Made L Nurdjana

POTENSI DAN USAHA PERIKANAN DANAU BERKELANJUTAN

Oleh : Dr. Made L Nurdjana*

Sumber:http://blhpp.wordpress.com/

I. PENDAHULUAN

Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional pada periode pembangunan yang lalu, telah mengakibatkan rendah dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia serta munculnya berbagai masalah sosial, seperti : meningkatnya jumlah masyarakat miskin dan meningkatnya jumlah pengangguran. Dalam kaitan ini, sub sektor perikanan budidaya atau akuakultur diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor) dan menyerap tenaga kerja (pro-job) serta sekaligus mampu sebagai tumpuan pijakan bagi pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth). Hal ini mengingat sumberdaya lahan akuakultur yang masih sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan serta memiliki beberapa karakteristik yang mampu dijadikan landasan untuk penumbuhan ekonomi nasional, yakni : (i) dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari perdesaan sampai dengan perkotaan, (ii) usaha akuakultur cepat menghasilkan (quick yielding) dengan margin keuntungan yang cukup besar, (iii) mempunyai backward dan forward linkage yang cukup luas, sehingga dapat memacu pembangunan industri hulu maupun hilir (seperti pabrik pakan, tumbuhnya hatchery, industri jaring, industri pengolahan, cold storage, pabrik es dan lain sebagainya), (iv) dapat merupakan pilihan mata pencaharian masyarakat yang layak untuk sekaligus mengatasi kemiskinan penduduk, dan (v) telah tersedianya teknologi terapan yang cukup beragam sesuai dengan kebutuhan.

Di samping itu, karakteristik perikanan budidaya juga menunjukan bahwa sebagian besar usaha perikanan budidaya termasuk dalam kategori usaha skala kecil, jenis usahanya sangat beragam sesuai dengan kondisi daerah atau paket teknologi, dan memiliki basis lokasi usaha di pedesaan, sehingga maju mundurkan aktivitas perikanan budidaya memiliki kaitan erat dengan ekonomi rakyat di pedesaan. Sementara itu, akuakultur juga merupakan aktivitas usaha yang penuh dengan teknologi, maka keberhasilan kegiatan akuakultur di suatu daerah dapat digandakan untuk pengembangannya di daerah lain, keberhasilan ataupun kegagalan kegiatan akuakultur dapat dijelaskan, diprediksi, dan dapat dikuantitatifkan, sehingga peran Sumber Daya Manusia sangat besar dan peluang suksesnya juga sangat besar.

Ke depan, produk perikanan budidaya diprediksi akan menjadi komoditas strategis bagi masyarakat global. Hal ini mengingat perkembangan produksi perikanan tangkap dunia dalam beberapa dekade terakhir sudah mulai mendatar, bahkan aktivitas penangkapan ikan pada beberapa fishing ground dunia sudah menunjukan tangkap lebih. Semantara itu, trend kehidupan manusia di abad ke 21 memberikan peluang permintaan produk perikanan yang cenderung semakin besar. Ada tiga trend kehidupan manusia abad 21 yang memberikan peluang permintaan produk perikanan, yaitu : (1) adanya generasi yang semakin berumur panjang dari sisi usia (older generation), (2) kehidupan manusia yang cenderung semakin sibuk (people on the run), dan (3) jenis makanan yang dikonsumsi cenderung semakin universal (food to become more global). Manusia yang hidup di abad ke 21 mempunyai harapan hidup (life expectancy) yang cenderung semakin panjang. Hal ini antara lain disebabkan oleh pola makan yang cenderung semakin sehat. Ikan termasuk salah satu makanan yang ada dalam kelompok tersebut. Kecenderungan/ trend yang kedua adalah manusia yang senantiasa sibuk. Tingkat kesibukan yang tinggi mengakibatkan manusia lebih selektif dalam memilih jenis makanan yang tidak banyak membutuhkan waktu dalam penyiapannya. Fast food/makanan cepat saji merupakan pilihan bagi konsumen dalam rangka menghemat waktu mereka. Dalam hal ini, produk perikanan merupakan salah satu bahan baku makanan cepat saji. Kecenderungan ketiga, jenis makanan yang dikonsumsi menjadi semakin universal. Ikan merupakan satu-satunya sumber protein hewani yang dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat dunia dengan berbagai keragaman agama, etnis dan budaya. Dapat dikatakan tidak ada larangan dalam mengkonsumsi ikan bagi mereka.

Penangkapan berlebih (over fishing) telah terjadi di berbagai wilayah perikanan tangkap dunia, termasuk di perairan Indonesia, utama perairan wilayah barat. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tangkap, maka potensi lestari ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap (MSY) adalah sebesar 6,2 juta Ton. Untuk itu kebijakan pengembangan perikanan Indonesia ke depan adalah mengendalikan perikanan tangkap dan mengembangkan perikanan budidaya.

II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BUDIDAYA DI DANAU

2.1. VISI

Berdasarkan kondisi potensi, keragaan serta peluang dan tantangan yang dihadapi saat ini dan di masa mendatang, maka Visi Pembangunan Perikanan Budidaya adalah Ditjen Perikanan Budidaya sebagai Institusi yang mampu mewujudkan PERIKANAN BUDIDAYA YANG MAJU, BERDAYA SAING, BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN sebagai sumber pertumbuhan ekonomi (pro-gowth), penyerapan tenaga kerja (pro-job) dan pengurangan tingkat kemiskinan (pro-poor).

Melalui visi SISTEM USAHA PERIKANAN BUDIDAYA YANG MAJU, ingin mewujudkan usaha perikanan yang maju dan modern dengan menerapkan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) dan cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), sehingga mampu bersaing di pasar global dan dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen ikan utama dunia.

Melalui visi SISTEM USAHA PERIKANAN BUDIDAYA YANG BERDAYA SAING, ingin diwujudkan usaha perikanan budidaya dalam suatu sistem pembudidayaan terpadu (farming system) dan berkelanjutan, di mana masing-masing sub sistem di dalamnya harus secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu terpadu, sehingga mampu menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan efisien, serta memiliki daya saing, baik di pasar domestik maupun internasional. Kemampuan daya saing produk perikanan budidaya untuk menembus pasar dan efisiensi yang mampu dicapai dalam sistem usaha perikanan budidaya tersebut pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-job) dan pengurangan tingkat kemiskinan (pro-poor). Dalam kaitan ini, peran UPT Balai Besar, Balai dan Loka Budidaya akan terus dioptimalkan dalam rangka membangun daya saing produk perikanan budidaya melalui penciptaan dan peningkatan penguasaan inovasi teknologi budidaya terapan skala rakyat yang efisien serta penciptaan komoditas unggulan nasional dan unggulan lokal yang cepat tumbuh secara efisien dan tahan penyakit.

Melalui visi SISTEM USAHA PERIKANAN BUDIDAYA YANG BERKELANJUTAN, ingin diwujudkan sistem usaha perikanan budidaya yang memiliki komitmen kuat untuk memperhatikan daya dukung lahan serta memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup, sehingga usaha perikanan budidaya yang dikembangkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, sejalan dengan Tata laksana Perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Dalam kaitan ini, peran aparat pembina di lapangan, petugas penyuluh dan petugas pengawas perikanan budidaya akan lebih dioptimalkan untuk dapat membina, memantau dan mengendalikan cara-cara pelaksanaan kegiatan perikanan budidaya agar secara konsisten menerapkan standar pembudidayaan ikan yang berwawasan lingkungan dan memperhatikan kelestarian ekosistem penyangga kawasan budidaya

Melalui visi SISTEM USAHA PERIKANAN BUDIDAYA YANG BERKEADILAN, ingin diwujudkan sistem usaha perikanan budidaya yang mampu mensejahterakan masyarakat pelaku usaha secara adil, baik dalam kepemilikan/pemanfaatan sumberdaya dan kesempatan berusaha antar pelaku usaha skala kecil, menengah dan besar, dan antar segmen usaha mulai dari hulu sampai hilir. Dalam kaitan ini, keberpihakan dan perlindungan secara lebih meadai akan diberikan kepada usaha skala kecil dan menengah, utamanya dalam perolehan kemudahan perolehan modal usaha melalui skim kredit khusus, pengelolaan lingkungan kawasan usaha perikanan budidaya, serta dalam perolehan sarana produksi, dan dalam pemasaran hasil, utamanya dalam upaya menembus pasar ekspor. Untuk itu, proses perizinan usaha perikanan budidaya harus dapat difungsikan sebagai sarana pengaturan pengelolaan sumberdaya lahan budidaya dan perdagangan produk perikananan budidaya agar secara konsisten memperhatikan prinsip keadilan.

2.2. MISI

Dalam rangka perwujudan visi pembangunan perikanan budidaya seperti tersebut di atas, maka ditetapkan 3 (tiga) misi pembangunan perikanan budidaya, yaitu :

(1) menyediakan protein hewani bagi masyarakat guna mendukung ketahanan pangan nasional;

(2) mengembangkan perikanan budidaya berbagai skala usaha yang menguntungkan, efisien dan ramah lingkungan;

(3) menciptakan perikanan budidaya yang membuka peluang usaha, menyerap tenaga kerja dan memproduksi ikan sesuai permintaan pasar, kebutuhan pangan dan industri

2.3. TUJUAN PEMBANGUNAN

Sesuai dengan Visi dan Misi tersebut di atas, maka ditetapkan tiga (3) tujuan pembangunan perikanan budidaya, yakni :

(1) meningkatkan gizi masyarakat Indonesia melalui peningkatan konsumsi ikan;

(2) meningkatkan devisa, pendapatan dan menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha;

(3) melindungi, memulihkan dan meningkatkan kapasitas sumberdaya perikanan budidaya yang berkelanjutan.

2.4. ARAH KEBIJAKAN

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, akan ditempuh melalui kebijakan, yaitu : pertama : pengembangan produksi perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor, dengan fokus pada peningkatan daya saing melalui pengembangan dan penerapan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan, kedua : pengembangan produksi perikanan budidaya untuk peningkatan konsumsi ikan dalam negeri, dengan fokus pada peningkatan dan penguatan komoditas spesifik daerah dan pengembangan kolam pekarangan masyarakat, dan ketiga : pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan budidaya, dengan fokus pada peningkatan kepedulian masyarakat pembudidaya ikan dalam pelestarian ekosistem sumberdaya perikanan budidaya.

2.5. PROGRAM

Untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan, akan ditempuh melalui 3 (tiga) Program, yang terkait erat dengan upaya pencapaian target produksi perikanan budidaya, yaitu : pertama : Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Ekspor (PROPEKAN); kedua : Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Konsumsi Ikan Masyarakat (PROKSIMAS); dan ketiga : Program Perlindungan dan Rehabilitasi Sumberdaya Perikanan Budidaya (PROLINDA).

(1) Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Ekspor (PROPEKAN)

Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Ekspor (PROPEKAN), diarahkan sebagai gerakan bersama yang melibatkan seluruh stakeholder, dalam rangka (1) Mendorong usaha pembudidayaan dengan pendekatan berbasis pengembangan kawasan, (2) Untuk meningkatkan mutu produksi dan produktivitas usaha pembudidayaan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi serta penerapan teknologi secara efisien dan berkelanjutan, (3) Dalam rangka meningkatkan produksi untuk tujuan ekspor. Pemilihan cakupan komoditas yang dikembangkan melalui PROPEKAN ditetapkan berdasarkan empat kriteria, yaitu : (a) bernilai ekonomis tinggi; (b) teknologi budidaya yang dapat diterapkan telah tersedia; (c) permintaan luar negeri dan lokal tinggi; dan (d) dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara massal.

Program PROPEKAN ini bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya yang memenuhi standar mutu dan kompetitif di pasar internasional.

Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan program PROPEKAN adalah (1) berkembangnya kawasan pembudidayaan ikan untuk komoditas ekspor; (2) menguatnya kelembagaan Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN ) yang mampu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, dan (3) terjalinnya jaringan kerjasama (networking) antar POKDAKAN dalam rangka mengangkat posisi tawar.

(2) Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Konsumsi Ikan Masyarakat (PROKSIMAS)

Program Percepatan Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya untuk Konsumsi Ikan Masyarakat (PROKSIMAS) diarahkan sebagai gerakan bersama dari berbagai pihak untuk mengembangkan kawasan budidaya ikan-ikan konsumsi melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi serta dengan penerapan teknologi secara efisien dan berkelanjutan Pemilihan komoditas ditetapkan berdasarkan pada komoditas yang mudah dipelihara, cepat tumbuh, harga terjangkau dan diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri.

Program PROKSIMAS ini bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya yang bermutu dan terjangkau harganya untuk konsumsi domestik.

Sasaran yang ingin diwujudkan dari pelaksanaan program ini adalah berkembangnya kawasan usaha budidaya ikan-ikan konsumsi, termasuk kawasan budidaya mina-padi; mina-wana; mina-wisata; mina-ternak dan lainnya.

(3) Program Perlindungan dan Rehabilitasi Sumberdaya Perikanan Budidaya (PROLINDA)

Program Perlindungan dan Rehabilitasi Sumberdaya Budidaya (PROLINDA) diarahkan sebagai gerakan rehabilitasi kawasan pembudidayaan ikan guna mewujudkan kondisi lingkungan yang optimum untuk mendukung pengembangan usaha pembudidayaan ikan di kawasan budidaya laut, payau maupun tawar. Mengacu pada pengalaman masa lalu, khususnya dalam budidaya udang di tambak, harus tetap memperhatikan kemampuan daya dukung lahan (caraying capacity)

Program PROLINDA ini bertujuan untuk memperbaiki dan melestarikan sumberdaya alam untuk usaha pembudidayaan ikan yang berkelanjutan.

Sasaran yang ingin diwujudkan dari pelaksanaan program ini adalah: (1) lestarinya sumberdaya kawasan budidaya dan terciptanya lingkungan perairan yang kondusif bagi terlaksananya cara pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan, (2) terbangun dan terpeliharanya kelembagaan masyarakat pembudidaya yang peduli terhadap kelestarian lingkungan kawasan-kawasan perikanan budidaya.

2.6. PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN DI DANAU

Dalam pengembangan budidaya ikan di danau harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan agar menjamin lestari sumberdaya perikanan budidaya di perairan umum, khususnya di danau. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ikan di danau harus memenuhi kriteria umum dan kriteria khusus yang telah ditetapkan. Kriteria umum pelaksanaan kegiatan budidaya ikan adalah : 1) danau/waduk dipilih adalah danau/waduk dengan luasan minimal 100 Ha dengan mempertimbangkan daya dukungnya; 2) perbedaan tinggi muka antar waktu (draw down) perlu dipertimbangkan; dan 3) setiap danau yang akan dikembangkan untuk kawasan budidaya harus diketahui daya dukungnya dan dikaji secara ekonomis potensi pengembangannya.

Sedangkan kriteria khusus yang harus dipenuhi adalah : 1) pengembangan budidaya harus tidak mengganggu fungsi utama danau/waduk; 2) kondisi dasar danau menentukan teknologi yang diterapkan (keramba tancap/keramba apung), dan 3) lokasi KJA harus terlindung dari gelombang (ketinggian maksimum 1 meter), tiupan angin (kecepatan angin maksimum < 15 meter per detik)

Jenis ikan yang umum dikembangkan di danau/waduk adalah ikan nila, mas, lele dan patin, yang dikembangkan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) atau jaring tancap. Ikan nila dipilih karena mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat dan dapat dipelihara dalam berbagai wadah budidaya. Dagingnya yang tidak mempunyai duri halus, memungkinkan dijadikan bahan baku untuk berbagai bentuk olahan, sehingga mempunyai nilai tambah tinggi, terutama untuk komoditas ekspor. Pengembangan usahanya dapat dibagi dalam beberapa segmen usaha, sehingga dapat bersifat “quick yielding” yang menguntungkan pada setiap segmen usaha.

Ikan mas merupakan komoditas yang dapat dikembangkan di berbagai wadah budidaya termasuk di danau/waduk dengan menggunakan wadah KJA. Pengembangannya dapat dilakukan dalam berbagai segmen usaha, sehingga akan menguntungkan dalam setiap segmennya.

Lele merupakan komoditas yang dapat dipelihara dengan padat tebar tinggi dalam lahan terbatas (hemat lahan) di kawasan marginal dan hemat air. Pengembangan usahanya dapat dilakukan dalam beberapa segmen usaha, terutama untuk dapat mencapai ukuran ekspor (500 gram/ekor), sehingga usaha budidaya lele akan menguntungkan pada setiap segmen usaha.

Komoditas Patin dapat dikembangkan dalam berbagai wadah budidaya termasuk karamba jaring apung diwaduk atau danau, sehingga mempunyai prospek yang sangat tinggi untuk komoditas ekspor mengingat potensi pengembangan perairan umum di Indonesia sangat besar. Usaha budidaya Patin juga dapat dibagi dalam beberapa segmen usaha, mulai dari tingkat pembenihan dan pembesaran bahkan sampai usaha olahannya.

Dalam melaksanakan kegiatan budidaya ikan di perairan umum, baik di danau, waduk, rawa maupun sungai tentu akan terjadi dampak terhadap lingkungan sekitarnya terutama dampak yang diakibatkan oleh limbah hasil budidaya ikan yang merupakan limbah organik yang terdiri dari kotoran ikan, sisa pakan dan ikan mati. Karena merupakan limbah organik, maka limbah tersebut dapat diuraikan, sehingga dapat menjadi pupuk alami bagi perairan untuk merangsang pertumbuhan plankton.

Cara lain untuk mengatasi limbah organik adalah dengan melakukan penebaran ulang (restocking) ikan pemakan detritus (bandeng, bilis), ikan pemakan plankton/tanaman air (nilem, mola, tawes, bandeng, ringgo, mujair, grass carp) dan ikan pemakan segala/omnivora (nilem, bawal, patin, tawes).

Dalam rangka mengatasi masalah limbah organik di perairan danau di Indonesia yang paling berhasil adalah restocking ikan bilis di Danau Toba dan restocking ikan bandeng di Jati Luhur.

Tujuan dari penebaran benih ikan/restocking adalah : 1) untuk meningkatkan stok populasi ikan dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya ikan di perairan umum; 2) untuk memperbaiki kualitas perairan yang mengalami eutrofikasi yang tinggi sebagai ekses dari penyuburan perairan oleh unsur hara N dan P sebagai beban masukan dari kegiatan budidaya ikan intensif dalam keramba jaring apung (kja), dan 3) untuk meningkatkan produksi ikan di perairan umum guna pemenuhan gizi bagi masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat/nelayan di sekitar perairan umum melalui peningkatan pendapatan yang merata dan kesempatan kerja tambahan dari sektor perikanan.

III. KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DI DANAU DAN WADUK


3.1. Danau Toba (Sumatera Utara)

Danau Toba terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan luas permukaan perairan 110.620 Ha. Di tengah Danau Toba terdapat sebuah pulau yaitu Pulau Samosir seluas 69.280 Ha. Rata-rata kedalaman Danau Toba 218 m dengan kedalaman maksimum 529 m. Indikator kondisi lingkungan yang masih baik adalah dari penggunaan air danau untuk pengembangan perikanan, sumber air minum dan pariwisata. Danau Toba termasuk perairan yang miskin hara yang ditunjukkan oleh penampakan perairan yang jernih dan tidak tingginya kelimpahan populasi hewan air (termasuk ikan ) yang hidup di dalamnya.

Jenis-jenis ikan di Danau Toba meliputi jenis ikan batak (Lissochillus tieneman), ikan pora-pora (Puntius binotatus), ikan nilem (Osteochillus haselti), ikan mas (Cyprinus Carpio), ikan tawes (Punctius javanicus), ikan mujair (Oreochromis mossambicus), ikan gabus (Ophiocephalus sp), ikan lele (Clarias batrachus), ikan sepat (Trichogaster trichopterus) dan ikan gurame (Ospronemus gouramy).

Budidaya ikan yang berkembang di perairan Danau Toba adalah dengan sistem budidaya di Keramba Jaring Apung (KJA). Jenis ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah ikan mas dan nila. Di Danau Toba juga terdapat KJA milik swasata yaitu PT. AQUAFARM NUSANTARA merupakan PMA yang berdiri tahun 1988 berdasarkan Surat Persetujuan Presiden RI No. B-32/Pres/03/1988. Usaha budidaya yang dikembangkan PT. AQUAFARM NUSANTARA di Propinsi Sumatera Utara merupakan usaha budidaya ikan nila terpadu (integrated) yang meliputi unit usaha pembenihan (hatchery), unit usaha pembesaran (growout), unit usaha pengolahan (processing plant) dan unit pabrik pakan ikan (masih proses perintisan di tahun 2008). Unit usaha pembesaran dilakukan di Danau Toba yang melibatkan tenaga kerja sekitar 2.400 orang tenaga kerja lokal dengan jumlah KJA sebanyak 1.380 unit yang tersebar di 6 lokasi KJA (Kabupaten Samosir 4 lokasi, Kab. Simalungun 1 lokasi, Kab. Toba Samosir 1 lokasi) dan 1 lokasi Landing Site di Kab. Toba Samosir. Jumlah KJA di setiap lokasi sebanyak kurang lebih 250 unit.

Sebagian besar KJA yang dikembangkan sudah menggunakan KJA bulat. KJA segiempat yang terbuat dari besi galvanis disinyalir cukup rentan terhadap benturan kapal yang merapat ataupun lewat. Sementara KJA bulat dengan menggunakan bahan rangka maupun pelampung dari bahan pipa paralon PVC tampak lebih kokoh, lebih indah dan relatif lebih hydrodynamic, sehingga ada kecenderungan ke depan pengembangan KJA bulat secara berangsur-angsur akan menggantikan seluruh KJA segi empat.

Dengan pola penebaran dan pemanenan yang dikembangkan pada unit grow out ini, maka pada setiap hari dapat dilakukan pemanenan sebanyak 80 ton ikan hidup. Untuk mencapai target panen tersebut, maka pada setiap hari harus dilakukan penebaran benih ikan nila ukuran glondongan sebanyak 200.000 ekor. Dalam unit pembesaran tersebut, digunakan teknologi konstruksi KJA yang cukup modern, dan ditunjang dengan penggunaan nutrisi dan manajemen pakan yang ramah lingkungan.

3.2. Danau Singkarak (Sumatera Barat)

Danau Singkarak terletak di dua kecamatan yaitu kecamatan Batipuh Selatan dan Rambatan, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Luasnya sebesar 11.220 Ha, dengan kedalaman maksimum adalah 271,50 m dengan kedalaman rata-rata 178,68 m. Kondisi lingkungan perairan yang masih baik ditandai dengan warna air yang kehijauan, banyak mengandung phytoplankton.

Jenis-jenis ikan yang terdapat di danau Singkarak antara lain ikan bilis (Mystacoleucus padangensis. Blkr), bilangkah (Barbodes belinka), asang (Osteochilus vittatus), tariq (Cyclocheilichthys armatus), sasau (hampala sp), baung (Mystis nemurus), rinuak (Phsylopsis sp), gabus (Channa striata B), gurami (Osphronemus gouramy), belut (Fluta alba) dan lainnya. Ikan bilis bersifat endemik, namun masyarakat di sekitar danau Singkarak mengeksploitasinya karena permintaan pasar yang terus meningkat dengan harga yang relatif tinggi. Potensi usaha budidaya yang dapat dikembangkan di danau Singkarak adalah budidaya ikan mas dan nila di KJA dan jaring tancap.

3.3. Danau Maninjau (Sumatera Barat)

Danau Maninjau terletak di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Luas permukaan Danau ini adalah 9.950 ha, dengan kedalaman maksimum 165 m. Berdasarkan data tahun 2001-2002 (dari Pusat Penelitian Limnologi-LIPI), daya dukung Danau Maninjau yang dihitung antara lain waktu tinggal dan konsentrasi total P, diketahui 1.500-1.700 ton/ tahun atau sekitar 1.500-1.700 unit karamba. Tetapi pada tahun 2008 jumlah karamba jaring apung di danau Maninjau sudah mencapai 9.065 unit dengan ukuran 7 x 7 m2, atau menutupi sekitar 1-1,5 % dari luas permukaan danau.

Kualitas air Danau Maninjau menjadi lebih baik setelah pintu air PLTA Maninjau dibuka (2001) sehingga limbah yang ada di air yang tersimpan di basin selatan danau, yang terangkat saat terjadinya tubo belerang dapat mengalir keluar melalui Sungai Batang Antojan. Faktor lain yang turut memulihkan kualitas air Danau Maninjau adalah adanya ikan Rinuak (Psilopsis sp), Pensi Clam (Corbicula sp) dan Ikan Bada (Rasbora argyrotaenia) yang pemakan plankton. Meskipun demikian pengembangan perikanan KJA tetap harus sesuai dengan daya dukung perairan.

Kegiatan perikanan budidaya yang dikembangkan adalah Karamba Jaring Apung (KJA) dan Jaring Tancap (JT) nila dan mas.

3.4. Danau Batur (Bali)

Danau Batur terletak di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Danau Batur termasuk danau kaldera aktif yang luasnya 1.607,5 Ha. Indikator bahwa kondisi danau masih baik adalah adanya kehidupan beberapa jenis ikan di perairan tersebut. Jenis ikan yang hidup di danau Batur antara lain ikan mujair (Oreochromis mossambicus), tawes (Barbonymus gonionotus), mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan lainnya.

Kegiatan perikanan budidaya yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat adalah budidaya ikan di KJA.

3.5. Danau Limboto (Gorontalo)

Danau Limboto terletak di daerah aliran sungai (DAS) Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Danau ini terletak pada ketinggian 450 m. Luas danau mencapai 7.000 Ha pada tahun 1932, namun pada tahun 1970 luas danau menjadi 3.500 Ha. Meskipun danau ini masih digunakan sebagai perikanan, pariwisata dan sumber air minum oleh masyarakat sekitar, sebenarnya kondisi lingkungannya telah mulai mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya dampak erosi dan pencemaran air oleh nutrisi yang disebabkan masuknya berbagai sampah, limbah domestik dan pertanian.

Jenis ikan yang ditangkap di danau ini yaitu Mangaheto-Botua-Bulalao-Boudelo, Ophiocara porocephala, Ophiocara sp, Glossogobius giurus, Anguilla sp. dan Clarias batrachus. Kegiatan budidaya ikan yang telah dilaksanakan adalan budidaya ikan nila di keramba jaring apung.

3.6. Danau Poso (Sulawesi Tengah)

Danau Poso terletak di kecamatan Pamona Selatan dan Pamona Barat, Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Luas Danau Poso adalah 32.320 Ha dengan kedalaman 384,5 meter. Indikator bahwa kondisi danau masih baik adalah masih ditemukannya banyak ikan yang hidup di perairan tersebut. Di danau Poso ditemukan 7 jenis ikan asli, 16 jenis moluska dan 3 jenis amfibi. Jenis ikan yang ditemukan antara lain ikan bungu (Adrianicty kruity), anasa (Xenopoecilus poptae), buntinge (Xenopoecilus oophorus), rono danau/ikan padi (Oryzias nigrimas) dan julung-julung (Nomorhampus celebensis). Hingga saat ini kegiatan perikanan budidaya belum banyak dilakukan oleh masyarakat setempat. Potensi usaha budidaya yang dapat dikembangkan di danau Poso adalah budidaya ikan mas dan nila di KJA dan jaring tancap.

3.7. Danau Ranau (Sumatera Selatan)

Danau Ranau terletak di wilayah kecamatan Banding Agung Kabupaten OKU Selatan, Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Danau ini memiliki luas 12.590 Ha dan mengelilingi gunung Seminung. Kondisi lingkungan relatif masih baik diindikasikan perairan danau yang masih bersih dan baik untuk dikembangkan budidaya perikanan.

Beraneka macam ikan ada yang hidup di danau ini adalah ikan Semah, ikan Nila dan lainnya. Budidaya ikan dengan sistem karamba dilakukan oleh masyarakat. Ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan nila (Nile tilapia/Oreochromis niloticus).

3.8. Danau Sentani (Papua)

Danau Sentani terletak di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Ketinggian dana 70-90 dpl. Danau ini merupakan danau vulkanik yang terbentuk dari gunung berapi dan berada dekat dengan perairan laut. Sumber air danau ini berasal dari 14 sungai besar dan kecil. Luas daerah tangkapan sekitar 600 km2. Ada satu muara yaitu Sungai Djaifuri yang terletak di sebelah Timur (daerah Puay). Indikator bahwa lingkungan yang masih baik adalah banyaknya ikan yang hidup didalamnya. Disisi lain adanya ancaman kerusakan lingkungan ditandai oleh menurunnya kualitas air akibat limbah dari penambangan emas.

Jenis-jenis ikan yang tertangkap di danau Sentani antara lain ikan gete-gete (Apogon wichmani), sembilang (Hemipimelodus velutinus), gabus hitam/snakehead murrel (Glossogobius giurus), gabus merah (Ophiocara aporos), hewu/kaskado (Glossolepis indicus), gastor (Pogoneleotris microps), gurame (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma temminckii), nila (Oreochromis niloticus), mas (Cyprinus carpio), mujair (Oreochromis mossambicus), tawes (Barbonymus gonionotus), nilem (Osteochilus hasselti), mata merah (Puntius orphoides), udang putih (Macrobrachium sp), sepat (Trichogaster trichopterus) dan sidat kuning (Anguilla mauritiana).

Potensi usaha budidaya yang dapat dikembangkan di danau Sentani adalah budidaya ikan mas dan nila di KJA dan jaring tancap.

3.9. Danau Tempe (Sulawesi Selatan)

Danau Tempe terletak di tengah pulau Sulawesi bagian Selatan. Luas kawasan saat ini mencapai 47.800 Ha. Pada musim kemarau yang normal danau Tempe mempunyai luas 9.000 – 14.200 Ha, sehingga tampak danau Tempe itu sendiri, danau Sidendreng dan danau Buaya. Luas danau Tempe pada tahun 1976 mencapai 35.000 Ha dengan kedalaman maksimal mencapai 9,5 m. Pada tahun 1997 luasan danau mulai menyempit hingga mencapai 30.000 Ha dengan kedalaman maksimum 5-7 meter. Pada tahun 2006 luas danau Tempe hanya tersisa 9.000 Ha. Kondisi lingkungan danau yang telah rusak diindikasikan dengan pertumbuhan gulma air jenis eceng gondok dan kangkung yang menutupi permukaan air danau hingga mencapai 60%.

Jenis ikan yang ditemukan di danau Tempe adalah ikan betok, sidat, sepat siam, gabus, mujair, nila, lele, tawes, mas, nilem, tontong, betutu, julung-, tambakan, beloso, belut dan udang.

3.10. Danau Tolire (Maluku Utara)

Danau Tolire terletak di Ternate Provinsi Maluku Utara. Danau ini mempunyai luas 111,5 Ha. Indikator bahwa kondisi lingkungan yang masih baik adalah dengan adanya sejumlah ikan dan buaya di perairan. Jenis ikan yang ditemukan adalah kekerangan dan ikan lainnya. Potensi usaha budidaya yang dapat dikembangkan di danau Tolire adalah budidaya ikan mas dan nila di KJA dan jaring tancap.

3.11. Danau Tondano (Sulawesi Utara)

Danau Tondano terletak di Provinsi Sulawesi Utara dengan luas 4.728 Ha. Pemanfaatan untuk usaha budidaya adalah 9 Ha, jumlah karamba jaring apung 7000 unit. Danau Tondano adalah danau yang sudah terancam secara serius oleh sedimentasi seperti ditunjukkan dari perubahan kedalamannya dari 40 m di tahun 1940 menjadi kurang dari 25 m di tahun 1990. Indikator lain bahwa kondisi lingkungan danau telah rusak adalah banyaknya gulma eceng gondok yang tumbuh di pinggiran danau.

Ikan asli dari danau Tondano adalah ikan nike, sedangkan jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas, nila, ikan hias, yang dipelihara di keramba jaring apung.

3.12. Danau Kerinci (Jambi)

Danau kerinci terletak di Provinsi Jambi, pada ketinggian 500 m dpl dengan luas sekitar 4.200 Km2. Danau Kerinci terletak di dua wilayah kecamatan yaitu kecamatan Keiling Danau dan kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci. Kedalaman danau Kerinci hampir 110 meter, dengan kedalaman rata-rata 35,6 meter. Danau Kerinci telah mengalami sedimentasi berat dengan gejala dimana 80% permukaannya ditutupi oleh eceng gondok. Kerusakan lingkungan ini diindikasikan oleh produksi perikanan tangkap yang turun dari 780 ton (1960) menjadi 440 ton (1994). Biota asli perairan ini adalah ikan semah (Tor douonensis).

Daya dukung danau Kerinci untuk budidaya ikan di KJA diestimasi mencapai 1.400 – 3.000 ton/tahun untuk ikan mas dan 3.000 – 5.500 ton/tahun untuk ikan nila.

3.13. Waduk Ir. H. Djuanda/Jatiluhur (Jawa Barat)

Waduk Ir. H. Djuanda di Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa barat dibangun pada tahun 1967. Waduk ini mempunyai luas genangan maksimum 8.300 ha dengan kedalaman maksimum 95 m, kedalaman rata-rata 36,4 m dan terletak pada ketinggian 111,5 m.

Waduk Ir. H. Djuanda merupakan waduk serbaguna dan mempunyai fungsi utama untuk PLTA, irigasi, pencegah banjir dan penyedia bahan baku air minum, Selain fungsi utama waduk tersebut di atas, waduk kaskade di Sungai Citarum ini juga dimanfaatkan untuk perikanan, pariwisata dan transportasi yang disebut sebagai kegiatan tambahan. Jenis-jenis ikan yang merupakan spesies asli di Waduk Ir. H. Djuanda, yaitu ikan gabus (Channa striata), tagih (Mystus nemurus), hampal (Hampala macrolepidota), kebogerang (Mystus negricep), lalawak (Barbonymus bramoides), beunter dan lepuk. Delapan jenis ikan diintroduksikan secara sengaja pada periode tahun yang berbeda-beda, diantaranya: nila (Oreochromis niloticus), patin (Pangasionodon hypopthalmus), mas (Cyprinus carpio), mola, bandeng (Chanos chanos), tawes (Barbonymus gonionotus), nilem (Osteochilus hasselti) dan sepat (Trichogaster trichopterus).

Pada saat ini pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya perairan waduk melalui kegiatan tambahan cederung mengabaikan fungsi utama dari pembangunan waduk itu sendiri dan kualitas perairan itu sendiri, karena perairan tersebut bersifat terbuka dan milik umum, sehingga masyarakat hanya mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut tetapi masyarakat tidak punya kewajiban untuk memelihara sumberdaya tersebut. Kegiatan tersebut telah mengakibatkan perubahan kualitas perairan waduk kaskade, sehinga mendorong terjadinya kerusakan atau degradasi habitat dan keanekaragaman hayati perairan.

Pencemaran yang berasal dari faktor internal terjadi di Waduk Ir. H. Djuanda yang berasal limbah industri, rumah tangga serta dari kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA). Kegiatan budidaya tersebut telah jauh melampaui jumlah yang dizinkan, jumlah KJA di waduk Ir. H. Djuanda pada tahun 2007 telah mencapai lebih dari 20.000 unit dan jumlah yang diizinkan 2.100 unit (berdasarkan SK Bupati Purwakarta no. 06/2000). Perkiraan limbah organik yang berasal dari kegiatan budidaya di waduk Ir. H. Djuanda mencapai 21.365,1 ton/tahun. Berdasarkan beban bahan organik tersebut, perairan waduk telah mencapai eutrofik-hipertrofik.

Perkembangan budidaya ikan di Waduk Ir H Djuanda berkembang sangat pesat, sehingga perkembangan yang sangat pesat tersebut berdampak pada penurunan kualitas air, dan akhirnya menurunkan produksi hasil tangkapan ikannya. Dalam upaya menanggulangi rendahnya produksi tersebut dan kelimpahan plankton yang tinggi, pemerintah telah dilakukan penebaran ikan (restocking) yang terdiri dari ikan : mola, nila, nilem, sepat, tawes, mas, pangasius, tambakan dan bandeng.

3.14. Waduk Cirata (Jawa Barat)

Waduk Cirata dibangun pada tahun 1983, berada di wilayah Kabupaten Bandung, Cianjur dan Purwakarta. Waduk ini mempunyai luas 6.200 ha dengan kedalaman rata-rata 34,9 m, panjang garis pantai 181 km dan terletak pada ketinggian 221 m dpl. Jenis ikan yang terdapat di Waduk Cirata antara lain adalah ikan bawal (Colossoma macropomum), tagih (Mystus nemurus), lalawak (Barbonymus bramoides), oskar (Amphilophus citrinellus), nila (Oreochromis niloticus), nilem (Osteochilus hasselti), patin (Pangasionodon hypopthalmus), hampal (Hampala macrolepidota), kebogerang (Mystus negricep), tawes (Barbonymus gonionotus), bandeng (Chanos chanos), marinir (Parachromis managuensis), gabus (Channa striata), betutu (Oxyeleotris marmorata), golsom (Amphilophus alfari), mujair (Oreochromis mossambicus) dan mas (Cyprinus carpio).

Sama halnya dengan waduk Ir. H. Djuanda, pemanfaatan perairan waduk Cirata adalah untuk pembangkit listrik, penyedia bahan baku air minum, pariwisata, transportasi dan kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan budidaya yang berkembang di waduk Cirata adalah budiaya ikan di KJA. Ikan yang dibudidayakan umumnya ikan mas dan nila. Saat ini jumlah KJA yang berkembang di waduk Cirata sudah melebihi kapasitas waduk. Pada tahun 2007 jumlah KJA yang beroperasi telah mencapai 51.418 unit, sedangkan jumlah unit KJA yang diizinkan berdasarkan SK Gubernur Jabar no. 41/2002 adalah 12.000 unit. Perkiraan limbah organik yang berasal dari kegiatan budidaya di Waduk Cirata mencapai 338.462,6 ton/tahun.

3.15. Waduk Kedung Ombo (Jawa Tengah)

Waduk Kedung Ombo merupakan bendungan raksasa seluas 6.576 hektar yang areanya mencakup sebagian wilayah di tiga Kabupaten, yaitu; Sragen, Boyolali, dan Grobogan. Waduk yang membendung lima sungai itu terdiri dari wilayah perairan seluas 2.830 hektar dan 3.746 hektar lahan yang tidak tergenang air. Kondisi Waduk Kedung Ombo saat ini mengalami sedimentasi yang tinggi sehingga mengurangi kapasitas waduk (Data dari penelitian UGM, 2003), juga banyaknya bangunan liar yang tidak terkendali yang dibangun di kawasan waduk di daerah pasang surut dan daerah green belt, disamping itu terjadi juga masalah lingkungan di kawasan waduk.

Spesies ikan yang ditemukan di waduk Kedung Ombo adalah ikan betutu (Oxyeleotris sp), nila (Oreochromis niloticus) dan tawes (Barbonymus gonionotus).

Leave a comment