentifikasi baik secara fisika, kimia dan  mikrobiologi maupun secara ekonomi-sosial dan budaya berdasarkan kebutuhan  stakeholder (pelaku) yang terlibat dalam pemanfaatan perairan danau. Tahap  selanjutnya adalah menyusun alternatif skenario model pengendalian pencemaran  perairan danau dan akhirnya menyusun rancangan model pengendalian  pencemaran di perairan danau yang komprehensif yang dapat mengakomodasi semua kepentingan pelaku.

Model pengendalian yang dibangun dilakukan dengan cara identifikasi  secara mendalam tentang isu atau permasalahan yang terjadi di perairan danau  serta membangun sistem dan kontrol untuk mencegah atau meminimisasi dampak  atau kerugian lingkungan. Model pengendalian yang dibangun didasarkan pada beban limbah dari berbagai kegiatan di sekitar danau dan di badan air danau serta  karakteristik dari danau itu sendiri. Model yang dibangun juga diharapkan sebagai  dasar dalam memformulasi kebijakan oleh pengelola dan para pengambil  keputusan dalam pemanfaatan dan pengelolaan pencemaran perairan danau. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

1.4. Perumusan Masalah

Danau Maninjau, seperti halnya danau-danau di Indonesia pada umumnya  juga mengalami masalah yang hampir sama yaitu masalah pencemaran perairan, penurunan kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan danau.  Apabila tidak ada usaha-usaha pencegahan dan pengendalian dikhawatirkan pencemaran dan sedimentasi akan terus-menerus berlangsung, yang selanjutnya  akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari danau serta berdampak  pada kelangsungan fungsi danau. Perubahan yang terjadi pada sumberdaya alam  tersebut akan berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup penduduk  setempat. Penurunan kualitas perairan danau juga dapat berdampak buruk  terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar perairan danau pada khususnya dan masyarkat Sumatera Barat pada umumnya.

Pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau diduga berasal dari  aliran (masukan) beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berlangsung di indogenous (badan air danau) dan di exogenous (luar danau). Limbah yang berasal  dari kegiatan yang berlangsung di badan air bersumber dari kegiatan KJA. Beban  limbah organik yang bersumber dari KJA berupa sisa pakan dan feses ikan dapat  menurunkan kualitas perairan danau. Selain itu, penurunan kualitas perairan juga  disebabkan oleh limbah yang berasal dari luar danau berupa limbah domestik,  limbah dari kegiatan pertanian dan peternakan yang berada di sekitar perairan danau.

Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi bahan organik yang berlebihan  di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena, unsur hara yang berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan oleh unsur hara  (eutrofikasi). Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan menyebabkan perairan mengalami kekurangan oksigen (anoxia). Proses   dekomposisi tanpa adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya senyawasenyawa toksik (beracun), sehingga berdampak buruk terhadap organisme akuatik dan manusia yang memanfaatkan perairan danau tersebut.

Pendangkalan yang terjadi di danau diduga dari erosi yang berasal dari  daerah tangkapan air (DTA) dan sempadan danau. Erosi yang tinggi pada daerah  tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan mengendap  sebagai sedimen di dasar danau. Akumulasi dari erosi yang terjadi terus-menerus  akan mengarah pada terjadinya pendangkalan danau, penurunan kuantitas dan  kualitas air serta dapat merusak habitat di badan perairan danau. Oleh karena itu  diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang masuk ke  perairan danau melalui pendekatan kesisteman dan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak.

Menurut Jorgensen (1989), penggunaan model sangat cocok untuk  memecahkan permasalahan lingkungan yang kompleks. Jorgensen (1994) juga  mengemukakan bahwa penggunaan model dalam permasalahan ekologi adalah  suatu keharusan jika ingin memahami tentang fungsi sistem yang kompleks  seperti dalam ekosistem. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah  tersebut terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi danau dengan dampak dari  pencemaran yang terjadi di perairan danau. Oleh karena itu, maka dalam konteks pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, diajukan beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

  1. Bagaimana kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau Maninjau?
  2. Model seperti apa yang dapat menggambarkan sistem pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau?
  3. Bagaimana skenario strategi pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau?

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, terutama :

  1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan  pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau.
  2. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya perairan Danau Maninjau.
  3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam  menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan perairan, khususnya di Danau Maninjau.

1.6. Novelty (Kebaruan) Penelitian

Penelitian-penelitian yang dilakukan di perairan Danau Maninjau selama  ini masih bersifat sporadik dan bersifat parsial, sedangkan dalam penelitian ini  sifat dasarnya adalah bersandarkan pada metode pendekatan sistem dengan  mengintegrasikan secara menyeluruh kepentingan para pelaku yang terlibat dalam  sistem pengendalian pencemaran. Metode ini digunakan sebagai tolok ukur dalam  merancang atau membangun pemodelannya. Oleh karena itu, kebaruan utama  dalam penelitian ini terdapat pada konsep penggunaan model dalam pengendalian  pencemaran perairan danau yang dibangun dengan pendekatan sistem untuk memecahkan isu global yang terkait dengan degradasi lingkungan perairan.

Leave a comment