Iwang Gumilar

PENGELOLAAN EKOSISTEM AIR TAWAR DI DANAU

Oleh: Iwang Gumilar

P062030021/PSL; gumilariwang@yahoo.com

© 2005 Iwang Gumilar Posted: 3 June, 2005. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Sem 2 2004/5; Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

PENDAHULUAN

Secara singkat ekosistem berarti sistem yang berlangsung dalam suatu  lingkungan. Di dalam lingkungan terdapat komponen-komponen, baik komponen  fisik (benda hidup/biotik dan benda mati/abiotik) maupun komponen non fisik  berupa hubungan manfaat suatu benda terhadap benda lainnya (trofik). Di dalam  lingkungan juga terjadi suatu fenomena dinamika yang menyangkut hubungan  interaksi antar kelompok fisik, atau dapat dikatakan bahwa di dalam lingkungan tersebut terjadi suatu sistem yang dinamis.

Dari uraian di atas, pengertian ekosistem secar luas adalah hubungan  mahluk hidup dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), masing-masing bersifat  saling mempengaruhi dan diperlukan keberadaannya untuk memelihara kehidupan  yang seimbang, selaras dan harmonis. Dalam hal ini, fungsi-fungsi dalam  ekosistem ditekankan pada hubungan wajib, adanya saling ketergantungan dan  hubungan timbal balik serta sebab-akibat dari seluruh komponen yang membentuk ekosistem tersebut.

Menurut lokasinya, ekosistem dapat dibedakan menjadi ekosistem  daratan, ekosistem air tawar dan ekosistem laut/pantai. Masing-masing ekosistem 2  memiliki perbedaan hanya dalam hal jenis, struktur, karakteristik dan kualitas komponen-komponen yang terlibat.

Komponen dan Hubungan Antar Kelompok Ekosistem

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa hubungan dinamis dalam ekosistem  melibatkan beberapa komponen-komponen. Komponen-komponen tersebut dapat  dilihat dari dua aspek yang berbeda, yaitu dari aspek jenjang makan (trophic  level/chain food level) dan aspek kehidupan. Dari aspek jenjang makan,  ekosistem terdiri dari komponen autotrofik dan komponen heterotrofik, yang  ditekankan pada level transfer energi. Sedangkan dari aspek kehidupan,  ekosistem terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik yang berkaitan erat dan memiliki hubungan timbal balik satu dengan lainnya.

Hubungan antar komponen ekosistem merupakan hubungan yang bersifat  tetap teratur dan merupakan satu kesatuan yang saling pengaruh mempengaruhi,  sehingga ekosistem merupakan ekosistem merupakan konsep sentral atau inti  daripada ekologi. Hubungan tersebut juga bersifat netral, mutualistik dan  adaptif, namun ada pula yang bersifat menguasai komponen lain. Pada akhirnya  alamlah menentukan adanya keserasian dan keseimbangan dalam interaksi antar  komponen ekosistem tersebut. Bagaimanapun juga, ekosistem akan cenderung  melawan perubahan untuk memelihara keseimbangannya, ada yang berhasil dan  ada yang gagal. Ekosistem memiliki kecenderungan melawan perubahan akibat  hubungan antar komponen dan terus menerus memelihara keseimbangan, disebut sebagai eosistem yang berada dalam keadaan homeostatis.

Ekosistem merupakan suatu fungsional dasar dalam ekologi, mengingat  bahwa di dalamnya tercakup organisme dan lingkungan abiotik yang saling  mempengaruhi satu dengan lainnya. Ekosistem juga merupakan benda nyata memiliki ukuran yang beraneka menurut tingkat organisasinya.

Komponen Biotik

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa salah satu komponen  ekosistem ditinjau dari aspek komponen adalah komponen biotik. Komponen ini  terdiri dari seluruh mahluk hidup yang terlibat dalam ekosistem, seperti tumbuhan  hijau, binatang dan pengurai. Jika dilihat dari segi penyusunannya, komponen biotik ini dapat dibedakan sebagai berikut:

  • Produsen, yaitu organisme yang autotropik yang umumnya tumbuhan  berklorofil yang memiliki kemampuan untuk melakukan sintesa makanan dari bahan anorganik yang sederhana, misalnya tumbuh-tumbuhan hijau.
  • Makro dan mikro konsumen, yaitu organisme heterotropik, misalnya ikan atau binatang lain yang makan organisme lainnya.
  • Pengurai (decomposer), yaitu organisme heterotropik yang menguraikan  bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks)  menjadi bahan-bahan sederhana (organik dan anorganik), menyerap sebagain  hasil penguraian untuk kelangsungan hidupnya dan melepas bahan-bahan sederhana tersebut untuk digunakan oleh produsen

Komponen Abiotik

Komponen abiotik merupakan komponen yang kedua dalam eosistem  ditinjau dari aspek kehidupan. Komponen ini terdiri dari bahan tak hidup berupa  unsur-unsur fisik (lingkungan) dan unsur-unsur kimia (senyawa organik dan  senyawa anorganik), misalnya tanah, air, udara, sinar matahari dan sebagainya,  yang berada di lingkungan dalam bentuk medium atau substrat melangsungkan  kehidupan. Misalnya pada ekosistem danau ditemukan komponen abiotik yang  terdiri dari senyawa anorganik seperti H2O, CO2, O2, K, Na dan P, dan senyawa organik seperti senyawa asam amino dan senyawa karbon (humus).

PENGARUH EKOSISTEM TERHADAP LINGKUNGAN

Hubungan Ekosistem dan Lingkungan

Ekosistem dan lingkungan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.  Dalam pembahasan mengenai ekosistem, lingkungan juga akan menjadi objek  pembahasan. Secara fisik, lingkungan berarti wadah atau tempat berlangsungnya  suatu sistem kehidupan organisme atau suatu komunitas. Kondisi lingkungan  akan berubah jika terjadi perubahan di dalam ekosistem atau sebaliknya; masingmasing  S saling mempengaruhi dalam suatu keseimbangan yang dinamis dan  merupakan satu kesatuan fungsional. Dengan demikian, ekosistem meliputi  seluruh mahluk hidup dan lingkungan fisik yang mengelilinginya, dan merupakan  suatu unit yang mencakup semua mahluk hidup dalam suatu area yang  memungkinkan terjadinya interaksi dengan lingkungannya, baik yang bersifat abiotik meupun biotik.

Semua bentuk pada interkasi antara komponen ekosistem merupakan  suatu azas, yakni azas keanekaragaman, azas kerjasama, azas persaingan, azas  interkasi dan azas keanekaragaman. Azas-azas tersebut berfungsi sebagai sarana  untuk tetap mempertahankan adanya kelanggengan dalam hubungan timbal balik  antara komponen ekosistem dan antara komponen tersebut dengan lingkungannya.  Jika setiap komponen tersebut bekerjasama sesuai dengan fungsinya, maka  keseimbangan dan keserasian dalam lingkungan hidup akan tetap terjaga dan berlangsung dengan baik.

Manusia adalah penentu kualitas lingkungan, sehingga dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup, manusia dapat melakukan aktifitas yang  berdampak positif atau negatif terhadap lingkungan. Manusia juga mempunyai  pengaruh yang paling kuat dalam mengubah ekosistem, baik langsung maupun  tidak langsung aktifitas manusia seringkali dapat mengubah volume, susunan dan  struktur komponen organik lingkungan dengan mengubah bahan organik yang ada.

Hubungan antara organisme dan lingkungan fisiknya begitu erat dan tidak  dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Mengubah hubungan organisme dan  lingkungan fisiknya berarti melakukan perubahan terhadap susunan dan struktur  biotik dan abiotik, atau mengubah lingkungan hidup yang bermuara pada munculnya berbagai dampak dan resiko bagi manusia itu sendiri.

Manusia berinteraksi dengan lingkungan, dipengaruhi dan mempengaruhi  lingkungan hidup tersebut. Hubungan manusia dan lingkungannya bersifat  sirkuler. Berbagai kegiatan manusia dari sekedar bernafas hingga membendung  sungai, sedikit banyak akan mengubah lingkungannya dan perubahan lingkungan  itu pada saatnya akan kembali mempengaruhi manusia. Pengaruh terhadap satu  unsur akan merambat pada unsur lainnya yang bergerak merambat secara halus, seringkali pengaruhnya terhadap manusia tidak dapat terlihat dan terasakan,  namun pada suatu saat pengaruh tersebut akan terakumulasi dan memberikan dampak yang nyata.

Kualitas kehidupan tergantung dari derajat pemenuhan kebutuhan dasar  yang diperoleh dari suatu lingkungan, dan kualitas lingkungan dapat menjadi  ukuran derajat pmenuhan kebutuhan dasar tersebut. Semakin tinggi derajat  kualitas kehidupan dalam suatu lingkungan berarti semakin tinggi pula derajat  pemenuhan kebutuhan dasar, atau sebaliknya. Dengan demikian, kualitas  lingkungan yang baik akan menghasilkan derajat kulaitas pemenuhan kebutuhan dasar yang baik, dan selanjutnya menghasilkan kualitas lingkungan yang baik.

Jika kualitas lingkungan mengalami penurunan, maka penurunan kualitas tersebut akan mengakibatkan beberapa hal antara lain:

a) Kesehatan, penyakit infeksi

  • Zat beracun dalam udara, makanan dan air
  • Pengaruh energi fisik yang tidak terkontrol terhadap kesehatan

b) Kenyamanan, efisiensi dan estetik

  • Pandangan tidak sedap, bau menyengat dan rasa tidak enak
  • Panas, suara gaduh/bising dan cahaya
  • Ciri struktur: kemudahan dan efisiensi

c) Pengaruh terhadap kesembangan ekosistem dan sumber daya alam Peranan Ekositem

Ekosistem merupakan bagian dari lingungan. Dari segi fungsional, ekosistem dapat dianalisa menurut:

  1. Lingkaran energi
    Sesuai dengan azas pertama dari azas dasar ilmu lingkungan, yaitu semua
    energi yang memasuki sebuah organisme hidup atau populasi atau ekosistem
    dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat 6  diubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan, atau diciptakan.
  2. Rantai makanan
    Rantai makanan merupakan perpindahan energi makanan dari sumber  daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhanherbivora- carnivora).
    Pada setiap tahap pemindahan energi, 80 – 90% energi potensial hilang  sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5  langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.
    Ada dua tipe dasar rantai makanan:
    a. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain)
    Misal, tumbuhan-herbivora-carnivora
    b. Rantai makanan sisa (detritus food chain)
    Bahan mati  mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator.
  3. Pola keanekaragaman dalam waktu dan ruang
    Merupakan azas ketiga dari azas dasar ilmu lingkungan yaitu materi,  energi, ruang, waktu dan keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumber alam.
  4. Perkembangan dan evolusi
    Dapat didekati dengan azas ketiga belas dari azas dasar ilmu lingkungan,  yaitu lingkungan yang secara fisik mantap memungkinkan terjadinya penimbunan  keanekaragaman biologi dalam ekosistem yang mantap, yang kemudian dapat menggalakkan kemantapan populasi lebih jauh lagi.
  5. Pengendalian (cybernetics)
    Organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, akan tetapi  organisme juga dapat membuat lingkungannya menyesuaikan terhadap kebutuhan biologisnya, misalnya tumbuhan dapat mempengaruhi tanah tempat tumbuhnya. Dalam hal ini telah terjadi fungsi pengendalian.

PERUBAHAN EKOSISTEM DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Kegiatan manusia dan bencana alam dapat menyebabkan perubahan suatu  ekosistem. Bencana alam, seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi  merupakan sesuatu yang berada di luar kendali manusia. Namun kegiatan  manusia, seperti tindakan pencemaran dan eksploitasi yang berlebihan terhadap  sumber daya alam, secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan  terjadinya perubahan ekosistem. Perusakan terhadap habitat suatu komunitas  akan secara langsung mengubah ekosistem pada habitat tersebut. Sebagai contoh,  eksploitasi ikan di danau atau di sungai dengan menggunakan bahan peledak, arus  listrik atau bahan beracun berakibat rusaknya habitat komunitas di danau/sungai  dan selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dan penurunan keanekaragaman hayati.

Pada ekosistem air tawar terdapat faktor-faktor pembatas yang  memungkinkan mekanisme yang berlangsung dalam ekosistem berjalan secara  mantap. Faktor-faktor pembatas tersebut berkaitan dengan kondisi habitat air tawar (lingkungan aquatik), yaitu:

a. Temperatur
b. Transpirasi
c. Turbiditas/kekeruhan
d. Arus
e. Gas terlarus dalam air
f. Oksigen terlarut (Dissolved Oksigen/DO)
g. Karbondioksida terlarut
h. Garam biogenik dalam air
i. Na dan K 8
j. Kalsium dan Magnesium
k. Fosfor
l. Konveksi air

Dengan terganggunya faktor-faktor pembatas di atas, misalnya kenaikan  atau penurunan konsentrasi dan magnitude dari faktor-faktor tersebut, niscaya  akan mempengaruhi komunitas dan lingkungan abiotik dari ekosistem danau/sungai.

Contoh kasus akibat pencemaran air yang berasal dari limbah suatu pabrik  kertas yang memberkan dampak buruk terhadap lingkungan dan gangguan terhadap ekosistem, sebagai berikut:

  1. Gangguan terhadap vegetasi
    Tanaman padi di sawah-sawah pada kawasan tercemar sering terserang  penyakit layu dengan gejala pucuk daun yang mengering dan membusuk dan berakhir dengan kematian tanaman tersebut.
  2. Gangguan terhadap fauna
    Hewan dan unggas yang meminum air sungai yang tercemar tersebut mati atau menghasikan keturunan yang cacat.
  3. Gangguan terhadap manusia

Dalam menggarap sawah, petani harus mengubah cara menanam padi  terutama di musim kemarau, karena sepanjang musim tanam terdapat banyak  sekali lapisan kertas yang mengendap dan menutupi permukaan tanah; petani  harus menyediakan tenaga ekstra untuk memunguti lapisan kertas yang  mengendap menutup permukaan tanah tersebut yang berarti menambah biaya produksi.

Dari suatu contoh di atas, jelaslah sudah bahwa gangguan atau  oencemaran terhadap lingkungan akan berakibat terjadinya perubahan pada ekosistem tersebut.

EKOSISTEM AIR TAWAR DI DANAU DAN PENGELOLAANNYA

Ekosistem Air Tawar di Danau

Salah satu jenis ekosistem yang dikenal adalah ekosistem air tawar  disamping jenis ekosistem lainnya, seperti ekosistem hutan, padang pasir, pantai,  dasar laut, dan sejenisnya. Pemisahan jenis ekosistem di atas memang diperlukan  karena setiap jenis ekosistem memiliki perbedaan mekanisme dan karakteristik  yang khas, demikian juga dalam hal pengelolaannya, masing-masing memerlukan  strategi dan cara yang berlainan. Bahkan terhadap satu jenis ekosistempun masih  harus dilakukan perbedaan, misalnya ekosistem air tawar dapat dibedakan menjadi eosistem danau, sungai, rawa dan sebagainya.

Ekosistem air tawar di danau merupakan ekosistem yang paling banyak  dipelajari, karena hewan dan tumbuhan yang ada di danau adalah bagian dar  sistem interaksi dinamis, dengan satu bagian mempunyai pengaruh terhadap  bagian lainnya. Hal lain yang dapat dipelajari melalui ekosistem air tawar di  danau, yaitu dari ekosistem di danau dapat dikemukakan beberapa azas penting  yang berlaku bagi ekosistem lainnya. Azas pertama, ekosistem lahir karena  perjalanan sejarah artinya bahwa semua bentuk kekuatan yang beroperasi pada  setiap waktu di dalam sebuah ekosistem dapat mempunyai kesan yang halus tetapi  kuat, kemudian terjadi perubahan ciri dari ekosistem tersebut. Azas kedua,  seluruh ekosistem mengalami suksesi, yaitu bahwa ekosistem selain terus menerus  mengalami perubahan genetika untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan  lingkungannya, juga “pemusnahan” terhadap spesies-spesies yang tidak mampu  mempertahankan diri dan diganti oleh spesies-spesies yang lebih mampu menyesuaikan diri.

Suksesi Ekosistem Air Tawar di Danau

Awal terbentuknya sebuah danau dapat bermacam-macam, baik akibat  peristiwa alam maupun artifisial. Sebagai contoh, danau Toba di Sumatera Utara  terbentuk sebagai akibat terjadinya patahan di permukaan bumi dengan diikuti  peristiwa klimat; danau Lamongan di Jawa Timur terbentuk akibat depresi batuan  kapur (limestone) di lokasi belokan sungai, dikenal sebagai gejala vulkan; danau  Batur di Bali dan danau Singkarak di Sumatera Barat terbentuk akibat letusan 10  gunung berapi. Beberapa danau/waduk, seperti waduk Jatiluhur di Jawa Barat merupakan contoh danau buatan (artifisial).

Ketika danau pertama kali terbentuk, di dalamnya terkandung sedikit  sekali bahan organik/substrat da air danau jernih. Keanekaragaman hayati hampir  tidak ada atau sangat rendah. Kejernihan air danau memungkinkan sinar  matahari menembus ke kedalaman air, sehingga suhu air berubah menjadi lebih  dingin. Organisme pionir seperti ganggang atau algae dan sejenisnya lambat laut muncul dan memperkaya kandungan oksigen di dalam air.

Hewan (ikan) yang terdapat di dalamnya lebih merupakan hewan yang  dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang sejuk, kurang bahan  makanan tetapi kaya akan oksigen. Danau semacam ini disebut danau oligotrofi,  artinya, makanan yang tersedia di dalam danau hanya sedikit; resiklus bahan makanan memang sedikit karena aktifitas biologi yang terjadi juga sangat sedikit.

Dengan demikian, ada kemungkinan pada pemukaan air terjadi kekuarangan  bahan seperti fosfor, nitrogen dan kasium, padahal unsur kimia ini sangat penting  bagi organisme hidup. Kegiatan biologi dalam suatu danau lambat laun meningkat  walaupun ketersediaan bahan pertumbuhan sedikit, kecuali terjadi perubahan  seperti suhu danau sangat dingin atau bahan makanan di danau sangat kurang  bahkan habis. Bahan organik seperti ganggang, fitoplankton, zooplankton dan  sampah organik lainnya makin tertimbun pada permukaan air. Akibatnya,  kejernihan air akan menurun dan semakin keruh; terjadi perlahan-lahan, kemudian  relatif makin cepat. Hal ini berarti sinar matahari semakin tak dapat lagi  menembus ke dalam air seperti semula, sehingga proses fotosintesa dalam danau  semakin lama semakin terbatas hanya di sekitar permukaan air saja. Dengan  meningkatnya jumlah total kegiatan biologi dalam danau per unit waktu dan  volume ait tertentu, produksi sampah organikpun meningkat pula. Sampah ini  mula-mula terapung-apung, kemudian tenggelam ke dasar danau. Adanya  tambahan pemasukan bahan dari luar melalui aliran sungai yang masuk ke danau  dan mengendap, membuat keadaan danau lama-kelamaan semakin dangkal. Di  sekitar tepi danau aneka ragam kegiatan biologi kecepatannya meningkat besar sekali, sehingga danau oligotrofi ini berubah menjadi danau yang mesotrofi.

Daya pengendapan bahan dalam danau mesotrofi ini bervariasi.  Perubahan danau mesotrofi ke satu tingkat berikutnya dapat berlangsung dalam  jangka waktu lama, namun dapat juga berubah dengan sangat cepat, kemudian  terjadi pendangkalan di bagian tepi, dan di bagian tengah kedalamannya hanya 3-  20 m. Apabila kecepatan aktifitas biologi begitu tinggi dan konsentrasi organisme  hidup begitu besar, produksi bahan organik menjadi cukup besar dan air danaupun  menjadi sangat keruh. Daya tembus sinar matahari ke dalam danau hanya  berkisar 1-3 meter saja; air danau menjadi hangat dan terjadilah perubahan  komposisi spesies jasad hidup yang lebih beragam. Dalam keadaan seperti ini, zat  makan di permukaan air cukup tersedia untuk mendukung berbagai kegiatan  biologi dan danau berubah menjadi danau eutrofi. Proses suksesi danau akan  berakhir apabila danau tersebut airnya sudah sangat dangkal dan dipenuhi oleh  beraneka ragam jasad hidup. Keadaan akhir seperti ini disebut distrofi, yaitu  danau telah berubah menjadi semacam rawa, selanjutnya akan berubah menjadi  tanah dataran biasa. Pada keadaan distrofi, jumlah bahan organik yang  dibusukkan di dasar danau begitu besar, sehingga oksigen yang diperlukan untuk  aktifitas pembusukan ini melebih ketersediaan oksigen yang ada di dalam air.  Aktifitas biologi tumbuhan akuatik dalam danau menjadi sangat berkurang,  sehingga danau berubah menjadi “danau mati”, lahirlah komunitas dataran baru.  Proses hingga matinya sebuah danau disebut proses eutrofikasi.

Peranan Manusia dalam Pengelolaan Ekosistem Air Tawar di Danau

Kegiatan manusia besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan kondisi  sebuah danau, misalnya, memasukkan banyak zat makan ke dalam danau itu  melalui pembuangan sampah dan kotoran sebagai hasil kegiatan peradaban manusia. Dengan perkataan lain, manusia turut serta mengurangi jumlah danau. Pada dasarnya, pemandangan indah yang dapat diberikan oleh sebuah danau  dengan pemandangan alam tambahan pada latar belakangnya dikagumi oleh setiap  orang, dan yang lebih penting lagi bahwa keberadaan sebuah danau dapat menjadi  sumber bahan makanan bagi manusia. Danau juga merupakan salah satu sumber  air yang dapat diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya untuk  air baku, untuk melaksanakan proses budidaya dan sebagainya. Dengan  demikian, pengelolaan ekosistem danau manjadi hal yang sangat penting dan  setiap orang harus ikut bertindak dalam memelihara ekosistem sebuah danau pada  tingkat yang optimal sehingga memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Dalam hal danau sebagai sumber bahan makanan bagi manusia,  diperlukan pengelolaan terhadap eksploitasi bahan makanan tersebut. Misalnya,  dalam mengeksploitasi ikan di danau harus mempertimbangkan jenjang makan  (trophic level) dari populasi ikan. Ikan yang berada pada jenjang makan puncak  dan memiliki biomassa optimum saja yang layak dieksploitasi. Selanjutnya, perlu  juga diperhatikan cara mengeksploitasi ikan tersebut agar ikan atau organisme  jenjang makan bawah pada rantai ekosistem tidak mengalami gangguan atau musnah.

Mengeksploitasi ikan di danau dengan pengaturan hanya untuk ikan pada  jenjang makan puncak memang kurang praktis bagi suatu daerah yang  masyarakatnya besar. Manfaat danau dari segi pemenuhan kebutuhan bahan  makanan untuk masyarakat terasa kurang dan lebih minim variasi. Untuk itu,  pemanfaatan danau sebaiknya dilaksanakan sampai kepada jasad hidup/organisme  dengan jenjang makan sedekat mungkin ke arah sumber energi matahari, agar  setiap mata rantai dalam ekosisten dapat dieksploitasi secara optimum dan  ekosistem di danau tetap berada dalam keadaan seimbang, atau rasio antara  biomassa dan produktivitas tetap sebanding. Mengingat di danau juga terjadi  persaingan antar spesies dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,  eksploitasi terhadap satu jenis spesies akan memunculkan dominasi baru spesies lainnya, selanjutnya dapat memusnahkan spesies yang lain di bawahnya.

Jika ditinjau keberadaan danau sebagai sumber air, maka pengelolaan  suatu danau akan semakin kompleks. Volume air di danau merupakan salah satu  parameter penentu dalam keseimbangan ekosistem danau. Melimpah-ruah atau  minimnya air di danau tentunya bukanlah kondisi yang menyenangkan bagi  ekosistem danau. Eksploitasi sumber air dari danau seringkali kurang  mempertimbangkan dampak-dampak yang akan timbul terhadap kelangsungan  ekosistem danau tersebu, atau telah dipertimbangkan sebaik mungkin dalam  wujud perencanaan, namun dalam kegiatan eksploitasi sumber air, perlindungan  terhadap sumber air dan ekosistem danau kurang mendapat perhatian; ekosistem  danau dibiarkan berkembang secara alamiah dan berjalan di tengah-tengah dahsyatnya gangguan akibat eksploitasi sumber air.

Keberadaan sumber air di danau tidak terlepas dari tinjauan aspek  hidrologis, topografis, geologis dan aspek lainya yang tercakup dalam satu sistem  pengelolaan sumber daya air di danau. Hujan jatuh ke bumi, sebagian meresap ke  dalam bumi sebagian lagi merambat melalui permukaan tanah, mengalir melalui  celah-celah dan sungai kecil, kemudian mencapai danau. Aliran air permukaan  akan seluruhnya mencapai danau dalam waktu singkat jika tidak ada retensi dari  vegetasi di daerah tangkapan air (catchment area) danau. Volume air di danau  melimpah ruah, menganggu keseimbangan ekosistem. Pada musim kering, aliran  air menuju danau kecil atau terhenti sama sekali; air danau menyusut, ditambah  penyusutan air akibat penguapan yang relatif besar, volume danau akan berada  pada level yang sangat minim dan pada akhirnya sangat berpengaruh bagi  keseimbangan ekosistem danau tersebut. Untuk itu, diperlukan upaya  perlindnungan terhadap vegetasi di daerah tangkapan air danau agar retensi aliran permukaan memadai.

Semuanya sudah tentu dikembalikan kepada manusia sebagai agent dari  terciptanya keseimbangan ekosistem danau secara khusus dan lingkungan hidup  secara umum. Dengan perkataan lain, manusia memiliki peranan besar dalam  kegiatan penglolaan dan perlindungan suatu ekosistem dan lingkungan hidup  secara menyeluruh; kualitas hidup manusia berjalan seiring dengan kualtas lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari uraian mengenai Ekosistem Air Tawar di Danau seperti telah  diuraikan dalam Bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bebrapa hal sebagai berikut :

  1. Ekosistem sebagai konsep sentral atau inti dari ilmu lingkungan (ekologi)  merupakan suatu fenomena/sistem dinamis yang menjelaskan hubungan  ketergantungan, saling mempengarugi dan timbal balik antara biotik dan abiotik.
  2. Hubungan ketergantungan, saling mempengaruhi dan timbal balik tersebut  sejalan dengan transfer energi dari jenjang makan (tropic level) bawah hingga jenjang makan puncak.
  3. Kualitas hidup ditentukan oleh kualitas pemenuhan kebutuhan dasar yang  disediakan oleh lingkungan; semakin baik kualitas lingkungan, semakin baik  pula lualitas pemenuhan kebutuhan dasar, demikian juga kualitas hidup akan  semakin baik. Semuanya tercermin dari tingkat fungsional pada mata rantai dalam suatu ekosistem.
  4. Pada ekosistem air tawar di danau, ketidak-seimbangan ekosistem akan  mengakibatkan terjadinya perubahan keanekaragaman hayati dalam danau  sebagai suatu habitat. Perubahan yang tidak terkendali tergambar dari proses  suksesi sebuag danau; berawal dari munculnya faktor-faktor eksternalitas yang menjadi pemicu perubahan tersebut.
  5. Manusia merupakan agent dari terbentuknya suatu lingkungan yang seimbang  atau lingkungan yang sama sekali tidak terkendali. Kualitas hidup manusia  tercermin dari cara manusia mengelola lingkungan. Manusia dapat  sepenuhnya mengelola dan pengendalian ekosistem sebaik-baiknya untuk  mendapatkan manfaat optimal dari keanekaragaman hayati yang tetap seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Metty Kurniati, Ir. MS, dan Suwarsono Heddy, Ir. MS. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi; Suatu Bahasan tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya

Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan cetakan ke 5 Penerbit Gajah Mada University Press, 1992

RE. Soeriaatmadja, Prof. Dr. Ilmu Lingkungan cetakan ke 7 Penerbit ITB, 1997

Leave a comment