Zulkifli Mile

Sebuah Kajian Tentang Upaya Pelestarian Danau Limboto

Oleh: Zulkifli Mile,  Penulis adalah pemerhati Lingkungan

Sumber: http://bappeda.gorontalokab.go.id/ 22 Mei 2009

Menurut hemat saya, upaya pemerintah Kabupaten Gorontalo yang telah melepas kerbau untuk mengatasi penyebaran eceng gondok di danau Limboto sangat tepat adanya. Pemikiran untuk membenarkan hal ini karena alasan sejarah tentang danau Limboto dikala dahulu. Sebagaimana penuturan orang-orang tua kita dulu, danau Limboto adalah habitat kerbau terbesar, ratusan kerbau ditambat pemiliknya didanau ini agar dapat berkubang. Kerbau-kerbau itu ‘melumpur’ dan memakan rumput yang ada disekitarnya. Alhasil, pinggiran-pinggiran danau pun terjaga dari rumput-rumput liar yang mengancam luas danau. Namun sayangnya entah bagaimana ceritanya budaya rakyat Gorontalo yang dahulu suka memelihara kerbau itu kini hilang, bahkan tak berkesan.

Dari struktur tubuh kerbau sendiri kita dapat melihat bahwa makhluk ini memiliki tubuh dan berat badan yang besar, pada hal ia hanya memiliki empat kaki yang ‘kurang seimbang’ untuk menyanggah tubuhnya yang berat. Disisi lain, kerbau juga sangat tidak tahan akan panas, apalagi terik matahari. Alasan-alasan inilah yang membuat ia sangat suka untuk berkubang. (Sayangnya penulis tak sempat melakukan penelitian seberapa besar rata-rata berat kerbau sekaligus strukturnya).

Nah, mungkin terkait sejarah dan analisa struktur tubuh yang dimiliki hewan ini, pemerintah kabupaten Gorontalo menjadikannya sebagai ‘mesin’ pemusnah eceng gondok yang ada di Danau Limboto.

Namun demikian, untuk menunjang langkah antisispasi dan upaya terhadap musnhanya danau Limboto dari alam Gorontalo, pemerintah Kabupaten Gorontalo dituntut harus mempersiapkan ‘mesin-mesin alami’ pengahncur eceng gondok tersebut, karena saat ini penyebaran eceng gondok diareal danau yang tinggal 3.000 hektar itu seperti parasit yang kian hari-kian menggerogoti usia danau. Artinya, kita butuh puluhan atau ratusan kerbau yang harus dipersiapkan untuk memusnahkan struktur eceng gondok dan gulmanisasi.

Nah, jika ratusan kerbau telah diadakan, bagaimana penanganannya? (Tentu saja pertanyaan ini akan kembali melintas ketika pelaksanaannya akan mulai dijalankan). Bagi saya, meski masih sebatas seandainya (jika kerbau-kerbau itu serius untuk diadakan), bentuk saja kelompok-kelompok peternak yang anggotanya terdiri dari masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir danau. Melalui kelompok-kelompok ini perlu diterapkan aturan-aturan teknis yang harus mereka lakukan. Upaya ini pun hitung-hitung sebagai pembudidayaan kembali beternak kerbau bagi masyarakat Gorontalo sekaligus memberikan keuntungan kepada kelompok nelayan melalui bagi hasil ternak kerbau.

Saya rasa setidaknya kita perlu menoleh kebelakang tentang program-program dan penganggaran penanganan gulmanisasi danau Limboto. Hingga saat ini sudah terbilang besar anggaran yang telah terbuang melalui pelaksanaan seminar dan sosialisasi yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya, padahal hingga saat ini juga belum terlihat adanya tanda-tanda akan harapan lestarinya danau Limboto. Kaluklasikan saja, jika anggaran yang disediakan hampir mencapai satu milyar pertahun. Nah, berapa besar jumlah anggaran ang telah kita buang dengan sia-sia. Lima tahun anggaran saja yang kita sediakan, sebetulnya sudah cukup untuk membiayai para kuli untuk membersihkan eceng gondok.

Akhir-akhir ini terinformasi pihak JICA dari Jepang bersedia menyediakan dana sebesar Rp. 500 milyar untuk penanganan danau Limboto. Katanya, mereka meminta tiga syarat untuk dipenuhi. Yakni, pemindahan masyarakat yang bermukim dipeisisir danau (hal yang sulit untuk dilakukan), penataan alur sungai ke muara danau serta pembuangan air dari danau Limboto.

Pendeknya, fakta-fakta ini sepatutnya kita pertimbangkan, mampukah kita menyediakan dana sebesar Rp. 500 milyar untuk penanganannya? Atau memilih menyediakan kerbau untuk menghancurkan eceng gondok? Atau pula mungkin masih ada langkah lain yang dapat ditempuh untuk melesatarikan kekayaan alam yang kita miliki.
Kasus ini harus segera kita selesaikan, karena jika tidak, kita sendiri yang akan menanggung akibatnya. Ingat! setiap tahun (dengan kondisi danau saat ini) ribuan warga menderita akibat dilanda banjir, harta kekayaan mereka musnah, bahkan kesehatan pun senantiasa terancam. Tegakah kita melihat generasi kita nanti akan ditelan banjir akibat puhanya danau Limboto? Berikhtiarlah! Mari kita hargai upaya-upaya pemerhati danau Limboto.

One Comment on “Zulkifli Mile”

  1. AgenBola Says:

    perlu dikaji lagi, bgaimna baiknya. demi kebaikan danau limboto


Leave a comment