M. Fakhrudin, dkk.

Pengelolaan Danau Berbasis Ekohidrologi : Studi Kasus di Danau Limboto

M. Fakhrudin, G.S. Haryani, T. Chrismadha, Lukman, I. Ridwansyah, Peneliti pada Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Kompleks LIPI Cibinong, Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong, Telp. 021 8757071, Faks. 021 8757076

Sumber:  http://blhpp.wordpress.com/

ABSTRAK

Ekohidrologi merupakan suatu disiplin/ paradigma baru yang mengintegrasikan konsep-konsep ekologi dengan hidrologi sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah secara holistik di dalam lingkungan, terutama untuk wilayah perairan darat. Kajian aplikasi pendekatan ekohidrologi untuk pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto telah dilakukan pada tahun 2006. Tujuan dari kajian adalah untuk mengembangkan konsep pengelolaan terpadu lingkungan perairan danau secara lestari. Pengumpulan data, baik data primer dan data sekunder meliputi aspek-aspek hidroklimatologi, kimia-fisik perairan, biologi dan dan produktivitas perairan, serta sosial-ekonomi dan kelembagaan pengelolaan danau. Berdasar data-data tersebut dilakukan pemetaan potensi, pemangku kepentingan, serta permasalahan lingkungan danau, yang selanjutnya diintegrasikan untuk formulasi kriteria pemanfaatan sumber daya lingkungan perairan danau secara berkelanjutan. Penetapan zonasi peruntukan danau dilakukan berdasarkan kriteria tersebut disertai pertimbangan eksistensi masyarakat serta tata-pemanfaatan lingkungan perairan danau yang sudah ada. Berdasar hasil kajian yang telah dilakukan, dirumuskan rekomendasi pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto secara terpadu dan berkelanjutan.

PENDAHULUAN

Ekohidrologi merupakan suatu disiplin/paradigma baru yang mengintegrasikan konsep-konsep ekologi dengan hidrologi sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah lingkungan secara holistik terutama untuk wilayah perairan darat. Ekohidrologi mengkaji interaksi faktor hidrologi dengan komponen biota dalam ekosistem dan memanfaatkan model-model interaksi tersebut untuk dasar pengelolaan lingkungan, baik pada aspek hidrologi, seperti konservasi sumberdaya air, dan pengendalian banjir, maupun pada aspek biota, khususnya dalam upaya konservasi dan pengelolaan produktivitas lingkungan yang berkelanjutan.

Kajian-kajian ekohidrologi untuk pengelolaan sumber daya air kawasan menempatkan faktor ekologi yang meliputi tata vegetasi dan pemanfaatan lahan kawasan menjadi faktor penentu kondisi tata air di kawasan tersebut (Eamus et al. 2006). Sementara berbagai kajian ekohidrologi untuk pengelolaan lingkungan perairan menganggap faktor hidrologi sebagai regulator integritas ekologi yang menentukan pembentukan berbagai tipe habitat, keragaman hayati, dan produktivitas lingkungan perairan. Sebagai contoh: Schneider (2005) menggunakan pendekatan ekohidrolika untuk mengembangkan model dinamika habitat ikan dan organisme benthik akibat tindak pengelolaan badan perairan. Demikian juga Sandu (2005) melaporkan perubahan habitat dan penurunan keragaman hayati akibat berbagai tindak pengelolaan badan air, khususnya pembuatan dam dan perubahan aliran air.

Danau Limboto yang terletak di Propinsi Gorontalo merupakan salah satu danau yang dianggap kritis di Indonesia disebabkan oleh masalah sedimentasi. Saat ini luas danau tinggal kurang dari 3000 ha dengan kedalaman rata-rata 2,5 m (Balitbangpedalda Gorontalo, 2006). Laju sedimentasi yang mencapai 39.864,60 ton/tahun terkait dengan luas daerah tangkapan air danau yang mencapai 91.004 ha (BP DAS Bone-Bolango, 2004) serta 23 sungai yang mengalir masuk ke dalam danau. Sedimentasi dipacu oleh karakteristik curah hujan tinggi, struktur tanah muda serta kerusakan tata guna lahan di kawasan hulu danau (BP DAS Bone-Bolango, 2004). Dampak lanjutan dari permasalahan tersebut adalah terjadinya kerusakan habitat perairan danau yang mengakibatkan menurunnya keragaman hayati dan produktivitas perikanan. Saat ini seluruh komunitas tumbuhan tenggelam di D. Limboto telah menghilang, sementara setidaknya satu jenis ikan juga telah dilaporkan punah. Upaya penyelamatan lingkungan perairan danau perlu dilakukan, mencakup upaya pengendalian laju sedimentasi serta perbaikan lingkungan perairan danau sebagai sumber daya habitat berbagai biota perairan.

Kajian aplikasi pendekatan ekohidrologi untuk pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto telah dilakukan pada tahun 2006. Tujuan dari kajian adalah untuk mengembangkan konsep pengelolaan terpadu lingkungan perairan danau secara lestari.

METODOLOGI

Pengumpulan data, baik data primer dan data sekunder meliputi aspek-aspek hidroklimatologi, kimia-fisik perairan, biologi dan dan produktivitas perairan, serta sosial-ekonomi dan kelembagaan pengelolaan danau. Data-data klimatologi didapat dari Stasiun BMG Bandara Jalaludin-Gorontalo, data-data hidrologi, kimia-fisik serta biologi perairan didapat dari pengukuran langsung di lapangan, data produktivitas perairan didasarkan pada perhitungan MEI dan kandungan klorofil perairan danau, sementara data sosial ekonomi didapat dari survey data sekunder dan kuesioner serta FGD di lapangan secara langsung. Berdasar data-data tersebut dilakukan pemetaan potensi, pemangku kepentingan, serta permasalahan lingkungan danau, yang selanjutnya diintegrasikan untuk formulasi kriteria pemanfaatan sumber daya lingkungan perairan danau secara berkelanjutan. Penetapan zonasi peruntukan danau dilakukan berdasarkan kriteria tersebut disertai pertimbangan eksistensi masyarakat serta tata-pemanfaatan lingkungan perairan danau yang sudah ada. Penetapan zonasi tersebut diarahkan pada dua tujuan utama, yaitu upaya optimasi retensi air untuk mengurangi resiko banjir dan meningkatkan cadangan sumberdaya air, khususnya untuk keperluan pertanian, serta pengelolaan produksi perikanan secara lestari untuk menunjang kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitar danau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasar UU No 7 tahun 2004 pengelolaan sumber daya perairan meliputi upaya-upaya konservasi, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Pengelolaan secara lestari memberikan penekanan pada upaya-upaya menciptakan kebersinambungan fungsi sumber daya perairan danau untuk mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya. WCED (World Committee on Environmental Development) mendefinisikan pengelolaan yang berkelanjutan sebagai upaya-upaya pemanfaatan sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat saat ini tanpa mengurangi kapasitasnya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang. Sementara dalam dimensi sosial pengelolaan berkelanjutan juga berorientasi pada azas demokrasi, partisipatif, dan berkeadilan.

Secara garis besar fungsi sumberdaya perairan danau dapat dikelompokan dalam dua fungsi besar yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi. Secara ekologis perairan danau merupakan suatu ekosistem dalam suatu kesatuan wilayah dimana siklus-siklus ekologis, termasuk di dalamnya siklus air berlangsung. Siklus ekologis pada umumnya merupakan proses berantai yang terjadi antar komponen dalam ekosistem. Kesehatan fungsi ekologis dapat dilihat dari kesempurnaan berlangsungnya siklus-siklus tersebut yang tentu saja sangat tergantung pada keutuhan komponen-komponen ekosistemnya.

Fungsi sosial ekonomi merupakan fungsi yang secara langsung mendukung kehidupan masyarakat di sekitar perairan danau, seperti perikanan, transportasi, pemukiman, dan lain-lain. Akan tetapi pada dasarnya keberlangsungan fungsi sosial ekonomi ini sangat bergantung pada kondisi ekologis perairan danau, seperti misalnya aspek perikanan yang sangat tergantung pada tingkat produktivitas perairan danau, atau transportasi dan pemukiman yang bergantung pada tingkat kelayakan badan air dan kualitas air untuk mendukung fungsi-fungsi tersebut. Dalam konsep pengelolaan perairan danau secara lestari kepentingan fungsi ekologis dan sosial ekonomi dipertimbangkan secara terpadu dan berkeadilan, dimana tingkat pemanfaatan sumberdaya perairan danau harus dihitung tidak melampaui daya dukung lingkungan perairan.

Daya dukung lingkungan perairan danau sangat tergantung pada kondisi biofisik lingkungan perairan danau tersebut serta daerah tangkap airnya. Karena itu dalam upaya penyusunan konsep pengelolaan sumberdaya perairan danau secara lestari pertama-tama perlu dilakukan karakterisasi kondisi biofisik serta evaluasi tingkat daya dukung lingkungan perairan tersebut terhadap fungsi-fungsi sosial ekonomi yang diharapkan. Adapun harapan-harapan tentang fungsi-fungsi sosial ekonomi perairan danau sangat tergantung pada kondisi sosial budaya masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar lingkungan perairan danau tersebut. Dalam upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perairan danau serta mereduksi konflik sektoral dalam pemanfaatan sumberdaya perairan dan perlu disusun kriteria-kriteria fungsi dan pemanfaatan sumberdaya perairan danau yang mengakomodasi kepentingan multisektor dalam batas daya dukung lingkungan secara optimal. Berdasar kriteria-kriteria fungsi dan pemanfaatan tersebut selanjutnya dapat disusun pola pemanfaatan sumberdaya perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di sekitarnya secara lestari.

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN DANAU

Karakteristik Biofisik

Survey tahun 2006 mencatat kedalaman maksimum danau tidak lebih dari 2,25 m, sementara luas genangan air pada saat survey tersebut adalah 2.168 ha dengan volume terhitung sekitar 23.532.919 m3. Data-data hidroklimatologi memperlihatkan hubungan tinggi muka air danau dengan curah hujan di daerah tangkap airnya.. Tinggi air maksimum terjadi antara Bulan April – Mei, sementara tinggi air terendah pada Bulan September – Oktober. Fluktuasi permukaan air tersebut memberikan indikasi peran danau sebagai penyangga banjir.

Gambar 1. Volume danau dengan outflow di D. Limboto

Permasalahan utama lingkungan perairan danau Limboto adalah laju sedimentasi tinggi mencapai 1 – 2 juta ton/tahun yang menyebabkan proses pendangkalan danau yang sangat cepat. Bakosurtanal melaporkan laju penyusutan areal genangan danau mencapai sekitar 1000 ha selama 10 tahun terakhir. Secara kasat mata proses sedimentasi menghasilkan tanah timbul yang menyebar di beberapa bagian perairan danau yang selanjutnya menstimulasi perkembangan vegetasi riparian dan tepi danau yang beradaptasi terhadap kondisi tanah kering yang ditandai oleh dominasi jenis seroja, rumput gajah, dan rumputan lainnya. Sementara itu tingkat kekeruhan air yang tinggi dengan nilai suspensi padatan mencapai 248 mg/l juga menyebabkan berkurangnya atau bahkan punahnya beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh tenggelam (submerged plants) di dalam badan air danau.

Nilai Indeks Status Kesuburan air danau menunjukan status perairan yang eutrofik akibat beban pencemaran organik dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan dan pemukiman sekitar danau. Secara kasat mata tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan adanya permasalahan ledakan populasi tumbuhan air pengganggu. Tingkat cemaran organik yang tinggi juga terindikasi dari kelimpahan biota benthik, khususnya dari kelas tubificidae yang tinggi di dasar perairan danau. Sumber potensial cemaran bahan organik lainnya di Danau Limboto adalah dari budidaya jaring apung dan jaring tancap yang berkembang di badan air danau tersebut.

Keragaman jenis vegetasi akuatik D. Limboto relatif rendah. Hanya 8 jenis tumbuhan yang teramati dengan dominasi jenis eceng gondok, kangkung, dan rerumputan. Komunitas tumbuhan tenggelam yang dikenal dengan bumalo sudah tidak lagi dijumpai. Secara ilmiah bumalo terdiri dari 3 jenis tumbuhan yang berbeda yaitu Najas sp., Ceratophyllum sp. dan Utricularia sp. dan merupakan komponen habitat penting untuk mendukung eksistensi jenis ikan asli danau tersebut. Kumpulan beberapa jenis tumbuhan dominan dikelola oleh masyarakat untuk tujuan perikanan, yang dikenal sebagai bibilo. Data citra LANDSAT tahun 2002 memperlihatkan penutupan bibilo di D. Limboto mencapai 5% dari seluruh luas genangan atau sekitar 131 ha dari 2304 ha luas genangan. Penutupan tumbuhan air, termasuk bibilo pada tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi karena perkembangan usaha perikanan masyarakat.

Jumlah jenis ikan yang tertangkap pada saat survey tahun 2006 tercatat 9 jenis, tiga jenis merupakan ikan asli, yaitu Payangka Merah (Ophiocara porocephala), Payangka Hitam (Ophiocara sp.) dan Manggabai (Glossogobius giuris), serta satu jenis ikan ruaya yaitu sidat (Anguilla sp.). Laporan survey sebelumnya (1994) mencatat eksistensi 17 jenis ikan dari 12 famili, terdiri dari 9 jenis ikan asli dan 8 jenis ikan introduksi. Dengan demikian dapat disimpulkan terjadi penurunan populasi ikan di perairan D. Limboto. Diperkirakan hal ini terjadi sejalan dengan perubahan komposisi jenis ikan dimana tingkat dominasinya bergeser ke jenis-jenis ikan introduksi, seperti jenis ikan mujair dan nila. Kerusakan habitat diduga merupakan faktor penyebab penurunan keragaman jenis ikan di danau. Masyarakat sekitar danau mengaitkan kepunahan jenis payangka dengan hilangnya bumalo. Perubahan kontur danau akibat pendangkalan, kondisi air yang semakin keruh serta tingkat pencemaran organik yang meningkat diperkirakan juga memberi andil pada kepunahan berbagai jenis ikan di perairan danau tersebut.

Perkiraan produktivitas perikanan D. Limboto bervariasi tergantung kedalaman danau dan tingkat kesuburan perairannya. Pada kedalaman danau 2,25 m, produktivitas perikanan tertinggi yang dapat dihasilkan adalah 669 ton/tahun (Tabel 3), dan meningkat sejalan dengan kedalaman atau volume danau. Oleh karena itu kontrol luas dan kedalaman genangan air danau sangat penting dalam mengelola sektor perikanan di danau. Potensi produksi perikanan D. Limboto diduga jauh lebih besar, karena pasokan energi untuk sumber pakan dapat bersumber dari komponen allochtonous.

Disamping itu di perairan danau juga berkembang perikanan budidaya karamba jaring apung, serta kegiatan pembuatan rumpon (bibilo) dari eceng gondok yang dikelompokkan dalam suatu area perairan danau untuk menarik populasi dan pertumbuhan ikan di dalamnya. Produktivtas perikanan bibilo ini diperkirakan mencapai 877 ton/tahun. Total luas area karamba jaring apung diperkirakan sebesar 51.531 m2 yang meliputi 2.559 buah keramba dengan ukuran keramba yang terbanyak adalah 5 x 5 m2. Ikan yang dibudidaya umumnya adalah ikan nila. Produksi ikan dari kegiatan jaring apung pada tahun 2005 mencapai 313,7 ton. Secara keseluruhan potensi produksi perikanan danau Limboto mencapai sekitar 1.300 ton/tahun, dan dengan asumsi tingkat eksploitasi secara berkelanjutan sekitar 50% dari total produksi di atas, nilai ekonomi yang dapat dikembangkan sekitar Rp. 5 – 10 milyar per tahun. Sektor perikanan ini menghidupi 14 % penduduk sekitar danau Limboto.

Kondisi Sosial Ekonomi

Kawasan pemukiman di sekitar D. Limboto relatif berkembang dengan infrastruktur yang memadai. Perairan danau dikelilingi oleh 23 desa yang tersebar di empat kecamatan dan dua kota kabupaten. Data statistik tahun 2004 memperlihatkan total jumlah penduduk di seluruh kecamatan tersebut adalah 463.563 jiwa dengan tingkat kepadatan 469 jiwa/km2. Dibanding dengan data tahun 1994 yang mencatat populasi sebesar 261.643, dalam kurun waktu 10 tahun tersebut terjadi kenaikan jumlah penduduk lebih dari 77%. Dari total populasi tersebut, jumlah penduduk yang tinggal di desa-desa sekitar danau adalah 50.930 jiwa ( sekitar 11 %), namun bila dilihat tingkat kepadatan cenderung lebih tinggi, yaitu 542 jiwa/km2. Simulasi topografi memperlihatkan peningkatan tinggi muka air danau hingga 5 m dpl merendam sekitar 11 ha kawasan pemukiman, sementara bila muka air dinaikkan hingga 6 m dpl areal pemukiman yang terendam mencapai 53 ha.

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di sekitar D. Limboto tidak menggunakan air danau secara langsung untuk keperluan rumah tangga, akan tetapi mereka menggali sumur untuk keperluan air dalam rumah tangga tersebut. Sarana jalan raya pada umumnya baik hingga ke kawasan pemukiman di tepi danau, sehingga penduduk sekitar danau memiliki akses yang sangat baik terhadap berbagai sarana kebutuhan pokok yang terpusat di Kecamatan Limboto atau langsung ke Kota Gorontalo. Demikian juga sarana energi listrik dan BBM terdistribusi dengan baik ke kawasan pemukiman di sekitar danau tersebut. Infrastruktur yang telah berkembang memberikan daya tarik masyarakat untuk berpindah tinggal di kawasan pemukiman di sekitar danau. Akibatnya pertambahan penduduk akan lebih pesat dan meningkatkan tekanan terhadap ekosistem danau.

Perkembangan pemukiman tersebut sejalan dengan berkembangnya kegiatan pertanian di sekitar danau, yang pada umumnya memanfaatkan tanah timbul untuk pesawahan dan peladangan. Data terakhir memperlihatkan luas sawah mencapai 637 Ha, sementara luas ladang sekitar 329 Ha. Pertanian dilakukan secara intensif, terlihat dari penggunaan pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman padi. Dengan demikian dari kegiatan pertanian ini perlu diwaspadai adanya residu pestisida serta sisa nutrien yang terbawa aliran air masuk ke dalam perairan danau.

Survey sosial-budaya mencatat modal sosial yang relatif lemah untuk mendukung pembangunan lingkungan perairan danau. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, serta rendahnya rasa solidaritas di antara sesama anggota masyarakat di sana. Demikian juga tidak ada suatu hukum atau peraturan adat yang menjadi rujukan dalam pengelolaan lingkungan perairan danau. Akibatnya potensi konflik kepentingan di lingkungan perairan danau sangat tinggi, seperti terlihat dari praktek pengkaplingan areal danau secara individual untuk perikanan bibilo dan karamba jaring apung. Meskipun demikian masih terekam harapan mayoritas masyarakat sekitar danau agar pemerintah menfasilitasi upaya pemulihan kondisi lingkungan danau

STRATEGI PENGELOLAAN

Lingkup kesatuan wilayah ekosistem perairan danau meliputi badan air danau dan lingkungan di kawasan daerah tangkap airnya, sehingga sistem pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto harus merupakan bagian dari sistem pengelolaan Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Sebagai contoh dalam pengembangan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan FAO menyarankan untuk membagi wilayah pengelolaan kawasan wilayah sungai kedalam tiga klaster, yaitu pengelolaan kawasan pedesaaan, pengelolaan kawasan sub DAS atau klaster orde sungai, serta pengelolaan DAS secara keseluruhan. Mengikuti konsep demikian pengelolaan lingkungan perairan danau dapat ditempatkan pada konteks pengelolaan kawasan pedesaan atau kawasan sub DAS, dimana keterlibatan masyaraakat lokal sangat diperlukan sebagai subjek sekaligus juga objek dari pengelolaan itu sendiri mengikuti aturan pengelolaan yang lebih luas di seluruh DAS.

Berdasar cara pandang perairan danau sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat umum secara berkelanjutan menempatkan kepentingan sektor-sektor sebagai matrik sasaran pengelolaan dengan sektor lingkungan sebagai faktor pengikatnya. Dengan demikian pengelolaan perairan danau juga harus meliputi upaya-upaya koordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau. Informasi dan pengetahuan mengenai ekosistem perairan danau, meliputi struktur komponen dan proses ekologi serta sosial ekonomi masyarakat sangat diperlukan, baik untuk menentukan batasan daya dukung lingkungan maupun untuk penetapan nilai kepentingan setiap sektor yang terlibat.

Oleh karena itu perlu didorong pengembangan kelembagaan pengelolaan perairan danau yang bersifat partisipatif, dimana pemerintah melalui departemen atau dinas, misalnya Dinas Pekerjaan Umum atau Balai Pengelola Wilayah Sungai berperan penting sebagai fasilitatornya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi:

  • Pembentukan forum untuk pertemuan-pertemuan koordinatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk penyusunan kerangka kelembagaan, meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi-strategi pengelolaan, termasuk di dalamnya program-pogram implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pertemuan demikian juga harus menyepakati bentuk kelembagaan serta yang akan dibentuk beserta struktur organisasi di dalamnya;
  • Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat;
  • Untuk implementasi kebijakan serta strategi pencapaian sasaran selanjutnya disusun master plan kawasan perairan danau. Penyusunan master plan juga memerlukan keterlibatan masyarakat, pemangku kepentingan, serta pemerintah, ditambah tenaga-tenaga ahli terkait yang dapat memberikan masukan-masukan informasi untuk pengambilan keputusan yang akurat. Suatu tim ad hoc perlu dibentuk untuk maksud tersebut, dan karena memerlukan dana yang besar, penyusunan master plan kawasan danau ini sebaiknya difasilitasi oleh pemerintah
  • Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi peraturan-peraturan pengelolaan danau, pencerahan aspek fungsi lingkungan danau, informasi teknolgi penangkapan, pengolahan hasil tangkap, dan status terkini pasar, serta pelaksanaan insentif pembangunan masyarakat berbasis sumberdaya perairan danau yang berkelanjutan;
  • Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi lingkungan danau yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan danau. Data dan informasi tentang lingkungan danau, meliputi aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sangat penting untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan danau. Demikian juga keterbukaan akses data dan informasi tersebut melalui suatu sistem informasi sangat penting untuk pemberdayaan masyarakat serta masukan-masukan ilmiah serta kepemerintahan yang baik.

Upaya pengelolaan juga memerlukan pembagian wilayah perairan danau dalam zona-zona pemanfaatan yang disepakati bersama. Dalam konteks Integrated Water Resouce Management (IWRM) World Lake Forum membagi fungsi perairan danau dalam empat peruntukan besar, yaitu: perikanan, pemukiman, transportasi, dan pariwisata. Namun disamping keempat fungsi besar tadi, perairan D. Limboto juga memiliki potensi untuk pengembangan sektor pertanian, sementara beberapa laporan lainnya memasukan sumber daya air dan energi sebagai lingkup dari fungsi perairan danau tersebut.

Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan pembahasan pengelolaan perairan danau lebih mengedepankan fungsi-fungsi sosial ekonomi tersebut, sementara pertimbangan fungsi ekologis, seperti aspek konservasi sumber daya air dan sumber daya hayati merupakan bagian integral dari upaya menciptakan kondisi keberlanjutan fungsi sosial-ekonomi tersebut. Pendekatan ini diharapkan lebih memberikan justifikasi terhadap upaya-upaya pengelolaan lingkungan perairan danau sebagai langkah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, sehingga lebih mudah diterima serta mendorong keikutsertaan masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan perairan danau tersebut.

KRITERIA FUNGSI DANAU

Dalam konteks IWRM (Integrated Water Resouce Management) World Lake Forum membagi fungsi perairan danau tersebut dalam empat peruntukan besar, yaitu: perikanan, pemukiman, transportasi, dan pariwisata. Namun disamping keempat fungsi besar tadi, perairan D. Limboto juga memiliki potensi untuk pengembangan sektor pertanian, sementara beberapa laporan lainnya memasukan sumber daya air dan energi sebagai lingkup dari fungsi perairan danau tersebut.

Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan pembahasan pengelolaan perairan danau lebih mengedepankan fungsi-fungsi sosial ekonomi tersebut, sementara pertimbangan fungsi ekologis merupakan bagian integral dari upaya menciptakan kondisi keberlanjutan fungsi sosial-ekonomi tersebut. Pendekatan ini diharapkan lebih memberikan justifikasi terhadap upaya-upaya pengelolaan lingkungan perairan danau sebagai langkah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian disamping lebih mudah diterima oleh masyarakat, pendekatan ini juga diharapkan akan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam upaya pengelolaan itu sendiri.

Penyusunan kriteria fungsi danau dimaksudkan untuk mengoptimasikan pemanfaatan potensi sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat secara berkesimanbungan. Hal ini berarti bahwa dalam penyusunan kriteria fungsi-fungsi tersebut harus memperhatikan semua aspek yang ada secara keseluruhan. Demikian juga meskipun penyusunan kriteria fungsi tersebut didasarkan pengelompokan sektoral untuk memudahkan dalam aplikasinya, namun tetap harus memperhatikan keterkaitan antar komponen sektoral sehingga keberlangsungan proses ekologis yang menjadi dasar keberlanjutan fungsi-fungsi tersebut dapat terjaga.

Perikanan

Pembangunan fungsi perikanan dalam perairan danau harus mempertimbangkan aspek ekofisiologi ikan dengan keragaman jenisnya, kondisi lingkungan perairan, serta kondisi masyarakat sebagai pengambil manfaat akhir dari upaya pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut. Prinsip pertama adalah ikan dipandang sebagai sumberdaya karena dapat memberi manfaat, misalnya sebagai pangan dengan nilai nutrisi tinggi, sebagai ikan hias, atau sebagai komoditas olahraga pemancingan. Penyusunan kriteria perikanan harus menentukan terlebih dahulu manfaat apa yang akan dipilih sebagai prioritas yang akan dikembang-lestarikan. Dilihat dari keragaman jenisnya pengembangan perikanan di D. Limboto perlu lebih difokuskan pada perikanan untuk manfaat pangan, sementara sebagai komoditas pemancingan dapat dilakukan sebagai bagian dari pengembangan pariwisata danau. Potensi ikan hias di perairan danau kurang menonjol.

Manfaat pangan selanjutnya bergantung dari ukuran, baik ukuran individu maupun populasi yang selanjutnya menentukan tingkat produktivitas serta nilai dari manfaat tersebut, khususnya secara ekonomis. Sementara secara sosial budaya aspek bentuk dan rasa juga menentukan nilai yang didapat dari manfaat tersebut. Sayangnya perairan D. Limboto saat ini menghadapi masalah penyusutan populasi ikan-ikan asli yang bernilai ekonomis relatif penting, sehingga disamping upaya perumusan pengelolaan secara lestari, juga perlu dirumuskan konsep pemulihan populasi jenis-jenis ikan asli tersebut agar bisa didapat nilai manfaat yang lebih besar dari sektor perikanan ini.

Penyusunan kriteria perikanan juga harus memperhatikan dimensi ikan sebagai bagian komunitas perairan. Dalam hal ini faktor-faktor ekofisiologi terkait dengan keberlangsungan siklus hidup ikan harus dapat dipenuhi atau dioptimalkan untuk tujuan produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Siklus hidup ikan pada umumnya dapat dianggap dimulai dari telur, menetas menjadi larva, tumbuh menjadi juvenil atau anakan, menjadi dewasa, memijah dan menghasilkan telur. Pada setiap fase kehidupan tadi setiap jenis ikan memerlukan sumberdaya habitat yang bervariasi. Keperluan terhadap sumberdaya habitat yang spesifik dalam ilmu ekologi dikenal sebagai niche, dimana pada umumnya beragam organisme dalam suatu ekosistem tumbuh berdaptasi dalam suatu mosaik kesesuaian niche dengan sumberdaya habitat yang ada. Mosaik kesesuaian niche menentukan produktivitas jenis organisme dalam suatu ekosistem, sehingga secara teoritis lingkungan perairan danau dapat diarahkan untuk produksi suatu jenis organisme dengan merekayasa lingkungan perairan berdasar konsep kesesuaian niche tersebut.

Berdasar keperluan siklus hidup lingkungan perairan dapat dibagi menjadi empat jenis habitat, yaitu: spawning ground (tempat bertelur biasanya juga tempat memijah), nursery ground (tempat tumbuh larva atau anakan), feeding ground (tempat mencari makan), dan playing ground (tempat bermain dan mencari pasangan). Seperti telah diuraikan di atas keperluan kondisi jenis habitat tersebut bervariasi pada tiap jenis organisme. Sumberdaya ikan di perairan D. Limboto dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu ikan lokal danau, ikan migrasi, dan ikan introduksi. Ikan lokal danau merupakan ikan asli perairan danau tersebut, seperti ikan payangka dan ikan manggabai. Jenis ikan migrasi yaitu jenis-jenis ikan yang datang ke perairan D. Limboto dalam salah satu tahapan siklus hidupnya. Setidaknya dikenali dua jenis ikan migrasi di perairan D. Limboto, yaitu ikan sidat dan ikan belanak. Kelompok ketiga adalah ikan introduksi yang dimasukkan kedalam perairan danau untuk meningkatkan produktivitas perairan danau, seperti ikan mas, mujair, dan nila. Ikan introduksi lainnya adalah ikan koan yang diintroduksikan untuk tujuan pengendalian gulma eceng gondok di perairan danau. Pengelolaan sumberdaya perikanan di D. Limboto harus memperhatikan keberagaman habitat yang diperlukan oleh berbagai jenis ikan tersebut. Perhatian khusus perlu diberikan bila upaya pengelolaan danau atau sumber daya air lainnya memerlukan pembangunan konstruksi bendungan atau pintu air. Pembangunan konstruksi tersebut harus dapat mengakomodasi keperluan ekologis ikan migrasi, yaitu sidat dari laut ke danau dan sebaliknya.

Disamping siklus hidup, ikan juga bervariasi berdasar perilaku makannya, yaitu sebagai herbivora (pemakan tumbuhan), karnivora (pemakan hewan lain), dan omnivora (pemakan keduanya). Mosaik kelompok ikan ini dalam ekosistem membentuk jejaring makanan dimana ikan-ikan itu hidup dalam saling ketergantungan satu dengan yang lainnya, sementara produktivitas masing-masing kelompok dapat diperkirakan melalui suatu model piramida jejaring makanan.

Kesuburan air juga merupakan faktor sangat penting yang menentukan produktivitas perikanan suatu perairan. Secara umum telah diketahui bahwa kesuburan perairan menentukan batas maksimum produktivitas biomassa perikanan suatu danau, dimana pada tingkat kesuburan tertentu akan didapat suatu nilai produktivitas tertentu, meskipun komposisi jenis ikan yang tumbuh di dalamnya berubah-rubah. Bersama-sama dengan faktor morfometri yang menentukan luas dan kedalaman, kesuburan air membangun kapasitas danau untuk memproduksi sumber daya perikanan. Sementara itu garis pantai merupakan faktor ekologis penting lain yang memperkaya fungsi habitat danau, yang harus diperhatikan juga dalam pembangunan sektor perikanan umum danau. Garis pantai merupakan daerah ekoton atau ekosistem peralihan darat dan air yang dikenal memiliki produktivitas biologis tinggi, dan umumnya memiliki peran kunci dalam siklus hidup ikan. Status garis pantai biasanya digambarkan dengan nilai rasio panjang garis pantai terhadap volume danau. Nilai garis pantai berkaitan dengan tingkat keragaman ikan dan bota lainnya.

Disamping untuk perikanan umum, kriteria pengembangan danau perlu juga memperhatikan fungsi perikanan budidaya, yaitu bibilo dan karamba jaring apung. Perikanan bibilo saat ini merupakan kegiatan ilegal karena telah dilarang dalam Peraturan Pemerintah Daerah No. 76 tahun 2000 karena dianggap mempercepat proses pendangkalan danau serta berpotensi menimbulkan konflik kepemilikan areal perairan danau. Namun kajian ekologis memperlihatkan keunggulan konsep perikanan bibilo sebagai teknologi rekayasa lingkungan yang efektif untuk pelestarian dan peningkatan produktivitas perikanan, disamping juga dapat merupakan bagian upaya pengendalian atau pemanfaatan ledakan tumbuhan gulma air. Bibilo juga mempunyai potensi sebagai agen remediasi pencemaran bahan organik dan unsur hara yang berasal dari limbah organik rumah tangga dan pertanian. Berbagai faktor yang mendukung pengembangan perikanan bibilo telah tersedia di perairan D. Limboto, khususnya kesuburan air yang disertai ledakan populasi tumbuhan gulma air. Pengelolaan selanjutnya perlu diarahkan pada upaya penanggulangan dampak negatifnya, yaitu pendangkalan danau serta konflik kepemilikan areal perairan danau. Efek bibilo terhadap laju pendangkalan danau dapat ditanggulangi relatif mudah dengan mengendalikan populasi tumbuhan air dalam bibilo pada level optimal serta membuang kelebihan biomassa tumbuhan gulma ke luar danau atau memanfaatkannya sebagai pakan atau mengolahnya untuk pupuk organik. Namun penentuan kondisi kepadatan populasi bibilo optimal masih memerlukan kajian yang mendalam. Sementara itu konflik kepemilikan lahan sangat memerlukan keterlibatan unsur pemerintah melalui pengembangan regulasi sistem pengelolaan serta pemetaan batas areal danau yang lebih jelas dan tegas.

Pengembangan perikanan karamba jaring apung memerlukan perairan danau sebagai sumber daya air utuk media pertumbuhan ikan. Untuk itu perlu kualitas air yang baik yang sesuai untuk pertumbuhan ikan, jumlah air yang memadai, serta sirkulasi air yang menjaga suplai oksigen dalam air serta pembuangan sisa pakan dan metabolisme.

Faktor berikutnya yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kriteria fungsi perikanan adalah eksistensi masyarakat nelayan. Disamping jumlah populasi nelayan, kapasitas mereka dalam mengakses serta mengeksploitasi sumberdaya perikanan yang ada juga perlu diperhitungkan. Keduanya berkaitan dengan teknologi dan sarana yang dimiliki oleh nelayan dalam melaksanakan pekerjaan mereka menangkap ikan. Misalnya nelayan yang memiliki perahu bermotor akan memiliki mobilitas yang tinggi dalam menangkap ikan dibanding bila hanya menggunakan perahu dayung. Demikian juga penggunaan jaring sebagai alat tangkap meningkatkan kapasitas tangkap dibanding dengan hanya memasang bubu. Dalam hal ini pengembangan kriteria fungsi perikanan perlu mempertimbangkan sumber daya perikanan sebagai matapencaharian nelayan, dimana didalamnya mencakup pemerataan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, serta pengentasan kemiskinan, tentu saja tanpa mengabaikan keseimbangan lingkungan untuk menjaga asas keberlanjutannya. Perlu diingat bahwa pengembangan kapasitas nelayan memerlukan modal dan sarana peralatan, sehingga pembangunan masyarakat nelayan perlu melibatkan penyedia modal atau bank perkreditan penyedia peralatan mulai dari pancing, jaring hingga perahu bermotor, serta penyedia jasa bagi perawatan peralatan-peralatan tersebut. Semua hal tersebut merupakan peluang lapangan kerja yang dapat dikembangkan sebagai ikutan dari kegiatan perikanan.

Disamping itu struktur usaha perikanan juga melibatkan pasar yang dalam hal ini diwakili oleh pengumpul (middle man). Hubungan ketersediaan sumberdaya dengan volume pasar serta proses sumber daya tersebut sampai ke pasar menciptakan nilai jual bagi sumberdaya tersebut.

Fungsi perikanan juga perlu melibatkan pemerintah atau lembaga pengelola yang ditunjuk atau disepakati oleh pemerintah. Hal ini penting karena posisi pemerintah sebagai penyelenggara negara yang berwenang dalam membuat peraturan-peraturan, penegakan hukum, resolusi konflik, serta penyelenggaraan insentif atau bantuan lainnya. Sementara pemerintah dapat mengambil manfaat dari fungsi perikanan ini sebagai bagian dari pendapatan negara dari pajak penghasilan atau setidaknya untuk kontribusi pada produk nasional (GDP) secara keseluruhan.

Pemukiman

Penyusunan kriteria fungsi pemukiman didasarkan pada tiga faktor utama, yaitu keamanan, kesehatan, dan kenyamanan. Sifat kawasan lingkungan perairan danau adalah kejadian banjir yang secara rutin datang sejalan dengan turunnya musim penghujan. Kerawanan tersebut dapat diantisipasi dengan dua alternatif, yaitu pemilihan lokasi yang lebih tinggi dari muka air maksimum, dan pemilihan desain rumah yang beradaptasi dengan kejadian banjir tersebut.

Di kawasan danau lokasi yang lebih tinggi di atas muka air maksimum banyak ditemukan di luar kawasan danau. Namun beberapa segmen masyarakat, khususnya nelayan memilih tinggal di kawasan beresiko banjir di dekat danau karena akses terhadap sumber matapencaharian, yaitu perikanan. Karena itu bagi masyarakat nelayan alternatif kedua dianggap lebih rasional.

Faktor kesehatan terkait dengan ketersediaan sumber daya air bersih untuk minum dan MCK, sistem sanitasi, baik limbah cair maupun padat, serta resiko wabah penyakit. Faktor kesehatan ini sangat erat terkait dengan daya dukung perairan danau, baik untuk pemukiman itu sendiri maupun untuk kegiatan masyarakat lainnya. Masyarakat sekitar D. Limboto pada umumnya tidak memanfaatkan air danau secara langsung untuk keperluan rumah tangga, namun mereka mengambil air dari sumur yang mereka gali di sekitar rumah mereka. Hal ini dimungkinkan karena kedalaman air tanah dangkal di sekitar danau hanya sekitar empat meter, sehingga pengambilannya relatif mudah dan murah. Namun meskipun demikian tetap perlu diwaspadai potensi tekanan pencemaran limbah rumah tangga kedalam perairan danau. Salah satu alternatifnya adalah dengan memanfaatkan vegetasi lahan basah di zona litoral danau untuk mendegradasi limbah rumah tangga tersebut, khususnya limbah cair. Alternatif lainnya adalah dengan membuat sistem saluran pembuangan yang mengalirkan limbah cair dari kawasan pemukiman langsung menuju saluran pembuangan air danau. Sistem ini dapat dilengkapi pengolah limbah sistem lahan basah buatan sepanjang jarak antara kawasan pemukiman dengan saluran pembuangan danau. Limbah padat yang sulit terdegradasi perlu diolah atau dibuang jauh dari lingkungan danau.

Faktor ketiga adalah kenyamanan, terutama berkaitan dengan aksesibilitas lokasi pemukiman terhadap infrastruktur masyarakat pada umumnya, seperti pendidikan, pasar, rumah sakit, transportasi, pekerjaan, dan lain-lain. Kawasan pemukiman di sekitar D. Limboto pada umumnya telah dilenggkapi sarana transportasi yang baik untuk dapat mengakses berbagai keperluan dasar kehidupan masyarakatnya.

Transportasi

D. Limboto terletak di kawasan yang sekelilingnya telah relatif berkembang, dengan sarana transportasi darat memadai mengelilingi pinggiran danau tersebut. Dengan demikian sarana transportasi air hanya diperlukan secara terbatas berkaitan dengan pengelolaan perairan danau secara langsung, seperti untuk menangkap ikan atau menuju ke lokasi karamba jaring apung. Meskipun demikian masih dianggap perlu untuk menetapkan kriteria bagi pengembangan fungsi perairan danau untuk sarana transportasi.

Kriteria fungsi transportasi perlu memperhatikan faktor-faktor keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan efisiensi. Keempat faktor tersebut terkait dengan tiga unsur, yaitu kondisi biofisik perairan, masyarakat pelaku transportasi, dan kendaraan yang digunakan. Dari aspek biofisik kedalaman air menentukan kelancaran lalulintas transportasi, sehingga upaya mempertahankan perairan danau pada tingkat kedalaman tertentu sesuai dengan kapasitas alat transportasi yang akan dikembangkan harus dilakukan.

Arus atau pergerakan air lainnya menentukan keamanan dan kenyamanan tranportasi air. Maka untuk penetapan jalur transportasi air juga perlu dikenali pola-pola pergerakan air agar dapat dipilih jalur-jalur yang aman untuk dilayari. Demikian juga kecenderungan-kecenderungan pengaruh iklim terhadap pola gerak air perlu dipertimbangkan, karena seperti angin kencang diketahui dapat menimbulkan gelombang air yang berbahaya bagi perahu-perahu kecil yang umum digunakan untuk trasportasi di sana. Pembangunan shelter-shelter di sepanjang jalur transportasi perlu dilakukan untuk berlindung bagi orang yang terjebak pada kondisi berbahaya tersebut. Untuk keamanan dan kenyamanan juga perlu ditetapkan peraturan-peraturan tentang tatacara serta perizinan berlayar, kelayakan layar perahu atau kapal, penempatan rambu-rambu lalulintas sebagai petunjuk arah ataupun peringatan-peringatan kondisi berbahaya tertentu. Peraturan-peraturan juga perlu dirancang untuk mengurangi laju pencemaran bahan bakar atau pelumas kedalam perairan serta gangguan terhadap kehidupan satwa di dalam air.

Hal lain yang perlu diperhatikan untuk pengembangan sarana transportasi air adalah fasilitas tambat di tempat umum, seperti layaknya tempat parkir mobil, yang lebih aman dan nyaman.

Pertanian

Perkembangan sektor petanian bergantung pada ketersediaan lahan yang subur serta sistem pengairan yang kontinu sepanjang tahun dengan jumlah suplai air yang memadai, sementara dari aspek lingkungan diperlukan teknologi budidaya yang menghasilkan limbah seminimal mungkin, khususnya unsur hara dan residu pestisida.

Kegiatan pertanian di D. Limboto berkembang memanfatkan bentangan lahan bekas danau yang menyusut karena sedimentasi dan pendangkalan, sehingga kegiatan pertanian tersebut sebagian besar berada di bagian arah hulu dimana aliran sungai masuk ke danau berada. Oleh karena itu berbagai perlakukan yang terkait dengan kegiatan pertanian, seperti pemupukan dan penggunaan pestisida dapat secara langsung berdampak kepada lingkungan perairan danau. Pengembangan pertanian di wilayah sekitar D. Limboto sifatnya harus ekstensif, hanya mengandalkan kesuburan alamiah yaitu tanpa pemberian pupuk serta tanpa penerapan pestisida. Sementara untuk menanggulangi dampak limbah pertanian dapat dilakukan dengan membentengi perairan danau dengan barisan vegetasi lahan basah yang dapat menyerap cemaran unsur hara dan pestisida sebelum limpasan air dari lahan pertanian tersebut masuk kedalam danau. Penelitian perlu dilakukan untuk mengkaji daya dukung lahan dan lingkungan perairan danau serta mengembangkan teknik pertanian yang sesuai untuk tingkat produksi pertanian yang optimal dengan memperhatikan azas kelestarian perairan danau.

Dalam kaitan dengan keperluan sumber daya air, badan air danau dapat dipertimbangkan sebagai cadangan air yang dapat dimanfaatkan pada saat musim kering. Peningkatan fungsi danau untuk cadangan air ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan retensi air, yaitu dengan memanipulasi kesetimbangan air lain dengan pembangunan pintu air yang sesuai.

Peternakan

Peternakan yang dapat dikembangkan adalah ternak yang dapat memafaatkan sumber nabati (rumput) yang tumbuh dan dapat ditumbuhkan di lahan-lahan wilayah tepian perairan danau. Lahan-lahan limpasan danau, atau yang tidak mengalami pengenangan air pada saat air tinggi diperkirakan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pakan sapi, terutama jenis rumput yang dapat tumbuh pada tanah dengan kejenuhan air tinggi. Rumput raja (King Grass) yang merupakan hasil persilangan rumput gajah (Pennisetum purpereum) dan P. typhoides, tampaknya dapat dikembangkan pada lahan limpasan karena selain memiliki nilai gizi tinggi, juga dapat tumbuh pada tanah yang berat dengan kemampuan menahan air yang tinggi (Anonimus, 1989).

Pariwisata

Aset potensi kepariwisataan Indonesia, selain memenuhi unsur keindahan alam (natural beauty), keaslian (originality), kelangkaan (scarcity) dan keutuhan (wholesomeness), tetapi kekayaan budaya, flora dan fauna, ekosistem dan gejala alam (Ardika, 1999). Sementara itu salah satu bentuk pengelolaan ekosistem danau berdasarkan Strategi Nasional Lahan Basah, yaitu dengan menyisihkan sebagian kawasan yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati yang unik, endemik dan dilindungi untuk dijadikan kawasan konservasi. (Haeruman, 1999). Dengan demikian kriteria wisata dari perairan danau adalah memanfaatkan berbagai kekayaan sumberdaya dan karakteristik lingkungannya, yang setiap perairan danau sangat bervariasi.

Perairan danau sebagai suatu atraksi memberikan beberapa kategori produk wisata dengan segmen pasar berbeda. Danau bukan merupakan single destination, tetapi menjadi daya tarik dengan obyek wisata lainnya.

Kriteria pariwisata untuk kawasan Danau Limboto terkait dengan objek wisata alam dan budaya, sehingga lebih mengarah pada ekowisata (Ecotourism). Definisi dari ekowisata adalah aktivitas rekreasi di alam yang hanya sedikit mempunyai efek merugikan terhadap lingkungan, tetapi kebalikannya bahkan meningkatkan pengetahuan wisatawan tentang alam, adanya sumbangan pada kegiatan konservasi alam dan juga meningkatkan ekonomi lokal (Hartoto., et al, 1999).

Objek-objek wisata yang dapat diangkat selain aktivitas-aktivitas rekreasi danau seperti bermain perahu, pemancingan, restoran apung, juga obyek-obyek yang mempunyai nilai sejarah, yaitu Benteng peninggalan Jepang, dan tempat pendaratan pesawat ampibi oleh Presiden pertama Indonesia Soekarno, serta obyek wisata untuk mandi air panas. Keseluruhan obyek wisata tersebut perlu disinergikan dan di kemas menjadi satu paket wisata danau.

PENETAPAN ZONASI PERUNTUKAN

Penetapan zonasi peruntukan danau didasarkan pada kriteria fungsi danau dan dimaksudkan untuk mengoptimasikan pemanfaatan potensi sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat secara berkesimanbungan. Hal ini berarti bahwa dalam penetapan zonasi peruntukan danau tersebut harus memperhatikan semua aspek yang ada secara keseluruhan. Demikian juga meskipun kriteria fungsi tersebut bersifat sektoral untuk memudahkan dalam aplikasinya, namun tetap harus memperhatikan keterkaitan antar komponen sektoral sehingga keberlangsungan proses ekologis yang menjadi dasar keberlanjutan fungsi-fungsi tersebut dapat terjaga. Demikian juga, penetapan zonasi juga harus memperhatikan zona-zona peruntukan yang sudah ada, karena diyakini bahwa pembentukan zona-zona yang sudah ada tersebut sudah berlangsung lama melalui proses adaptasi dan pengetahuan tradisional berdasar pengalaman masyarakat yang menjalaninya. Secara konsepsual penetapan zonasi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung diarahkan untuk mendukung fungsi danau sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan masyarakat di sekitar danau secara berkelanjutan. Bentuk-bentuk zona yang diusulkan serta sebarannya di perairan D. Limboto dapat dilihat pada Gambar 2.

Beberapa bentuk zonasi secara sinergi diarahkan untuk peningkatan produktivitas dan pelestarian sumber daya perikanan di perairan danau, yaitu meliputi pengembangan kawasan reservat perikanan, pengembangan perairan tepian danau beserta vegetasi ripariannya, pengembangan zona lahan basah buatan, serta penataan formasi bibilo dan karamba jarring apung. Zonasi juga diarahkan untuk pengendalian masukan dan distribusi limbah di dalam perairan danau, yaitu melalui penempatan lahan basah buatan dan formasi bibilo sebagai filter biologis di poisisi-posisi pemasukan limbah, sementara di dalam danau pola arus dan kedalaman diperhitungkan untuk mereduksi dampak budidaya karamba jaring apung terhadap kualitas air danau. Disamping itu juga diusulkan untuk penetapan kawasan sempadan danau dengan memperhatikan kondisi kawasan pemukiman dan infrastruktur yang telah ada, meliputi areal berjarak 100 m dari batas genangan air tertinggi danau atau sisi jalan raya yang ada. Di dalam kawasan sempadan tersebut dapat dikembangkan kawasan hutan lindung untuk menyangga fungsi reservat perikanan, taman rekreasi, dan pengembangan jalur tepi pantai untuk aktivitas pariwisata dan pemulihan habitat perikanan.

Tinggi muka air danau merupakan faktor yang sangat berperan dalam penentuan zona peruntukan danau tersebut, sehingga untuk mengakomodasi kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan fungsi danau sebagai kawasan konservasi sumber daya air, penyusunan zonasi dilakukan pada beberapa alternatif tinggi permukaan air danau dan tinggi muka air optimal yang disarankan adalan 5 m dpl.

Upaya pengelolaan lingkungan perairan danau juga memerlukan implementasi teknologi rekayasa lingkungan, khususnya untuk mengadaptasi kondisi perairan terhadap perubahan lingkungan yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Tujuan dari implementasi rekayasa lingkungan untuk mengambil manfaat semaksimal mungkin dari sumberdaya perairan danau secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Lingkup teknis dari rekayasa lingkungan sesuai dengan azas manfaat yang keberlanjutan adalah perlindungan, perbaikan, dan manipulasi lingkungan. Perlindungan lingkungan diarahkan untuk menjaga fungsi-fungsi lingkungan berjalan dengan baik, melibatkan seluruh komponen lingkungan dalam wilayah dan sebaran pemangku kepentingan yang luas. Karenanya upaya perlindungan lingkungan pada umumnya dilakukan melalui pengembangan peraturan-peraturan tata kelola pembangunan untuk menjaga keberadaan komponen-komponen ekosistem yang strategis.

Gambar 2. Penetapan zonasi peruntukan lingkungan perairan D. Limboto
pada tinggi muka air optimal

Faktor yang sangat menentukan kualitas lingkungan perairan D. Limboto adalah kondisi laju sedimentasi, fluktuasi air, serta pencemaran. Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tata guna lahan di bagian hulunya. Pengaturan tata guna kawasan tangkap air memerlukan penetapan peruntukan lahan yang sesuai untuk tujuan menjaga kondisi fluktuasi air yang stabil dan tingkat sedimentasi dan pencemaran yang serendah-rendahnya. Penetapan peruntukan tersebut perlu disusun dalam suatu master plan pengembangan kawasan yang mempunyai kekuatan hukum, sehingga dapat dijadikan dasar perizinan pembangunan kawasan daerah tangkapan air danau.

Perlindungan lingkungan juga diperlukan untuk menjaga keberlanjutan produktivitas perikanan, dan populasi dan eksistensi habitat burung-burung. Keberlanjutan produktivitas perikanan dilindungi melalui penetapan daerah reservat dan tata kelola pemanfaatan sumberdaya perikanan danau.

Pemulihan lingkungan perlu dilakukan untuk mengembalikan fungsi-fungsi lingkungan perairan danau sesuai dengan kondisi alaminya. Namun hal ini sangat sulit dilakukan karena informasi mengenai kondisi awal lingkungan danau sangat terbatas. Pemulihan lingkungan di D. Limboto dapat dilakukan secara tidak langsung melalui upaya rehabilitasi lingkungan di kawasan tangkap airnya. Sebagai contoh, perbaikan tata guna lahan di kawasan hulu danau dapat memulihkan kondisi fluktuasi air dan sedimentasi danau, dan komponen ekosistem danau lainnya akan beradaptasi pada kondisi fluktuasi air dan sedimentasi normal tersebut.

Upaya struktural juga perlu dilakukan untuk manipulasi lingkungan yang bertujuan untuk membentuk kondisi lingkungan yang lebih optimum untuk suatu pemanfaatan sektoral. Misalnya dengan pengembangan garis pantai danau (shore line development) dan pembangunan check dam pengendali sedimen dan fluktuasi muka air danau. Demikian juga secara konvensional nelayan-nelayan membuat bibilo dengan mengumpulkan tumbuhan gulma air dalam suatu kelompok di suatu tempat untuk menarik ikan-ikan berkumpul di tempat tersebut, sehingga nelayan lebih mudah untuk menangkapnya. Manipulasi lingkungan juga dapat dilakukan untuk tujuan konservasi sumberdaya ikan di danau.

REKOMENDASI

Berdasar hasil kajian yang telah dilakukan, dirumuskan beberapa rekomendasi yang perlu untuk ditindak lanjuti guna pengembangan sistem pengelolaan lingkungan perairan D. Limboto secara terpadu dan berkelanjutan:

Upaya pengelolaan lingkungan perairan D. Limboto perlu didasarkan pada cara pandang bahwa lingkungan perairan tersebut merupakan sumberdaya alam yang perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, dimana kaidah-kaidah lingkungan merupakan bagian integral sebagai landasan optimasi untuk keberlanjutan pemanfaatan tersebut.

Mengingat lingkungan perairan D. Limboto merupakan bagian integral dari ekosistem daerah tangkap airnya yang terdiri dari 13 daerah aliran sungai, maka sistem pengelolaannya harus merupakan bagian dari sistem pengelolaan lingkungan daerah-daerah aliran sungai tersebut secara terpadu.

Untuk itu perlu didorong pengembangan sistem pengelolaan lingkungan daerah tangkap air D. Limboto dimana sistem pengelolaan lingkungan perairan D. Limboto merupakan satu sub-sistem didalamnya.

Untuk memelihara azas keberlanjutan pengelolaan lingkungan perairan D. Limboto sebaiknya dilakukan secara partisipatif seperti telah diamanatkan dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Beberapa upaya pengelolaan partisipatif diantaranya:

  1. Pembentukan Forum Danau;
  2. Perumusan bentuk kelembagaan dan struktur organisasi;
  3. Penyusunan peraturan dan perundangan;
  4. Penyusunan master plan pengembangan kawasan;
  5. Penegakan hukum.

Perlu dilakukan upaya pemulihan kerusakan lingkungan perairan D. Limboto, khususnya masalah pendangkalan dan penyusutan luas genangan air danau yang berdampak luas terhadap ekosistem perairan danau secara keseluruhan. Beberapa alternatif upaya yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

  1. Rehabilitasi daerah tangkap air D. Limboto;
  2. Penetapan batas danau dan kawasan sempadan danau;
  3. Pembangunan pintu air keluaran D. Limboto yang ramah lingkungan;
  4. Pembangunan cek dam pengendali sedimentasi;
  5. Pengembangan kawasan lahan basah buatan di sekitar aliran air masuk danau.

Untuk optimasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya perairan D. Limboto juga perlu dikembangkan teknik-teknik manipulasi lingkungan yang dapat secara langsung diaplikasikan di lingkungan perairan danau tersebut, seperti perpanjangan garis pantai dan pengelolaan tumbuhan air untuk rumpon ikan (bibilo), namun implementasinya harus memperhatikan azas kehati-hatian secara ekologis.

Pengembangan sistem informasi serta kegiatan monitoring dan evaluasi lingkungan perairan D. Limboto perlu dilakukan sebagai landasan penting dari upaya pengelolaan perairan danau secara berkelanjutan.

Pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi di atas harus didasarkan pada azas prioritas dan kepentingan yang disusun dalam suatu kerangka pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang kawasan perairan D. Limboto beserta kawasan daerah tangkap airnya secara terpadu (Gambar 3).

Program dan kegiatan untuk pemecahan permasalahan mendesak

Jangka Pendek

  • Kajian potensi dan daya dukung lingkungan perairan danau
  • Penyusunan Master Plan pengelolaan lingkungan perairan danau
  • Sistem Informasi, monitoring dan evaluasi kondisi lingkungan perairan danau
  • Program dan kegiatan intermediasi
  • Program dan kegiatan pengelolaan lingkungan perairan danau secara terpadu, partisipatif, dan berkelanjutan

Jangka Menengah

Jangka Panjang

  • Pengembangan kelembagaan pengelolaan danau yang partisipatif

Gambar 3. Skema kerangka pembangunan berjangka sebagai implementasi konsep pengelolaan lingkungan perairan danau secara partisipatif

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2005. “Managing Lakes and Their Basins for Sustainable Use: A Report for Lake Basin Managers and Stakeholders”. Outsu, Japan: International Lake Environment Committee Foundation. 146 pp.

Ardika, G. 1999. Danau dan Waduk dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. PPLH-IPB, Ditjen Bangda Depdagri, Ditjen Pengairan PU, Kantor Men LH, Bogor. Hal.IV (1-13)

Balitbangpedalda Propinsi Gorontalo. 2006. “Master Plan Penyelamatan Danau Limboto”. Pemerintah Propinsi Gorontalo. 61 pp.

Eamus, D., T. Hatton, P. Cook, and C. Colvin. 2006. “Ecohydrology: Vegetation, Water, and Resource Management”. Australia: CSIRO Publishing. 348 pp.

Hoggarth, D.D., V.J. Cowan, A.S. Halls, M. Aeron-Thomas, J.A. McGregor, C.A. Garaway, A.I. Payne, R.L. Welcomme. 1999. “Management Guidelines for Asian Floodplain River Fisheries”. FAO Fisheries Technical Paper. No. 384/1. 63pp.

Haeruman, H. 1999. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. PPLH-IPB, Ditjen Bangda Depdagri, Ditjen Pengairan PU, Kantor Men LH, Bogor. Hal.I (1-9)

Sandu, C. 2005. “The Effect of River Regulation – Loss of Biodiversity (Litterature Review)”. In: Bloesch, J., D. Gutknetcht, and V. Iordache. Hydrology and Limnology – Another Boundary in the Danube River Basin. Technical Document in Hydrology. No. 75. Paris: UNESCO, 60 – 63.

Schneider, M. “Water Quantity and Flow as Key Parameters for Benthos and Fish – An Investigation Using Ecohydraulic Approaches”. In: Bloesch, J., D. Gutknetcht, and V. Iordache. Hydrology and Limnology – Another Boundary in the Danube River Basin. Technical Document in Hydrology. No. 75. Paris: UNESCO, 33 – 37.

Leave a comment