Indah Novita Dewi dan Iwanudin

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAS LIMBOTO, GORONTALO

(Watershed Management Institution In Limboto Watershed, Gorontalo)

Oleh: Indah Novita Dewi dan Iwanudin

Sumber : http://docs.google.com/

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 4 No. 3 September 2007, Hal. 221 – 231

ABSTRACT

Regional decentralization has caused the change in development in all area. Regency/city nowadays own larger authority in managing its natural resources of watershed. Watershed management will managed better if there is coordination and policy compatibility between central government and local government, and also among stakeholder in one area. The relation between the institution should be based with coordination. So there will not be any overlap or conflict of interest in watershed management. This research was conducted in 2004 in Limboto Watershed, Gorontalo Regency. The aim of this research is to get the information about main job, function, authority and the role of institution that managed watershed, and analyse it by stakeholder analysis. The result showed that there were fourteen stakeholder which linked with watershed management. Primary stakeholder were BPDAS Bone Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten (Formal Institute) and alsoKKPDLBM(Informal Institute).

Keywords: Decentralization,Watershed Management, Authority, Stakeholders.

ABSTRAK

Desentalisasi daerah telah menyebabkan perubahan dalam pembangunan di segala bidang dimana daerah (Kabupaten/Kota) kini memiliki wewenang yang lebih besar dalam mengelola sumberdaya alamnya termasuk sumberdaya alam DAS. Pengelolaan DAS akan berjalan dengan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah maupun conflict of interest antar lembaga terkait dalam suatu daerah. Hubungan antar instansi hendaknya senantiasa dilandasi dengan koordinasi agar tidak terjadi tumpang tindih maupun dalam pengelolaan DAS. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data/informasi mengenai tupoksi, wewenang dan peranan lembaga pengelola DAS khususnya di DAS limboto, Kabupaten Gorontalo dan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan analisis stakeholders. Hasil penelitian menunjukkan ada empat belas stakeholders yang terkait dengan pengelolaan DAS. Diantaranya yang termasuk pihak terkait primer dan berperanan paling penting dalam pengelolaan DAS adalah BPDAS Bone Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten (Lembaga Formal) serta KKPDLBM ( lembaga informal). Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian bahwa kelembagaan pengelolaan DAS di Kabupaten Gorontalo telah cukup mantap dalam arti sumberdaya manusia yang ada cukup baik dan fungsi koordinasi berjalan dengan baik.

KataKunci: Desentralisasi, PengelolaanGAS,Tupoksi,  stakeholders.

I. PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). Pengelolaan DAS merupakan suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di Daerah Aliran Sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspekaspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di luar dan didalam DAS yang bersangkutan.

Kegiatan pengelolaan DAS selama ini seringkali dibatasi oleh batas-batas yang bersifat politis/administrative (Negara, Propinsi, Kabupaten). Sebaliknya batas-batas ekosistem alamiah kurang banyak dimanfaatkan, padahal proses alam seperti banjir dan tanah longsor tidak mengenal batas-batas politis. Hal ini mengakibatkan penanganan masalah-masalah dalam suatu DAS menjadi kurang berhasil karena dilaksanakan secara terpisah-pisah sesuai dengan kebijakan masing-masing daerah.

Dalam konteks desentralisasi, sumberdaya alam di wilayah DAS merupakan salah satu potensi yang sangat potensial bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu dikhawatirkan adanya kecenderungan bahwa pengelolaan sumberdaya alam pada masingmasing daerah lebih mementingkan aspek ekonomi dari segi materi tanpa memperhatikan aspek lingkungan. PengelolaanDAS akan berjalan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar lembaga terkait dalam suatu daerah dan juga antar pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem DAS mengakibatkan perlunya pengelolaan secara terpadu lintas, lintas sektor dan lintas budaya (Paembonan, 2003).

DAS Limboto merupakan salah satu DAS prioritas I berdasarkan SK Menhut No. 248/Kpts-II/1999 tentang urutan prioritas Daerah aliran Sungai.KeberadaanDAS Limboto menjadi semakin penting karena adanya Danau Limboto yang merupakan bagian penting dari ekosistem perairanKota Gorontalo yang kondisinya dari hari ke hari semakin menurun.

Pengelolaan DAS Limboto sekarang ini mulai memperhatikan masalah penguatan kelembagaan yang terlibat. Adanya konsep PDLBM (Pengelolaan DAS Limboto Berbasis Multipihak) memungkinkan penguatan posisi seluruh elemen untuk berperan secara langsung dan konkret dalam pengelolaan sumberdaya dan konservasiDAS Limboto.

Melihat pentingnyaDAS limboto maka penelitian mengenai PemantapanKelembagaan DAS dalamKonteks Desentralisasi perlu dilaksanakan diDAS tersebut.

Tujuan Penelitian ini adalah mendapatkan data dan informasi mengenai keterlibatan lembaga-lembaga formal maupun informal dalam pengelolaan DAS dan menentukan lembaga yang berperanan paling penting sebagai leader pengelolaanDAS diDAS Limboto.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di DAS Limboto, Propinsi Gorontalo, mulai dari bulan Februari – Desember 2004. Secara administratif, DAS Limboto berada dalam wilayah Kabupaten Gorontalo danKota Gorontalo, Propinsi Gorontalo dan secara geografis terletak di antara 122° 42′ 0.24″ – 123° 03′ 1.17 BT dan 00° 30′ 2.035″ – 00°47’0.49″ LU (BPDAS Bone-Bolango, 2003). Wilayah DAS Limboto tersebar di sembilan kecamatan (8 kecamatan di Kabupaten Gorontalo dan 1 kecamatan di Kota Gorontalo) dan tujuh puluh desa, sedangkan yang termasuk wilayah pesisir Danau Limboto mencakup 17 desa/kelurahan (KK-PDLBM, 2004). LuasDAS Limboto adalah 91.004 Ha sedangkan luas danau 3.415 Ha.

1. Keadaan Biofisik

Curah hujan di DAS Limboto berkisar dari 889.96 mm/th (SP Biyonga) – 655.32 mm/th dengan Tipe iklim C (Schmidt & Ferguson) dan masuk kategori kering. Jenis tanah antara lain Alfisol 43.349 Ha (48,18%), Inseptisol 27.400 Ha (30,11%), Entisol 1.965 Ha (2,16%) dan Molisol 6.027 Ha (6,62%),Vertisol 5.022 Ha (5,52%).

Topografi; Datar seluas 37.586 Ha (41,60%), Landai seluas 3.715 Ha (4,08%), Agak curam seluas 2.658 Ha (2,92%), Curam seluas 37.486 Ha (41,19%) dan dataran seluas 5.874 Ha (6,45%).

Luas penutupan lahan untuk tegalan dengan luas 32.117 ha (35,29%) dari luasDAS. Hutan 14.893 ha (16,37%), perkebunan kelapa 15.526 ha (13,76%), Rawa danau 143 ha (0,16%) (BPDAS Bone-Bolango, 2003).

2. Keadaan SosialEkonomi

Jumlah penduduk 246.914 jiwa dengan kepadatan geografis 175,87 jiwa/km dan kepadatan agraris 2,21 jiwa/ha. Tenaga kerja produktif 95.227 jiwa (53,24%), tenaga kerja non produktif 83.650 jiwa (46,76%) dan beban tanggungan sebesar 1,14.

Mayoritas jenis mata pencaharian yang dimiliki masyarakat khususnya di pesisir Danau Limboto adalah petani dan nelayan. Masing-masing 4.018 dan nelayan 1.454 orang. Pendapatan perkapita berkisar antara Rp. 602.500 – Rp. 1.750.000 dengan rata-rata Rp. 1.176.250 (BPDAS Bone-Bolango, 2003)

B. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah panduan pertanyaan. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan selain alat tulis kantor juga peralatan dan perlengkapan untuk survey danwawancara seperti papan landasan, block note dan alat perekam suara.

C. Metode Pengumpulan  Data

Pengumpulan data dilakukan melalui orientasi lapangan dan wawancara pada lembagalembaga yang menjadi sample, mencakup tugas pokok dan fungsi (tupoksi), struktur organisasi, kewenangan dan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh lembaga tersebut berkaitan dengan pengelolaanDAS Limboto, Gorontalo.

D. Analisis  Data

Data yang diperoleh sebagian besar merupakan data yang tidak terukur sehingga analisis akan dilakukan secara deskriptif kualitatif peran lembaga yang terkait dianalisis dengan menggunakan analisis stakeholders. Ada delapan teknik analisis stakeholders menurut Bryson (2003). Pada penelitian ini digunakan salah satu teknik yaitu power versus interest grids.

III. HASILDANPEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Peran Stakeholder

Meskipun DAS Limboto sebagian besar masuk dalam wilayah Kabupaten Gorontalo, namun pengelolaannya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah kabupaten saja. Hal ini dikarenakan DAS Limboto yang bermuara di Danau Limboto mempunyai arti penting bagi kelestarian danau tersebut, dimana sebuah danau tidak hanya dipandang sebagai aset lokal namun juga merupakan aset nasional.

Pada dasarnya organisasi atau lembaga yang memiliki tanggung jawab terhadap Pengelolaan DAS limboto, sudah banyak dan sudah ada sebelum daerah ini berdiri menjadi satu wilayah pemerintahan sendiri. Propinsi Gorontalo merupakan propinsi baru yang terbentuk berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2000 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada tanggal16 Pebruari 2001. Pada saat ini lembaga yang ada tidak hanya berasal dari lembaga yang dibentuk (Lembaga Pemerintah), tetapi juga lembaga non pemerintah atas prakarsa dan komitmen yang kuat dalam pengelolaanDAS limboto.

Pada penelitian ini dilakukan wawancara pada 14 Stakeholder (instansi formal dan informal) yang dianggap terlibat dalam pengelolaan DAS Limboto. Setelah dilakukan pengkajian pada tupoksi, secara ringkas dapat disimpulkan peranan dari masing-masing  stakeholders seperti padaTabel 1.

0t1

Tabel 1. memberikan gambaran atau dasar pertimbangan mengenai stakeholders mana saja yang perlu dilibatkan peranannya di dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan atau monev pengelolaan DAS, sesuai ruang lingkupnya. Beberapa stakeholders berperan sebagai pelaksana langsung sesuai kewenangannya atau hanya sebagai fasilitator dan atau nara sumber untuk menilai kinerja atau kelayakan suatu program yang akan dan telah diimplementasikan.

B. Analisis  Stakeholders

Analisis stakeholders dilakukan untuk suatu tujuan dan tujuan tersebut harus disebutkan sebelum analisis dimulai (Bryson, 2003). Pada penelitian ini, tujuan analisis stakeholders adalah untuk mengetahui minat/kepentingan dan peranan masing-masing stakeholders dan wewenang mereka dalam pengelolaan DAS. Keberhasilan dari penanganan suatu masalah yang rumit dan terkait dengan banyak pihak, bergantung pada pemahaman yang je1as pada minat dan hubungan antar stakeholders.

Analisis ini dimulai dengan menyusun stakeholders pada matriks dua kali dua menurut interest (minat) stakeholders terhadap suatu masalah dan power (kewenangan) stakeholders dalam mempengaruhi masalah tersebut. Yang dimaksud dengan interest/minat adalah : minat atau kepentingan stakeholders terhadap pengelolaan DAS. Hal ini bisa dilihat dari tupoksi masingmasing instansi. Sedangkan yang dimaksud dengan power/kewenangan adalah : kekuasaan stakeholders untuk mempengaruhi atau membuat kebijakan maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS. Gambar 1 memperlihatkan matriks analisis stakeholders pengelola DAS.

0g1

Gambar I. Matrik Analisis (Kedudukan Stakeholder dalam PengelolaanDAS pelaku utama Stakeholders 1. Subject Keterangan : * = Sangat penting ** = Penting

Keempat belas stakeholders dikelompokkan dalam empat kuadran (subject, players, crowd dan contest setter) dan dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Subject

Subject adalah mereka yang mempunyai minat besar namun wewenangnya kecil. bisa diartikan sebagai pengelolaan DAS yang mempunyai kesungguhan dalam mengelola DAS dengan lebih baik walaupun tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau membuat peraturan-peraturan pengelolaan DAS yang termasuk antara lain :

a. KKPDLBM/PokjaDAS

Pokja DAS dibentuk dengan satu tujuan yaitu pengelolaan DAS yang lebih baik artinya minat lembaga ini dalam pengelolaanDAS memang sangat besar, namun karena Pokja hanya merupakan wadah non-formal maka wewenangnya terbatas. Ia tidak berhak mengeluarkan  peraturan ataupun kebijakan terkait dengan pengelolaan DAS namun hanya sebatas memberikan arahan-arahan dan saran.

b. Masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan DAS

Masyarakat yang tinggal di bagian hulu DAS memegang peranan yang penting pada keberhasilan pengelolaan DAS. Mereka yang telah mengerti artinya menjaga hutan dan menanam pohon demi ketersediaan sumber air dan pencegahan longsor mempunyai minat yang besar terhadap pengelolaanDAS.

c. LP2G (Lembaga Pemberdayaan Pembangunan Gorontalo)

LP2G merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang sosial dan lingkungan. Lembaga ini diikutsertakan dalam Pokja DAS sebagai fasilitator. Lembaga ini bekerjasama dengan beberapa instansi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan khususnya perbaikanDAS Limboto.

d. Akademisi

Akademisi yang mempunyai minat terhadap pengelolaan DAS diikutsertakan dalam perencanaan hingga monev. Mereka mencermati kinerja instansi pengelola DAS dan menuangkan hasil pencermatan dalam bentuk tulisan dan laporan. Mereka juga memberikan saran-saran dan arahan mengenai pengelolaanDAS yang baik.

2. Players

Players adalah mereka yang mempunyai minat besar dan wewenang yang besar. Players bisa diartikan sebagai pemain/pelaksana pengelolaan DAS mulai dari perencanaan hingga monev yang dapat bekerja optimal untuk pengelolaan DAS karena selain minat/tupoksinya terkait langsung dengan pengelolaan DAS mereka juga mempunyai wewenang untuk melakukan sesuatu atau membuat aturan untuk pengelolaanDAS yang lebih baik. Pada matrisk player masih dikelompokkan menjadi dua menurut hubungannya dengan pengelolaanDAS.

Kelompok yang pertama terdiri dari tiga instansi kehutanan yang hubungannya dengan pengelolaan DAS sangat erat bila dilihat dari tupoksinya. Ketiga instansi juga telah terbukti concern terhadap pengelolaan DAS dengan memprakarsai terbentuknya Pokja DAS sebagaiwadah diskusi antar instansi terkait demi pengelolaanDAS yang lebih baik.

a. BPDAS Bone-Bolango

Berdasarkan tupoksinya, BPDAS adalah satu-satunya instansi yang secara spesifik menangani masalah pengelolaan DAS, khususnya masalah perencanaan dan monev. BPDAS merupakan instansi pusat sehingga untuk pelaksanaan program-programnya dilakukan melalui kerjasama dengan DinasKehutananKabupaten.

b. Dinas Kehutanan Propinsi

Dinas Kehutanan Propinsi terutama menangani masalah pengelolaan DAS lintas Kabupaten. Dalam hal pengelolaan DAS Limboto, Dinas Kehutanan Propinsi juga merasa berkewajiban untuk ikut berpartisipasi karena arti DAS Limboto begitu penting karena menyangkut aset nasional yaitu Danau Limboto.

c. Dinas Kehutanan Kabupaten

Dinas Kehutanan Kabupaten adalah pelaksana langsung di lapangan program-program yang terkait dengan pengelolaan DAS. Sesuai dengan semangat desentralisasi maka Dinas Kehutanan Kabupaten diharapkan dapat menjadi ujung tombak dari pelaksanaan pengelolaanDAS.

Kelompok yang kedua adalah instansi yang mempunyai keterkaitan dengan pengelolaan DAS namun dalam uraian tupoksinya juga mencakup hal-hal lain yang kurang berhubungan dengan pengelolaan DAS. Dalam hal wewenang, kelompok ini dianggap mempunyaiwewenang yang sama besar dalam suatu pemerintahan daerah.

d. Dinas  Pertanian

Dinas Pertanian mempunyai kaitan yang cukup erat dengan pengelolaan DAS terutama bila menyangkut masalah pertanian di daerah hulu. Mereka juga dekat dengan masyarakat karena adanya penyuluh-penyuluh pertanian yang memberikan arahan untuk penanaman di lahan miring. Idealnya jika instansi ini bekerjasama dengan instansi kehutanan dalam rangka
pengamanan daerah hulu.

e. Dinas  Perikanan

Dinas Perikanan terutama berkiprah di daerah hilir mengenai kelestarian habitat ikan dan hewan air lain. Kepentingan dari instansi ini adalah kesadaran bahwa keberadaan ikan akan selalu terjaga jika kondisi perairan danau senantiasa baik. Hal ini harus ditunjang dengan berkurangnya sedimentasi dan erosi dari daerah hulu.

f. Balitbangpedalda

Balitbangpedalda (Balai Penelitian Pengembangan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) di Propinsi Gorontalo pada prinsipnya sama dengan akademisi yang pada masalah penelitian namun spesifik pada masalah pencemaran lingkungan dalam hal ini bisa berupa pencemaran perairan danau.

g. Dinas PU Prop+Kab

Dinas PU terutama menangani masalah perairan dan pembuatan bangunan-bangunan air yang diharapkan dapat memperlancar aliran sungai ke danau dan mengurangi sedimentasi serta erosi.

3. Contest setter

Contest setter adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang besar. Contest setter dalam pengelolaan DAS bisa diartikan sebagai perencana makro dari pembangunan, yang karena lingkup kerjanya yang teramat luas maka dianggap minatnya kecil terhadap pengelolaan DAS. Wewenangnya besar karena contest setter mempunyai wewenang untuk mengesahkan program-program dari instansi terkait, termasuk wewenang dalam prioritas pemberian anggaran.Yang termasuk contest setter antara lain:

1. Bappeda Propinsi

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan dan Ekonomi Daerah) merupakan lembaga perencana makro pembangunan daerah. Instansi ini menjaring program-program dari instansi teknis lainnya maupun aspirasi dari masyarakat untuk dikoordinasikan dan disahkan. Selain dari pada itu, wewenangnya juga besar dalam hal pendanaan karena instansi ini berwenang menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah berdasarkan program-program pembangunan daerah yang telah ditetapkan.

2. Bappeda Kabupaten

Di Kabupaten Gorontalo instansi perencanaan pembangunan adalah Bappppeda (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah). Bappppeda merupakan instansi dengan tupoksi merumuskan kebijakan teknis perencanaan pembangunan. Seperti Bappeda di tingkat propinsi, instansi ini juga mengkoordinasikan program antar instansi di tingkat kabupaten. Bedanya di Kabupaten Gorontalo instansi perencana ini sekaligus berfungsi sebagai lembaga penelitian.

4. Crowd

Crowd adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang kecil. Pada kotak ini dimasukkan stakeholder masyarakat. Pada suatu daerah ada masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan DAS dan ada juga yang tidak peduli. Masyarakat pada kotak Crowd adalah mereka yang mempunyai minat kecil terhadap pengelolaan DAS. Mereka ini enggan menjadi Subject dalam suatu kegiatan.

C. Keterlibatan dan Hubungan antar dalam PengelolaanDAS Limboto.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, lembaga yang paling mantap dalam pengelolaan DAS Limboto adalah BPDAS Bone-Bolango. Hal ini disebabkan secara internal lembaga ini sudah sangat baik. Sumberdaya manusianya sudah berpengalaman karena telah bekerja pada bidang pengelolaan DAS sejak BPDAS masih menjadi Sub BRLKT Limboto di bawah pemerintahan Propinsi Sulawesi Utara. Demikian juga masalah pendanaan, sebagai instansi pusat memperoleh dana dari anggaran APBN. Sedangkan untuk program pengelolaan DAS, BPDAS adalah satu-satunya lembaga yang membuat pola RLKT yang menjadi pedoman pengelolaan DAS. Yang menjadi masalah, pola RLKT ini kurang disosialisasikan dengan baik. Dokumen hanya dikirimkan ke instansi terkait tanpa ada kewajiban untuk menjadikannya pedoman, sehingga masih ada kegiatan yang dilakukan oleh instansi terkait yang terkadang berlawanan dengan prinsip pengelolaan DAS yang baik. Hal ini menjadi salah satu alasan lahirnya Kelompok Kerja DAS Limboto (Pokja DAS) yang dipelopori oleh BPDAS bersama Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten. Pembentukan kelompok kerja ini didasari kesadaran bersama bahwa pengelolaan DAS tidak akan berhasil bila hanya ada satu lembaga yang concern, sehingga melalui kelompok kerja ini diharapkan semua lembaga terkait memahami pentingnya pengelolaan DAS dan mau bekerjasama memaksimalkan tugas pokok dan fungsinya yang terkait dengan pengelolaan DAS.

Pokja DAS Limboto pada akhirnya merupakan lembaga yang aktif memfasilitasi diskusi maupun koordinasi para pihak dalam pelestarian Danau Limboto. Keanggotaan berdasarkan individu yang berminat dan tidak membawa nama instansinya walaupun pada prakteknya mereka akan mengimplementasikan hasil diskusi pada program-program di instansi mereka. Mekanisme koordinasi yang terbentuk dalam forum ini adalah dalam bentuk diskusi. Setiap anggota yang hadir menyampaikan permasalahan, maupun kegiatan yang ada dalam setiap instansinya, dan akan dibahas dan didiskusikan dalam forum tersebut. Hasil dari kajian dan diskusi diserahkan kepada masing-masing lembaga yang menjadi anggota forum ini. Selain itu hasil diskusi yang berupa rekomendasi mengenai suatu masalah diserahkan kepada kepala daerah sebagai bahan masukan.Kegiatan diskusi berlangsung rutin setiap bulan dengan topik yang berkaitan dengan pengelolaanDAS.

Hubungan antar instansi pengelola DAS dapat digambarkan pada bagan berikut :

0g2

Gambar 2. Bagan Hubungan Antar Instansi dalam Pengelolaan DAS

Gambar 2 menjelaskan bahwa BPDAS dan instansi terkait bergabung dalam PokjaDAS untuk berdiskusi dan menyusun rencana kerja pengelolaan DAS. Pokja DAS juga menjembatani antara program pemerintah dengan masyarakat dimana pihak LSM LP2G sebagai fasilitator juga berperan dalam mengorganisir masyarakat yang ikut dalam kegiatan/proyek yang dijalankan oleh Pokja. Semua elemen bekerjasama dengan satu tujuan yaitu kelestarianDAS Limboto.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh kunci pada masing-masing lembaga, untuk sementara konsep Pokja DAS Limboto adalah sebagai lembaga nonformal tanpa struktur organisasi yang jelas. Hal ini untuk menghindari timbulnya ego sektoral yang akan menghambat jalannya kegiatan Pokja. Menurut Kartodihardjo, dkk (2004), bentuk organisasi pengelola DAS memang sangat tergantung pada masalah pokok yang akan dipecahkan dan tugas pokok organisasi tersebut. Jika kerjasama dirancang sebagai lembaga yang mengawal untuk menangani masalah informasi dan kelemahan-kelemahan yang telah ada maka bentuk organisasinya dapat tidak formal. Namun jika dirancang sebagai organisasi baru yang sifatnya nyata dengan tanggungjawab baru maka diperlukan suatu lembaga formal. Dalam hal ini kelompok kerja DAS Limboto tidak memerlukan bentuk yang formal, namun untuk kelestarian lembaga ini diperlukan semacam perjanjian dengan lembaga-lembaga pemerintah. Perjanjian formal diperlukan untuk mengantisipasi adanya reorganisasi dan pergantian pejabat.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

  1. BPDAS Bone-Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten merupakan lembaga formal yang sangat berperan dalam pengelolaan DAS Limboto. Lembaga informal yang mempunyai peranan penting adalah PokjaDAS.
  2. Kelembagaan pengelolaan DAS Limboto akan semakin mantap dengan koordinasi dan kerjasama yang baik antara Subject (masyarakat, Pokja DAS) dan Players (BPDAS, Dinas Kehutanan Propinsi, DinasKehutananKabupaten).

B. Saran

Keberlanjutan Pokja DAS memerlukan adanya itikad baik dan perjanjian antar instansi. Perjanjian ini penting karena pergantian posisi pejabat di suatu instansi diharapkan tidak akan menghambat program yang telah disepakati.

DAFTAR  PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

BPDAS Bone-Bolango. 2003. Executive Summary RTL-RLKT DAS Limboto. Balai PengelolaanDAS Bone-Bolango Gorontalo.

Bryson, JM. 2003. What To Do When Stakeholders Matter: A Guide to Stakeholder Identification and Analysis Techniques. A paper presented at the London School of Economics and Political Science.

Dewi,IN dan Iwanuddin. 2004. Pemantapan Kelembagaan PengelolaanDAS dalam Konteks Desentralisasi. Laporan kegiatan Litbang Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Kartodihardjo, H, K. Murtilaksono. dan U Sudadi. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

KKPDLBM, BPDAS Bone-Bolango, LP2G, Japesda. 2004. Laporan Hasil Survey Existing Kondisi Danau Limboto. Atas dukungan Japan International Cooperation Agency dan Dirjen RLPS DepartemenKehutanan.

Paembonan. 2003. SistimKelembagaan Pengelolaan TerpaduDAS Bila. ProsidingWorkshop Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS. Pusat Litbang Sosial Ekonomi Budaya Kehutanan. Bogor.

Leave a comment